17. TIDAK TERDUGA

2178 Kata
Lima mobil baja Barakuda yang dinaiki oleh Jenderal Dipa dan rekan-rekannya saat ini terhambat lajunya oleh para Zyn yang menghalangi jalan mereka. Mereka benar-benar dikelilingi dari segala sisi sehingga sangat sulit bagi mereka untuk bergerak maupun membuat sebuah perlawanan. Tapi untungnya, kendaraan tangguh dan kuat itu masih bisa melaju walau dengan kecepatan yang sangat lambat. Jenderal Dipa yang berada di mobil baja Barakuda yang ada di barisan paling terakhir, kini tengah memegangi pemicu bom di tangannya. Ia akan langsung menekan tombol yang ada di alat itu jika jarak Stasiun Tanah Abang dengan rombongannya sudah berjarak lumayan jauh. Pria itu yakin jika Zyn Induk dimusnahkan, maka pasti akan berdampak pada Zyn lain yang menjadi anak buahnya. Dengan penuh perjuangan, kelima mobil baja Barakuda terus menjauh dari Stasiun Tanah Abang. Para Zyn yang ada di luar pun bertingkah semakin liar dan terus memaksa untuk masuk ke dalam mobil yang saat ini masih melaju dengan kecepatan seadanya. Para korban yang berhasil diselamatkan dan juga para anggota TNI terlihat sangat tegang. Mereka tidak tahu apakah mereka dapat pergi dari tempat itu dalam keadaan selamat atau malah mereka akan tewas di tangan para Zyn yang ada di tempat itu. Tapi untungnya, mobil baja Barakuda yang mereka naiki memiliki bodi yang sangat tebal dan kuat sehingga serangan dan amukan para Zyn yang ada di luar sana tidak akan dapat menghancurkan permukaannya. Jadi, kemungkinan mereka untuk tewas di tempat itu sangatlah kecil. Setelah beberapa menit terus melaju tanpa melakukan serangan apa pun, akhirnya kelima mobil baja Barakuda sudah berjarak lumayan jauh dari Stasiun Tanah Abang. Dan tanpa berlama-lama lagi, Jenderal Dipa langsung menekan tombol pemicu ledakan yang saat ini tengah digenggamnya. "Musnahlah kalian bersama dengan sarang yang kalian buat!" ucap Jenderal Dipa. Tak lama kemudian ledakan hebat pun terjadi, yang mana ledakan itu langsung menghancurkan Stasiun Tanah Abang dan memusnahkan semua yang ada di dalamnya. Di saat yang bersamaan, para Zyn yang mengepung kelima mobil baja Barakuda tiba-tiba saja berteriak histeris seperti tengah ketakutan. Mereka kemudian berpencar ke segala arah seperti sekumpulan semut yang tengah mendeteksi adanya gempa. Mereka sungguh kehilangan arah. Melihat seluruh monster pemakan daging itu sedang kehilangan akal karena kematian induk mereka, kelima mobil baja Barakuda pun langsung tancap gas dan menjauh dari tempat itu. Jenderal Dipa yang melihat semua hal yang dilakukan oleh para Zyn hari, lantas berniat akan memberitahukannya pada Dokter Nick sesampainya ia di kamp nanti. Karena menurutnya, para Zyn yang ia temui hari ini sudah bermutasi cukup jauh dan itu sangat berbahaya bagi kelangsungan semua makhluk hidup yang selamat. "Nick, jika kamu melihat ini semua dengan kedua mata kepalamu sendiri, aku jamin kamu akan kaget." Jenderal Dipa bermonolog. Kini, ia dan rekan-rekannya sudah berjarak cukup jauh dari wilayah Tanah Abang. Misi penyelamatannya kali ini terbilang cukup sukses walau ia harus kehilangan beberapa anggota timnya. Walaupun begitu, ia merasa cukup lega karena orang-orang yang meminta bantuannya berhasil ia selamatkan dengan hanya terdapat beberapa luka di tubuh mereka. Salah satu korban, yaitu seorang pria bertubuh tambun dengan kepala botak plontos, kini telah sepenuhnya sadar. Sebelumnya, ia terlihat sangat linglung, seperti orang yang sedang lupa ingatan, namun kini ia sudah benar-benar sadar dan dapat mengenali sekelilingnya. "Berikan dia air," titah Jenderal Dipa. Rekannya pun langsung mengambilkan sebotol air mineral yang mereka bawa untuk ia berikan pada si pria tambun. Pria itu dengan semangat langsung menghabiskan air yang ada di dalam