Di sebuah area supermarket yang telah hancur, terlihat bayangan seorang pria di balik kepulan asap hitam yang cukup tebal. Ia tampak berjalan dengan tergopoh-gopoh sembari memegangi kedua lengannya.
"Mama ... Papa ...."
Setelah pria itu keluar dari kepulan asap, terlihatlah dengan jelas sosok Nando dengan wajah yang sangat pucat. Ia terlihat sangat kedinginan. Dari mulutnya bahkan keluar kepulan uap tanda ia sangat kedinginan sekarang.
Dengan langkahnya yang berat, Nando berjalan memasuki supermarket. Tempat itu sudah sangat kacau balau. Namun ia berharap, ia dapat menemukan beberapa makanan serta minuman di sana.
Setelah kejadian pengorbanan yang dilakukan oleh kedua orang tuanya, Nando yang diam bersembunyi di ruang rahasia, beranjak pergi ke luar untuk mencari pertolongan. Tapi nahasnya, sudah seminggu ia berkeliling, namun belum ada tim penyelamat yang menemukannya, sehingga ia terpaksa harus berjuang sendirian untuk bertahan hidup.
Kini Nando sudah berada di dalam gedung supermarket yang hangus dan berantakan. Ia sempat pesimis tidak akan menemukan apa pun di dalam sana. Namun secercah harapan muncul ketika ia melihat rak camilan yang masih utuh, berada di bawah reruntuhan gedung supermarket yang roboh. Dengan usaha kerasnya, Nando berusaha meraih beberapa bungkus camilan yang sangat menggiurkan itu.
"Dapat!" ucap Nando.
Tanpa basa-basi lagi ia langsung membuka satu per satu bungkus camilan dan menghabiskannya. Perutnya sudah sangat lapar sehingga tidak butuh waktu lama baginya untuk menghabiskan semua camilan yang didapatkannya itu.
Walaupun ia telah memakan beberapa bungkus camilan, makanan ringan itu sama sekali tidak terlalu bisa menghilangkan rasa laparnya. Mungkin beberapa saat ke depan ia akan kembali merasakan lapar.
Setelah semua camilan itu habis, kini yang harus Nando lakukan adalah mencari air untuk diminum. Tenggorokannya terasa sangat kering.
Ia pun bangkit dari posisi duduknya dan kembali berkeliling. Namun, ketika ia baru saja ingin memasuki sebuah ruangan yang terlihat lumayan masih berdiri kokoh, sosok Zyn dengan tubuh penuh lendir muncul. Nando pun dengan sigap langsung bersembunyi agar tidak terlihat oleh monster pemakan daging itu.
Di dalam tempat persembunyiannya, Nando merasa sangat ketakutan. Ia bahkan sampai menutupi mulutnya agar suara napasnya tidak terdengar oleh Zyn yang kini sudah berada dekat sekali dengannya.
"Pergilah, pergi yang jauh," batin Nando.
Jari-jari tangan Zyn yang lengket, kini berada tepat di atas tempat Nando bersembunyi. Lendirnya bahkan menetes sampai ke tempat Nando berada saking banyaknya lendir yang Zyn itu hasilkan.
Jantung Nando memacu dengan sangat cepat. Ia benar-benar takut sekarang. Kedua mata indahnya bahkan sampai terpejam saking ketakutannya. Ia kini pasrah jika sampai ketahuan oleh monster tersebut. Namun untungnya, beberapa menit kemudian Zyn itu pergi menjauh dari tempat Nando berada. Remaja itu pun langsung merasa lega. Ia mulai kembali mengatur napas serta irama detak jantungnya yang sempat tidak beraturan.
"Syukurlah ... syukurlah," batin Nando.
Dengan gerakan yang sangat perlahan, Nando mulai keluar dari tempat persembunyiannya. Ia terlebih dahulu memunculkan kepalanya untuk melihat sekelilingnya. Ketika dirasa sudah aman, barulah ia benar-benar keluar dari dalam sana.
Ia yang masih merasa haus, lantas kembali ke tujuan awalnya untuk mencari air yang bisa ia minum. Dengan tubuhnya yang terasa sedikit lemas, Nando melangkahkan kakinya berkeliling gedung supermarket. Berharap ada sebotol air mineral yang bisa ia minum saat ini juga.
***
Ketika waktu mulai memasuki sore, iring-iringan mobil baja Barakuda milik anggota TNI tengah melaju dengan kecepatan sedang menuju ke wilayah Tanah Abang. Dipimpin oleh Jenderal Dipa, iring-iringan itu akan mencari dan menyelamatkan lagi orang-orang sehat yang masih dalam keadaan selamat.
