Satu minggu kemudian...
Di Stadion Utama Gelora Bung Karno yang kini dijadikan sebagai sebuah tempat berlindung dan pengungsian, Dokter Nick dan beberapa rekan dokternya yang selamat tengah berkumpul dan membicarakan mengenai bencana yang sedang mereka dan seluruh makhluk hidup di dunia alami saat ini. Tubuh mereka terlihat memiliki beberapa luka yang cukup parah, bahkan lengan kanan Dokter Nick saat ini diperban dan pakaian dokternya tampak penuh dengan noda bercak darah.
Setelah hari di mana para terinfeksi bermutasi, keadaan di dunia tidak lagi sama. Semua kekacauan terjadi di mana-mana menyebabkan manusia yang selamat harus bertahan hidup dan melindungi diri mereka sendiri.
Seluruh badan pemerintahan bahkan tidak dapat menangani para monster mutasi dengan sifat liar mereka sehingga menyebabkan bangunan dan pangkalan-pangkalan militer penting hancur dan memaksa orang-orangnya untuk mendirikan tempat bernaung baru demi bisa bertahan hidup.
Seperti saat ini, atas usul dan saran dari Jenderal Dipa, Stadion Utama Gelora Bung Karno pun diubah menjadi tempat bernaung dan berlindung bagi banyak orang yang selamat. Di sana, mereka menampung banyak sekali orang yang berhasil mereka selamatkan dan dengan persediaan persenjataan yang lengkap, mereka melindungi orang-orang itu dengan segenap jiwa dan raga mereka. Mereka tidak takut untuk mati.
Para dokter, ilmuwan dan profesor yang selamat pun dengan terpaksa harus melakukan penelitian mereka di tempat itu karena pusat gedung BKN telah hancur akibat serangan para monster mutasi yang menyerang ke sana. Untung saja tempat itu memiliki sumber daya listrik sehingga peralatan medis berteknologi canggih yang berhasil diselamatkan, dapat digunakan di sana.
Hari ini Dokter Nick dan beberapa rekannya yang bekerja di bidang yang sama dengannya, berniat untuk membicarakan tentang Virus-69 dan mutasi monster besar-besaran yang telah terjadi di mana-mana. Karena hanya mereka yang tersisa dari para dokter, profesor dan ilmuwan yang menangani masalah ini sejak awal, mereka jadi harus bekerja lebih keras lagi untuk bisa mencari jalan keluar dari masalah ini.
Mereka telah melakukan pertemuan sejak sejam yang lalu dan kini mereka sedang fokus-fokusnya membicarakan masalah monster mutasi yang telah merenggut banyak nyawa di seluruh dunia, khususnya yang ada di Pulau Jawa.
"Makhluk-makhluk ini akan aku beri nama Zyn. Mereka hanya bernafsu untuk makan. Mereka tidak punya akal, buas dan liar. Mereka semua memiliki kekuatan fisik yang luar biasa dan juga kemampuan regenerasi tubuh yang hebat. Sangat sulit mengalahkan mereka jika tidak menggunakan rencana yang tepat," ujar Dokter Nick.
Sejak awal, dokter muda itu telah memimpin jalannya pertemuan. Itu semua karena pengetahuannya tentang Virus-69 dan monster mutasi yang ia miliki jauh di atas para dokter, profesor dan ilmuwan lain yang ada di tempat itu, sehingga ialah yang ditunjuk sebagai pemimpin pertemuan.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang, Dokter Nick?" tanya salah satu ilmuwan.
"Kita harus lanjut membuat anti-Virus-69 atau bagaimana?" tanya ilmuwan yang lain.
Dokter Nick yang penampilannya terlihat seperti orang yang sedang terlilit banyak hutang itu pun menjawab, "Aku sedang memikirkannya."
Dokter muda itu terus memutar otaknya, memikirkan apa yang harus orang-orang medis sepertinya lakukan saat ini.
"Untuk saat ini, menciptakan anti-Virus-69 pun sangat mustahil untuk dilakukan. Dan kalau pun anti-virus itu tercipta, pasti tidak akan berarti apa-apa karena para terinfeksi kini sudah bukan lagi dikategorikan sebagai orang yang sedang sakit, melainkan, mereka adalah sesosok monster yang gila dan bar-bar," batin Dokter Nick.
Ia pun seketika teringat saat kejadian seminggu yang lalu, tepatnya saat ia sedang memantau keadaan kota dari udara. Helikopter yang ia tumpangi diserang dan akhirnya terjatuh. Ia berhasil selamat dengan luka yang parah di tubuhnya. Untung saja ia dapat bertemu dengan Jenderal Dipa sehingga nyawanya dapat terselamatkan.