botol itu hingga tidak tersisa sama sekali. Setelahnya, ia berterima kasih pada Jenderal Dipa dan juga rekan-rekannya. "Terima kasih, terima kasih banyak karena kalian mau datang dan menyelamatkan kami," kata pria tambun itu. "Sudah tugas kami untuk menyelamatkan semua yang selamat," balas Jenderal Dipa. Kemudian pria tambun itu menceritakan semuanya pada Jenderal Dipa tentang apa yang terjadi di Stasiun Tanah Abang. Ia bilang, kalau sebelumnya tempat itu adalah sebuah kamp pengungsian dengan jumlah pengungsi yang cukup banyak. Orang tua, suami-istri dan anak-anak banyak berlindung di sana. Si pria tambun pun juga adalah salah seorang pengurus di tempat itu. Ia yang mengurusi soal pembagian makanan. Semuanya berjalan normal dan baik-baik saja selama beberapa hari. Tapi kemudian, sebuah masalah pun muncul. "Sesosok monster berukuran besar dan berlendir, dengan sulur-sulur yang menjulur dari tubuhnya muncul. Makhluk itu menyerang tempat kami, menjadikan tempat kami sebagai sarangnya dan lalu mengubah para pengungsi menjadi monster seperti mereka," kata pria tambun. "Tunggu, jadi para monster yang kami lawan tadi adalah para pengungsi yang berubah menjadi monster?" tanya Jenderal Dipa. "Benar," jawab pria tambun. Jenderal Dipa tidak menyangka kalau saat ini ada Zyn yang memiliki kemampuan untuk mengubah makhluk hidup normal menjadi Zyn. Ini benar-benar sangat mengerikan. "Lalu, bagaimana kamu dan yang lainnya bisa selamat? Dan bagaimana cara monster itu mengubah para pengungsi jadi seperti mereka?" tanya Jendera Dipa dengan suara yang tegas. Namun, saat pria tambun itu ingin menjawab pertanyaan Jenderal Dipa, tiba-tiba saja ia merasa mual dan tak lama kemudian ia pun muntah. Dari mulutnya keluar darah segar dalam jumlah yang cukup banyak. Seorang rekan Jenderal Dipa pun lantas segera menolong pria tambun itu, tapi tidak dengan Jenderal Dipa yang sepertinya menyadari suatu hal. "Tunggu ...." Jenderal Dipa kini mengingat-ingat kembali misi penyelamatan yang ia dan timnya lakukan tadi. Ia pun teringat kalau kesembilan korban yang mereka selamatkan saat itu tengah terkurung di dalam selaput lendir yang sangat tebal dengan benda seperti selang yang berasal dari Zyn bertubuh besar, terhubung ke tubuh mereka. "Jangan-jangan?!" Pria itu pun sadar sekarang. Namun semuanya terlambat, pria tambun yang sejak tadi memuntahkan darah, kini telah bertransformasi menjadi Zyn. Ia langsung memangsa rekan Jenderal Dipa hingga pria itu tewas mengenaskan. Keadaan di dalam mobil pun menjadi sangat kacau. Jenderal Dipa beserta rekannya yang lain mencoba untuk bertahan dari serangan Zyn yang berasal dari sandera yang mereka selamatkan. Karena kekacauan itu, mobil baja Barakuda yang mereka naiki jadi kehilangan arah dan lalu melesat kencang ke arah tepi jalan. Keadaan yang sama pun terjadi di mobil baja Barakuda lain yang membawa para sandera. Mereka ikut mengalami kecelakaan karena serangan mendadak yang mereka terima di dalam sana. Kini, mereka harus kembali bertarung melawan para sandera yang telah mereka selamatkan sebelumnya. Ini benar-benar sebuah bencana bagi Jenderal Dipa beserta timnya. *** Hujan gerimis turun membasahi bumi, memadamkan kobaran api yang menyala di mana-mana. Gelapnya awan hitam yang menghiasi langit menambah kesan ngeri dan mencekam Kota Jakarta yang saat ini tengah dalam keadaan porak-poranda. Dokter Nick, dokter muda yang baru saja selesai memeriksa keadaan para pengungsi, kini tengah berdiri di salah satu tribune GBK dengan tatapan yang terbilang kosong. Ia memandangi tenda-tenda militer yang ada di depannya, yang kini tengah diguyur oleh hujan sehingga permukaannya basah. Ia sepertinya sedang memikirkan sesuatu. "Kenapa tiba-tiba firasatku jadi tidak enak begini ya?" batin Dokter Nick. Ia kemudian