Selama perjalanan mereka dari Gelora Bung Karno menuju ke Tanah Abang, mereka dihadang oleh banyak Zyn dari berbagai bentuk. Tapi untungnya mereka dapat mengatasinya dengan persenjataan lengkap yang saat ini mereka bawa.
Ketika iring-iringan sedang melaju, tiba-tiba saja sesosok wanita yang tengah menggendong bayi menghadang jalan mereka.
"Tolong! Tolong selamatkan aku dan bayiku!" teriak wanita itu.
Dengan tubuh yang penuh luka, wanita itu meminta untuk diselamatkan.
Atas perintah Jenderal Dipa, iring-iringan mobil pun berhenti dan dengan cepat si wanita beserta bayinya dibawa masuk ke dalam salah satu mobil Barakuda. Wanita itu sungguh beruntung karena nyawanya beserta bayi yang ia bawa masih bisa diselamatkan.
"Kembali bergerak!" pinta Jenderal Dipa.
Iring-iringan mobil pun kembali bergerak menuju ke tujuan awal mereka, yaitu wilayah Tanah Abang. Di saat yang bersamaan, wanita yang mereka tolong memberikan informasi pada salah satu anggota TNI yang kini tengah memberikannya sebotol air minum.
"Jangan ke sana! Jangan ke Tanah Abang!" ucap wanita itu.
"Kenapa? Memangnya ada apa di sana?" tanya si anggota TNI.
"Monster-monster itu ... mereka membuat sarang di sana!" jawab si wanita.
Ekspresi wajahnya menampilkan ketakutan yang sangat jelas. Sang anggota TNI lantas melaporkan apa yang didengarnya itu pada Jenderal Dipa. Dengan handy talky (HT) yang ada di genggaman tangannya, ia segera menghubungi Jenderal Dipa yang berada di mobil Barakuda paling depan.
"1-4 dengan Jenderal Dipa. Saya dapat informasi dari wanita yang kita selamatkan kalau wilayah Tanah Abang, saat ini telah dijadikan sarang oleh para Zyn," ujar si anggota TNI.
Jenderal Dipa terdiam sejenak mendengar informasi yang diberikan oleh anggotanya. Tapi karena sebelumnya ia mendapatkan sinyal permintaan tolong dari wilayah Tanah Abang, maka ia dan timnya harus tetap pergi ke sana walau katanya di sana telah dijadikan sarang oleh para Zyn.
"Tetap tancap gas, jangan putar balik. Kita harus tetap pergi ke sana," titah Jenderal Dipa.
"Siap! 8-6!" balas si anggota TNI.
Mobil baja Barakuda pun terus berjalan maju mendekati wilayah Tanah Abang. Semakin rombongan itu mendekat, semakin banyak Zyn dengan rupa yang mirip bermunculan. Sepertinya benar apa kata wanita tersebut kalau Tanah Abang telah menjadi tempat menetapnya para Zyn.
Dengan Senjata Mesin Berat (SMB) Browning 2MHB, rombongan mobil baja Barakuda menembaki para Zyn yang mendekat ke arah mereka. Para anggota TNI yang berada di dalam mobil baja Barakuda pun ikut menembaki para Zyn melalui lubang tembak yang disediakan, sehingga mereka bisa terus melaju tanpa terhalangi oleh monster-monster kelaparan itu.
Di tengah laju mobil baja Barakuda, Jenderal Dipa kembali mendapatkan sinyal minta tolong yang terdeteksi di mesin pemancar gelombang radio yang ada di tempatnya. Namun kali ini, sinyal yang ia dapatkan sangat singkat, menandakan orang yang ada di seberang sana sudah sangat terdesak dan harus cepat-cepat ditolong.
"Bertahanlah. Kami sedang menuju ke sana," batin Jenderal Dipa.
Setelah melawan para Zyn yang menghadang jalan mereka, akhirnya rombongan anggota TNI itu tiba di Stasiun Tanah Abang, tempat sinyal minta tolong itu berasal. Wanita yang sebelumnya memberitahu untuk menjauhi daerah Tanah Abang, kini terlihat sangat ketakutan sembari memeluk bayinya dengan sangat erat. Tubuhnya bahkan sampai gemetar dengan sangat hebat saking takutnya.
"Tenang saja, kamu dan bayimu akan aman," kata anggota TNI yang sebelumnya berbicara pada wanita itu.
Setelah mobil baja Barakuda terparkir dengan benar, Jenderal Dipa beserta beberapa rekannya segera bergegas untuk keluar. Ia membagi dua tim, yaitu tim penyelamat dan tim menunggu. Tim penyelamat akan masuk ke dalam Stasiun Tanah Abang sedangkan tim menunggu akan menunggu di mobil baja Barakuda sembari mengalahkan para Zyn yang terus berdatangan. Mereka harus menyelesaikan tugas ini dengan cepat karena jika terlalu lama, maka akan sangat berbahaya bagi keselamatan seluruh anggota tim.