Saat ia melawan para Zyn, ia bisa dengan jelas melihat kalau musuh-musuh yang ia lawan sangat sulit untuk dirobohkan, apalagi dengan senjata yang kuat sekali pun. Bahkan Jenderal Dipa yang saat itu tengah bersamanya, sampai menarik mundur pasukannya karena musuh yang mereka lawan sangatlah kuat.
Lalu, Dokter Nick juga teringat dengan perkataan Jenderal Dipa yang mengatakan kalau ia dan rekan-rekannya hanya menyelamatkan orang-orang yang sehat dan lalu meninggalkan mereka yang terinfeksi, walaupun wujud mereka masih normal. Bukannya jahat, tapi mereka mencegah kalau-kalau si terinfeksi berubah menjadi Zyn suatu hari nanti yang mana dapat membahayakan nyawa semua yang sehat dan selamat.
Dengan ditinggalkannya para terinfeksi, otomatis mencegah terjadinya jatuhnya korban yang lebih banyak. Tapi, apakah tindakan ini sudah termasuk tindakan yang benar?
Dokter Nick yang sudah benar-benar pusing, lantas menarik napasnya panjang dan lalu mengembuskannya dengan berat. Kini, ia harus mengambil sebuah tindakan.
"Untuk saat ini, akan lebih baik jika kita kesampingkan dulu tentang Virus-69 dan fokus untuk menyelamatkan semua orang sehat yang selamat," kata Dokter Nick.
"Lalu, kita amati perkembangan dari masalah yang sedang kita hadapi ini dan jika ada sebuah harapan baik untuk kita, maka kita akan langsung mengambil sebuah tindakan baru secepatnya," lanjutnya.
"Itu berarti, untuk saat ini kita harus memusnahkan para Zyn, tanpa mencari tahu bagaimana cara menyelamatkan mereka?" tanya seorang dokter wanita yang sepertinya sedikit keberatan dengan tindakan yang Dokter Nick pilih.
Dokter Nick pun mengangguk dan berkata, "Benar."
Ia pun lalu menjelaskan alasannya pada semua rekan-rekannya. Alasan kenapa ia memilih untuk mengabaikan para Zyn ketimbang menyelamatkan mereka.
"Bukannya aku tidak peduli dengan mereka, tapi ini demi kelangsungan hidup kita. Kita harus bertahan hidup," kata Dokter Nick.
Ia memandangi satu per satu rekannya dengan tatapan yang sangat serius.
"Banyak nyawa yang harus kita lindungi," tambahnya.
"Tapi ... jika ada peluang untuk mengembalikan para Zyn menjadi normal kembali, walau hanya beberapa persen saja, maka aku tidak akan menyia-nyiakan peluang itu." Ekspresi wajah Dokter tampak sangat yakin ketika ia mengatakan hal itu.
Setelah Dokter Nick menjelaskan semuanya, seluruh rekan-rekannya pun mengerti dengan apa yang ia ucapkan. Mereka kini setuju dengan pilihan yang Dokter Nick ambil dan menurut mereka, pilihan itu adalah pilihan yang terbaik untuk saat ini.
Dokter Nick merasa lega karena semua rekan-rekannya mau mengerti. Kini yang harus mereka lakukan selain menyelamatkan orang-orang yang tidak terinfeksi, adalah memeriksa keadaan para pengungsi. Mereka tidak ingin orang-orang sehat yang mereka selamatkan, ternyata memiliki gejala Virus-69 di diri mereka.
"Periksa keadaan para pengungsi. Jika ada dari mereka yang memiliki gejala Virus-69, maka langsung lakukan karantina," titah Dokter Nick.
Pertemuan pun selesai. Para ilmuwan, dokter dan profesor kini membubarkan diri mereka dan lalu kembali menjalankan pekerjaan mereka. Dokter Nick yang terlihat sangat kelelahan, kini memutuskan untuk duduk sejenak sembari memejamkan kedua matanya. Kepalanya terasa ingin meledak sekarang.
Tak lama setelah Dokter Nick memejamkan mata, Jenderal Dipa yang baru saja kembali dari tugasnya, kini berjalan menghampiri Dokter Nick. Wajahnya terlihat sangat khawatir.
"Apa kamu sedang tidur?" tanya Jenderal Dipa.
Dokter Nick dengan mata terpejam pun menggeleng, tanda ia tidak tidur.
"Bagaimana keadaanmu? Apa lukamu sudah membaik?" tanya Jenderal Dipa lagi sembari melihat ke arah lengan kanan Dokter Nick.
Sembari masih dengan mata terpejam, Dokter Nick pun menjawab, "Sekarang aku baik-baik saja. Luka-lukaku pun sudah tidak terasa sakit seperti sebelumnya. Jadi, kamu tidak perlu terlalu khawatir terhadapku."
Jenderal Dipa merasa sedikit lega mendengarnya, walaupun sebenarnya ia masih sangat mengkhawatirkan sahabat baiknya itu.