mengambil kalung berbentuk cincin dari sakunya dan lalu memeganginya dengan sangat erat. Kalung itu sepertinya sangat berarti untuknya. "Semoga kamu baik-baik saja," katanya pelan sembari masih menatap ke arah tenda militer. Sementara itu di tempat Jenderal Dipa dan rekan-rekannya berada, terlihat genangan darah mulai mengalir dan terbawa oleh air hujan yang turun dari langit. Semuanya tampak berantakan di sana. Mobil-mobil baja Barakuda yang terbalik, mayat para anggota TNI beserta Zyn yang bergelimpangan dan alat persenjataan yang berserakan di atas aspal. Sungguh sangat kacau. Tapi, di tengah-tengah kekacauan itu, sosok Jenderal Dipa yang selamat dengan luka yang sangat parah, kini tengah bangkit dan berjuang untuk menyelamatkan dirinya. Tampaknya, hanya dia satu-satunya yang selamat dari insiden yang tidak terduga itu. "S-sial," umpat Jenderal Dipa. Ia menatap ke sekelilingnya yang mana tidak ada lagi yang berhasil selamat selain dirinya. Ia sungguh merasa sangat menyesal karena ia tidak dapat menyelamatkan seluruh anggota timnya. Dengan langkahnya yang gontai, Jenderal Dipa memasuki satu-satunya mobil baja Barakuda yang tidak terbalik. Walau ada luka parah di bagian tangannya, ia tetap berusaha mengendarai mobil tersebut untuk segera menjauh pergi dari tempat itu. Ia harus segera kembali ke kamp pengungsian dan bertemu dengan Dokter Nick. *** Setelah satu jam berlalu, Dokter Nick yang dilanda kekhawatiran akhirnya mendapatkan kabar kalau Jenderal Dipa sudah kembali dari misi penyelamatannya. Namun, yang membuatnya seketika menjadi pucat adalah saat ia mendengar tentang kondisi Jenderal Dipa saat ini. "Hanya ia yang selamat?" tanya Dokter Nick. "Benar," jawab salah seorang anggota TNI. "Semua rekannya tewas. Lebih baik kamu segera menemuinya karena kondisinya sangat parah," tambahnya. Dengan rasa khawatir yang memuncak, Dokter Nick berlari menuju tempat Jenderal Dipa berada. Saking khawatirnya, ia bahkan berlari sambil menangis. Setelah berlari cukup jauh, akhirnya Dokter Nick sampai di tempat Jenderal Dipa. Pria itu kini tengah berbaring dengan luka yang hampir memenuhi sekujur tubuhnya. Tubuhnya bahkan terlihat merah sepenuhnya karena darah yang menutupinya. Tapi, di tengah kondisinya yang parah itu, Jenderal Dipa masih mengedepankan tugasnya, yaitu memberikan informasi pada Dokter Nick. "Aku punya informasi penting, ini tentang Zyn yang aku temui saat dalam misi," kata Jenderal Dipa. Namun, Dokter Nick dengan cepat meminta Jenderal Dipa untuk diam. Ia tidak ingin mendengar informasi apa pun sekarang karena yang terpenting untuk saat ini adalah keselamatan pria itu. "Kesampingkan dulu informasi yang kamu dapat, karena sekarang aku harus menyembuhkan semua lukamu dulu." Jenderal Dipa pun menurut. Ia mengangguk dan kemudian berbaring diam sembari menyerahkan semua proses penyembuhan pada Dokter Nick. *** Hari berganti malam dan hujan pun telah berhenti turun. Keadaan Kota Jakarta sedikit pun tidak membaik dari sebelumnya, yang ada hanya semakin kacau dan semakin mencekam dari waktu ke waktu. Di rumah kosong tempat Kartini dan Adipati berada, Adipati yang tengah tertidur pulas, tiba-tiba saja bermimpi mendatangi sebuah supermarket yang saat itu kondisinya sudah rusak parah dengan beberapa kobaran api yang menyala di sana. "Di mana ini? Kenapa aku bisa ada di sini?" batin Adipati bertanya-tanya. Pemuda itu masih belum sadar kalau saat ini ia sedang bermimpi. Adipati lantas berjalan memasuki bangunan supermarket sembari terus melihat-lihat ke sekelilingnya. Ia tidak tahu di mana ia berada sekarang dan kenapa ia bisa sampai ke tempat ini. Ia terus melangkahkan kakinya masuk lebih dalam ke bangunan supermarket. Semuanya terlihat kacau dan berantakan, tapi untungnya tidak ada mayat yang ia temukan