Selain untuk menyelamatkan orang yang mengirim sinyal bantuan kepadanya, Jenderal Dipa juga berniat akan meledakkan tempat itu jika memang terbukti tempat itu sebagai sarang dari para Zyn. Ia dan rekan-rekannya membawa cukup banyak bom pengendali jarak jauh yang akan mereka letakkan di beberapa titik di bangunan stasiun. Dengan bom-bom itu, bisa dipastikan dapat menghancurkan Stasiun Tanah Abang sekaligus memusnahkan semua Zyn yang bersarang di dalamnya.
Kini, dengan langkah kaki yang cepat, namun tetap berhati-hati, Jenderal Dipa beserta kesebelas rekan setimnya mulai memasuki bangunan stasiun. Awalnya mereka kira kondisi di dalam stasiun hanya akan berantakan dan kacau balau. Namun mereka salah. Kondisi di dalam sana benar-benar terlihat seperti sebuah sarang dengan banyak selaput dan lendir di mana-mana. Bahkan untuk melangkahkan kaki di sana pun cukup sulit karena di seluruh permukaan lantai sudah tertutupi oleh objek menjijikkan itu.
"Benar apa kata wanita itu. Kalau begitu, tempat ini memang harus dihancurkan," batin Jenderal Dipa.
Ia lantas meminta timnya untuk berpencar dan mencari keberadaan orang-orang yang mengirimi mereka sinyal permintaan bantuan. Mereka mencari sekaligus menyebar bom yang mereka bawa di titik-titik penting stasiun agar ketika misi penyelamatan telah selesai, mereka bisa langsung meledakkan tempat itu.
Selama pencarian, keadaan di dalam stasiun cukup tenang dan sepi. Hanya ada beberapa Zyn saja yang datang dan menghadang jalan Jenderal Dipa beserta rekan-rekannya.
"Ini aneh, di dalam sini tidak seramai di luar sana," batin Jenderal Dipa.
Ia terus berjalan dan menaruh bom-bom yang ia bawa di jalan yang ia lalui.
Sampai akhirnya, ia pun tiba di tempat transit kereta api, yang mana tempat itu ternyata adalah pusat sarang dari para Zyn. Dan secara kebetulan, orang-orang yang mengiriminya sinyal permintaan bantuan juga berada di sana. Mereka yang berjumlah sembilan orang itu terjebak di dalam selaput-selaput lendir transparan dalam keadaan pingsan dengan sebuah benda seperti selang terhubung ke tubuh mereka. Selang-selang itu berasal dari sesosok Zyn besar yang sepertinya adalah pemimpin dari para Zyn yang ada di tempat itu.
"Hanya ada Zyn bertubuh besar dan beberapa Zyn seukuran manusia. Ini tidak akan sulit," batin Jenderal Dipa.
Dikomandoi oleh Jenderal Dipa, para anggota TNI mulai bergerak untuk menyerang para Zyn sekaligus menyelamatkan para sandera. Dengan kode tangan yang Jenderal Dipa berikan, rekan-rekannya menyebar dan lalu mulai melepaskan tembakan ke arah para Zyn yang memiliki tubuh seukuran manusia. Suara tembakan pun kini terdengar cukup berisik di tempat itu.
Pemimpin Zyn yang berukuran paling besar hanya bisa mengaum sembari memperkuat selaput lendir yang mengurung para sandera. Sepertinya, auman keras yang Zyn besar itu keluarkan adalah alarm untuk memanggil para Zyn lain agar segera datang ke tempatnya. Untungnya, Jenderal Dipa yang sejak awal mengincar induk dari para Zyn itu, dengan sigap dapat menghentikan aumannya dengan menembaki kepala Zyn besar itu hingga hancur tak berbentuk.
Hanya butuh waktu beberapa menit, semua Zyn yang ada di tempat itu berhasil diatasi, namun mereka harus bergerak cepat untuk menolong para sandera karena para Zyn yang terluka itu pasti akan meregenerasi luka-luka mereka.
Dengan pisau belati yang mereka bawa, mereka memotong selaput lendir yang menyelimuti para sandera dengan cepat dan hati-hati. Karena berpacu dengan waktu, mereka pun harus berusaha secepat yang mereka bisa sebelum para Zyn itu kembali bangkit dan menyerang mereka.
Satu sandera berhasil dikeluarkan dari selaput lendir yang menutupi tubuhnya, dan lalu diikuti oleh sandera-sandera lainnya yang berhasil mereka selamatkan. Namun, saat mereka ingin menyelamatkan dua korban terakhir, tiga rekan Jenderal Dipa ditarik dari arah belakang oleh para Zyn yang berdatangan dari luar dan ketiganya langsung tewas seketika saat itu juga.
"b******k!!" umpat Jenderal Dipa.
Ia kemudian mengangkat senjatanya dan lalu menembaki para Zyn yang mulai berdatangan. Sembari menembak, ia memerintahkan kepada rekan-rekannya untuk mempercepat pekerjaan mereka. Selain karena Zyn dari luar yang mulai berdatangan, para Zyn yang sebelumnya telah tumbang, kini mulai kembali bangkit.
Akhirnya, setelah dua korban terakhir diselamatkan, Jenderal Dipa pun memerintahkan pada semuanya untuk segera pergi meninggalkan tempat itu. Sebelum beranjak pergi, ia tidak lupa untuk menempelkan bom terakhir di tubuh besar induk Zyn yang kini telah sepenuhnya sembuh dari luka fatalnya. Monster itu kini menatap Jenderal Dipa dengan tatapan penuh amarah dan kebencian.
"Jangan lihat aku seperti itu! Dasar makhluk menjijikkan!" ucap Jenderal Dipa.
Ia kemudian menembak mata Zyn itu hingga hancur dan setelahnya, ia pun pergi meninggalkan tempat itu. Tapi nahas, salah satu rekannya berhasil terjerat oleh benda mirip selang yang berasal dari Zyn induk. Jenderal Dipa pun bergegas untuk menyelamatkannya, namun rekannya itu malah meminta untuk ditinggalkan saja di sana.
"Pergilah, Ketua! Tinggalkan saja aku!"
Jenderal Dipa menolak. Tapi karena para Zyn semakin banyak yang berdatangan, dengan berat hati, ia pun meninggalkan rekannya itu di sana.
Zyn induk yang merasa marah, kini kembali mengaum dengan suara yang sangat keras. Suaranya yang berisik bahkan sampai terdengar hingga jarak dua kilometer dari tempatnya bersarang.
Sembari membawa para sandera yang mulai tersadar, namun dalam keadaan tubuh yang sangat lemah, Jenderal Dipa dan dua orang rekannya yang tidak membantu para sandera berjalan, berusaha menembaki para Zyn yang mengejar mereka.
Mereka sangat kerepotan karena jumlah Zyn yang terlalu banyak. Tapi untungnya, di saat mereka sudah tidak dapat lagi menahan para Zyn yang berdatangan, lantai yang dipijak oleh para Zyn yang berjumlah sangat banyak itu tiba-tiba saja ambrol dan membuat mereka terjerembap ke bawah. Melihat kesempatan itu, Jenderal Dipa lantas meminta kepada rekan-rekannya untuk mempercepat langkah mereka.
Setelah menuruni tangga, akhirnya mereka semua berhasil keluar dari Stasiun Tanah Abang. Namun, betapa terkejutnya Jenderal Dipa ketika melihat keadaan di luar sudah sangat kacau balau dengan rekan-rekannya yang kini hanya tinggal tersisa sedikit. Para Zyn dengan jumlah yang sangat banyak itu telah berhasil menyudutkan timnya.
"Cepat bawa para sandera masuk ke dalam mobil Barakuda dan kemudian kita tinggalkan tempat ini!" titah Jenderal Dipa.
Ia kembali mengangkat senjatanya dan mulai menembak. Ia berusaha menahan para Zyn yang saat ini terlihat seperti lebah yang sedang mengerubungi sarangnya. Ia harus bertahan sebentar lagi sampai para sandera berhasil masuk ke dalam mobil baja Barakuda.
Beberapa rekannya yang ikut bertahan dengannya, kini kembali menjadi korban. Mereka disambar oleh Zyn yang mempunyai sayap dan lalu dibawa terbang ke udara. Sesampainya di atas sana, mereka dikerubungi oleh Zyn-Zyn lainnya yang mana dengan cepat mengoyak dan menyantap tubuh mereka hingga berubah menjadi potongan-potongan daging yang berantakan. Sungguh cara mati yang sangat mengerikan.
Setelah semua sandera masuk ke dalam dua mobil baja Barakuda yang berbeda, Jenderal Dipa pun lantas menarik timnya dari tempat itu.
"Mundur! Kita pergi sekarang!" perintah Jenderal Dipa.
Ia dan rekan-rekannya yang dapat bertahan, akhirnya masuk ke dalam mobil dan kemudian, mereka pun pergi meninggalkan tempat itu.