"Beristirahatlah sebentar jika kamu merasa lelah. Aku akan kembali bekerja lagi," kata Jenderal Dipa.
"Berhati-hatilah," balas Dokter Nick.
"Pasti."
Jenderal Dipa pun kembali menjalankan tugasnya untuk menyelamatkan orang-orang sehat yang selamat di luar sana. Dokter Nick yang sedari tadi terpejam, kini membuka kedua matanya. Ia menatap ke arah pintu tempat Jenderal Dipa keluar sebelumnya. Ekspresi kekhawatiran terlihat begitu jelas di wajahnya. Ia sangat mengkhawatirkan Jenderal Dipa.
***
Malam menjelang. Di tempat lainnya yaitu di sebuah rumah sederhana yang sudah rusak parah dan dalam keadaan yang sangat gelap, Kartini dan Adipati yang masih berusaha bertahan hidup memilih untuk menetap di sana. Insting aneh yang Adipati miliki mengatakan kalau rumah itu aman sehingga ia dan kakaknya bisa tinggal di sana untuk sementara waktu.
"Duduklah dulu, Kakak akan mencari makanan," kata Kartini.
Adipati yang terlihat sangat kelelahan dengan wajahnya yang pucat, hanya mengangguk menurut. Sakit yang ia derita masih belum sembuh. Namun anehnya, kondisi tubuhnya tidak seburuk saat awal-awal ia terserang Virus-69. Ia jauh lebih kuat sekarang.
Dengan senter yang melingkari kepalanya, Kartini berjalan dengan hati-hati memeriksa seisi rumah sederhana yang kini ia tempati. Keadaan di sana benar-benar sangat gelap dan hening. Dengan pemukul baseball di tangannya, ia siap untuk melawan para Zyn yang mungkin saja menyerangnya secara mendadak.
Seminggu semenjak kekacauan terjadi, Kartini dan Adipati sudah berpindah dari satu tempat aman ke tempat aman lainnya hanya untuk bertahan hidup. Sangat bersyukur bagi keduanya karena selama itu tidak ada satu pun Zyn yang menyerang mereka. Itu semua berkat insting aneh yang Adipati miliki.
Setelah cukup lama menjelajahi rumah yang kacau balau itu, Kartini akhirnya menemukan kulkas yang masih dalam keadaan utuh. Dengan penuh harap, Kartini langsung menghampiri kulkas yang ditemuinya itu.
"Semoga saja ada makanan," batinnya.
Betapa bersyukurnya ia karena saat ia membuka kulkas, beberapa makanan yang masih layak untuk dimakan terdapat di sana. Ia pun segera mengambil makanan-makanan itu dan lalu membawanya ke tempat Adipati berada. Ia dan adiknya tidak akan kelaparan untuk beberapa hari ke depan.
Adipati yang tengah terduduk sendirian dengan diterangi oleh cahaya senter kecil yang dipegangnya, samar-samar mendengar suara-suara aneh di kepalanya. Ia tidak tahu apakah suara-suara itu muncul karena kondisinya yang saat ini sedang tidak baik atau karena suara-suara itu memang benar adanya.
Ketika ia masih bingung dengan apa yang ia dengar, Kartini datang sembari membawa makanan.
"Ini, makanlah," pinta Kartini.
Ia memberikan sebungkus roti yang isinya sudah tinggal setengah pada Adipati dan juga sekotak s**u murni untuk melengkapi roti yang ia berikan.
"Kita bagi dua," kata Adipati.
Kartini dengan cepat menggeleng. Ia memberikan semua roti serta s**u itu pada Adipati.
"Itu untukmu," kata Kartini.
"Lalu, Kakak makan apa?" tanya Adipati.
Wanita pemberani itu dengan cepat menunjukkan beberapa buah apel yang terlihat sudah tidak segar, namun tidak busuk.
"Kakak akan makan ini," jawab Kartini.
"Itu--"
"Tenang saja, ini masih bisa dimakan," kata Kartini yang memotong ucapan Adipati.
Adipati pun mengangguk dan lalu keduanya mulai memakan makanan mereka. Rasa makanan yang mereka makan saat ini tidaklah seenak masakan rumah buatan Bunda. Tapi setidaknya, mereka masih bisa makan walau dengan makanan yang seadanya.
"Setelah ini istirahatlah, Kakak akan berjaga," kata Kartini.
Adipati mengangguk dan lalu berkata, "Bangunkan aku jika Kakak merasa lelah, agar aku bisa menggantikan Kakak."
Sambil melebarkan senyumnya, Kartini pun menganggukkan kepalanya.
Kini, kedua bersaudara itu harus bisa bertahan hidup sampai bantuan datang kepada mereka. Tapi, entah kapan bantuan itu akan datang. Yang jelas, mereka harus bisa bertahan selama mungkin.