selama kakinya melangkah. Setelah cukup lama ia berkeliling di dalam sana, ia pun akhirnya melihat ada seseorang yang tengah duduk di depan kobaran api yang sedang menyala. Ia memicingkan kedua matanya karena sepertinya ia mengenali sosok tersebut. "Nando," ucap Adipati pelan. Ia dengan segera berlari menghampiri Nando. Ia merasa senang karena salah satu teman kelasnya itu masih hidup dan dalam keadaan yang baik-baik saja. "Nando," panggil Adipati. Tapi betapa terkejutnya ia ketika Nando menatap ke arahnya. Remaja yang biasanya bersikap angkuh itu, kini tengah menangis dengan kedua matanya yang sudah sangat sembap. Ia pun terlihat sangat kelelahan. "Adipati," ucap Nando lirih. Ia dalam suasana yang tidak baik saat ini. Tapi karena ada Adipati yang kini sedang berdiri di depannya, ia jadi merasa sedikit lega dan tenang. "Kamu ... selamat?" tanya Nando. Adipati pun mengangguk sembari melebarkan senyumnya. "Ya, aku selamat." Keduanya saling tatap untuk beberapa saat, sebelum akhirnya baik Adipati maupun Nando mulai merasakan sakit yang amat sangat di kepala mereka. Mereka memegangi kepala mereka dengan mata yang sama-sama terpejam. Dan ketika keduanya kembali saling menatap, keduanya sama-sama terkejut mendapati mata mereka bersinar berwarna biru langit. "Matamu," ucap Adipati dan Nando secara bersamaan. Di tengah-tengah keterkejutan yang mereka rasakan, Adipati tiba-tiba saja terbangun dari tidurnya. Kartini yang duduk menunggunya tidur, sejak tadi mencoba untuk membangunkan Adipati yang terus mengerang dalam tidurnya. "Syukurlah, kamu akhirnya bangun," kata Kartini. Adipati yang ingat jelas mengenai mimpinya yang bertemu dengan Nando, kini menatap serius ke kedua manik-manik mata Kartini. "Kak, aku memimpikan teman sekelasku, dan mimpi itu terasa begitu nyata," kata Adipati. "Ia masih hidup dan sekarang sedang sendirian di suatu tempat." Kartini yang mendengar perkataan Adipati, anehnya langsung mempercayai perkataan adiknya itu. Ia tidak merasa adiknya itu sedang mengigau ataupun berhalusinasi. Ia langsung percaya begitu saja. "Bagaimana ini, Kak," Tanya Adipati. "Tenanglah, Di," ucap Kartini mencoba menenangkan Adipati. "Bagaimana keadaannya? Apakah dia baik-baik saja?" tanya Kartini. Adipati mengangguk dan berkata, "Iya, dia baik-baik saja, cuma saat aku melihat wajahnya, ia sedang menangis, tapi selebihnya ia dalam kondisi yang baik," jawab Adipati. Mendengar jawaban Adipati, Kartini mengambil kesimpulan kalau teman yang adiknya itu lihat di dalam mimpinya dalam kondisi yang aman dan tidak butuh pertolongan. "Karena dia dalam kondisi yang baik-baik saja, maka kamu tidak perlu terlalu mengkhawatirkannya," kata Kartini. "Jika ada kesempatan, nanti kita coba untuk menemukannya," tambahnya. Adipati pun mengangguk dan kemudian Kartini memintanya untuk kembali tidur. Ia butuh mengumpulkan staminanya untuk memulai harinya besok. Sementara itu di tempat Nando berada, remaja itu juga terlonjak bangun dari tidurnya. Ia ternyata juga memimpikan hal yang sama dengan Adipati. "Kenapa aku memimpikan dia?" batin Nando. " Tapi ... mimpi itu terlihat sangat nyata. Apakah ini sebuah firasat?" Nando bertanya-tanya dalam hatinya mengenai mimpi yang baru saja dialaminya. Dan anehnya, ia cukup meyakini kalau mimpinya itu adalah sebuah firasat yang menuntunnya untuk segera bertemu dengan Adipati yang kini berada entah di mana, di luar sana. "Apakah aku harus pergi mencarimu, Di? Tapi, aku tidak tahu kamu berada di mana," ucap Nando pelan. Di tengah rasa bingung dan bimbangnya, Nando kemudian kembali merebahkan tubuhnya dan berusaha untuk kembali tidur. Ia besok harus mengambil sebuah keputusan untuk pergi mencari Adipati atau tetap diam berlindung di tempat itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN