BAB 13. Pengumuman Pernikahan

1926 Kata
Ayah tidak mengomentari apapun tentang pemberitaan yang mulai beranjak naik di media ketika aku akhirnya pulang ke rumah setelah membuat Wendy tenang dan tertidur. Chiko menyeringai melihatku masuk ke rumah. “Ekhemm, ada yang abis berduaan lagi nih. Padahal semalam kan hmmmpphhh...” Aku langsung membungkam mulut adikku yang ember ini sebelum dia membocorkan rahasiaku yang semalam baru saja menginap di Apartemen Wendy. Bisa gawat jika Bunda sampai tahu. Sekarang saja matanya sudah mendelik ke arahku. “Apa Chiko? Apa lagi yang di lakukan abang berandalan kamu itu?” tanya Bunda dengan tampang sinis ke arahku. Chiko terkekeh setelah berhasil melepaskan bekapan tanganku dan memberiku kode uang sogokan. Aku mendesah kesal dan akhirnya hanya bisa setuju saja dari pada informasi penting ini bocor. Dia dan Jelita kadang memang membuatku darah tinggi. “Biasa Bunda, bikin mbak Wendy kesel sampai keluar tanduk. Padahal kalau cinta bilang aja ya kan Bund?” ucap Chiko memanasi. Tapi aku tidak peduli asal bukan ketika aku menginap yang di beritahukannya pada Bunda. Mungkin pernikahan kami akan di percepat tapi aku terlalu malas mendapatkan amukkan Bunda. Apalagi omelan panjang yang akan aku dapatkan. Belum lagi di tambah ceramah Ayah karena jika Ayah tidak membela Bunda ketika aku melakukan kesalahan maka Ayah akan ikut di marahi. Tahu sendiri seberapa Bucin ayahku pada Bunda bukan? Sudah pasti beliau akan lebih memilih Bunda tanpa banyak berpikir. “Kurang-kurangin jahilnya sama calon istri Regarta! Kasihan loh Wendy ngadepin kamu. Pasti darah tinggi dia. Udah mah kerjaan lagi numpuk-numpuknya mau pergantian Season kan? Punya boss jahat kaya kamu. Tambah pusing nanti stress dia.” Bunda mulai mengomel. “Abisnya dia kalau kesel lucu.” Kekehku langsung membuat bunda mendesah lelah. Emang paling susah itu ngebilangin kamu. Dari kecil kamu itu udah nakal nggak ketulungan. Bunda bilang jangan suka nakal sama temen kamu eh besoknya malah ibunya datang ke rumah katanya kamu bikin anaknya babak belur sampai empat jahitan. Gimana bunda nggak cepet ubanan punya anak kamu.” “Duit ayah banyak Bund, warnain aja rambutnya.” Ucapku sambil beranjak dari kursi yang langsung mendapat serangan bantal dari Bunda. Untung aku sigap dan cepat berlari masuk ke kamar sehingga lemparan bantal Bunda tidak kena. Terdengar Bunda mengomel di luar sana dan sedang di tenangkan oleh Ayah. Aku cekikikan sendiri. Tapi sepertinya aku harus membuat perhitungan dengan adik durhaka itu. Setelah mandi dan sudah rapih, aku masuk kamar Chiko begitu saja. Anak itu meringis di kasur melihat aku datang. Aku tersenyum miring kemudian menubruknya dan mengunci tubuhnya lalu menggelitiknya. Dulu mungkin aku kalah darinya masalah bela diri, tapi sekarang tidak akan. “Ampun mas, ampuuuun.” Teriaknya sambil tertawa kegelian. “Berani bocorin rahasiaku lagi hmm?” tanyaku sambil terus menggelitiknya. “Enggak mas sumpah.” Kikiknya kegelian. Aku akhirnya melepaskannya setelah dia berhjanji untuk tidak melakukannya. Aku menatapnya kesal tapi Chiko masih cekikikan bahkan setelah aku melepaskannya. “Mas tapi aku beneran butuh uang, bantu yak!” ucapnya lagi. “Duit kamu banyak, jangan pura-pura miskin! Mana ada yang percaya kamu miskin kalau celana dalam kamu saja bisa buat makan sebulan kalau di rupiahkan.” Ucapku kembali membuat adik nakalku itu tertawa lantang. “Dengerin dulu makanya.” Kekehnya. “Mbak Wendy aja bantu kok, lima ratus juta. Gila kan?” Chiko menambahkan dan langsung membuat aku menoleh dengan tertarik. Lalu aku menekan lehernya seperti mencekik. “Berani palakin calon kakak ipar kamu hah?” “Enggak mas ih, dengerin dulu.” Ucap Chko sambil tertawa. “Astaga, ngapain sih itu adiknya di cekik begitu Regarta?” Suara Ayah menginterupsi kami. Chiko cekikikan sementara aku meringis. “Udah pada gede juga hobbynya masih suka gelut do kasur aja.” Gerutunya. “Mas Rega lagi ada maunya Yah makanya begitu.” Chiko mengadu. Padahal jelas-jelas dia yang ada maunya. Mana memalak Wendy lima ratus juta pula. Anak ini memang minta di smakdown. “Bohong Yah, Chiko yang malakin Rega Yah.” Ucapku balik mengadukannya. Ayah terlihat stress melihat kami. “Ya sudah terserah, mau di lanjutkan juga terserah. Chiko nanti kamu kirim jadwal kamu ke ayah.” Ucap beliau kemudian berlalu setelah Chiko menjawab. “Udah gede masih aja di pantau Ayah, kaya bocah.” Cibirku. Chiko terkekeh. “Katanya kalau mau nggak di kepoin, aku harus nikah dulu kaya mas Rega. Minimal punya pacar yang bener katanya.” Pengakuan Chiko membuat aku tertawa. “Rekan kerja kamu kan cantik-cantik tuh. Mau yang kaya apa sih kamu itu?” “Tau ah males bahas itu. Kita balik ke masalah uang.” Ringisnya. “Kamu pasti bodohi Wendy kan makanya dia mau keluar duit segitu. Kalau nggak aku pantau kayaknya dia udah miskin saking nggak tegaanya.” Desahku kesal. Chiko tertawa terbahak-bahak. “Calon istri baik bukannya di dukung mas.” “Dia itu bodoh bukan baik.” Desahku. Chiko kemudian mengeluarkan sebuah proposal pembangunan panti asuhan. “Masih inget panti yang dulu waktu kecil kita pernah datangi kan mas? Nah lahannya kena sita da di gusur. Karena itu aku sama beberapa temen mau bangunkan kembali panti ini, di lahan yang baru. Lahannya udah dapet berkat donasi dari mbak Wendy yang langsung gercep tranfer padahal aku belum jelasin detailnya. Nah mas mau bantu buat bangunannya nggak?” ujarnya menjelaskan. Aku tersenyum tipis mendengar penjelasan Chiko. “Kurangnya berapa?” tanyaku. Chiko kemudian menjelaskan rincian keuangan dan rincian kebutuhan. Rupanya adikku ini lumayan berguna juga karena sudah banyak uang yang masuk dari rekan sesama Artis dan tentu saja dari sumber uang paling besar di rumah ini yaitu Ayah dan Bunda. “Jadi kurang lebihnya segitu mas. Mas mau bantu berapa nih?" tanyanya. Aku langsung mengambil ponselku dan membuka e-bangking kemudian mentransfer sisa kekurangannya. “Udah, nggak usah di kasih tahu ke orang-orang nama gue. Dan jangan ikut campur urusan gue sama Wendy di depan Ayah sama Bunda oke?” ucapku kemudian beranjak dari kasurnya hendak keluar. “Duit lo sebenernya ada berapa banyak sih mas? Segini gedenya lo gampang banget transfernya.” Ucapnya heran. Aku menoleh ke arahnya kemudian terkekeh tanpa menjawabnya. Tapi satu hal yang aku dapat dari percakapanku dengan Chiko adalah kebaikan Wendy yang tidak pernah berubah. Membuat aku semakin yakin bahwa menikahi Wendy adalah keputusan paling tepat di hidupku. *** “Kenapa chat aku nggak ada satu pun yang di balas Ga?” tanya Sarah. Sekarang aku sedang bertemu dengannya di sebuah Restauran. Aku perlu berbicara dengannya. “Aku sibuk banget Weekend kemarin.” Ucapku jujur. Aku memang sibuk, sibuk berduaan dengan Wendy dan sibuk menyelesaikan pekerjaan juga. “Sibuk pacaran?” “Bukan urusan kamu.” Balasku cepat. Sarah langsung diam. Aku masih sibuk denga tablet di tanganku. Sekarang aku sedang meninggalkan kantor sebentar karena aku perlu berbicara dengan Sarah. Tentu saja aku sudah berpamitan dengan gadis nakalku yang hari ini sudah tidak menggunakan rok pendek lagi. Aku suka sekali saat dia menuruti perkataanku. Aku lihat Sarah tampak kesal dan mulai membuka ponselnya. Baru saja Ayah mengumumkan tentang pernikahanku di Sosial media dan langsung terbit beberapa artikel di media. Aku yakin sekarang Sarah akan melihatnya. “Kamu mau nikah?” tanyanya kaget. Aku kemudian meletakkan tabletku dan menatapnya. “Benar.” Jawabku. Dia terlihat tertawa ringan dengan wajah tidak percaya. “Jangan bercanda Regarta! Dia udah nyakitin kamu dan kamu mau nikahin dia?” “Enggak, Wendy tidak pernah menyakiti aku. Justru sebaliknya.” Balasku. Wajah Sarah terlihat kecewa berat, sepertinya dugaan Riko dan yang lain jika wanita ini menyukaiku itu benar. Aku saja yang tidak peka karena selama ini dia selalu menuruti batasan yang aku berikan. “Aku juga sudah klarifikasi tentang hubungan kita di kolom komentar dan lumayan ramai juga di media kan? Nanti aku juga akan klarifikasi secara langsung. Sejak awal perjanjian, kita sepakat akan mengakhirinya jika salah satu di antara kita mendapatkan kekasih bukan? Dan aku bukan hanya mendapatkan kekasih tapi aku mau menikah. Karena itu aku harap tidak ada masalah di antara kita setelah ini berakhir. Dan kamu juga mau klarifikasi tentang hubungan baik kita selama ini yang hanya teman dan rekan kerja saja.” Ucapku menjelaskan. Sarah terlihat seperti ingin menangis. Tapi sekejam apapun kenyataan harus di katakan dengan jujur. Karena kebohongan tidak akan membawa kebaikan sedikitpun. “Ini terlalu mendadak buat aku, masih banyak hal yang harus kita selesaikan Ga.” “Apa lagi? Soal apa? Pekerjaan kita masih bisa berjalan sekalipun aku sudah menikah. Lagipula tahun ini juga perjanjiannya berakhir bukan? Semua sudah berjalan sesuai perjanjian dan aku juga sudah melakukan kewajibanku sebagai penyedia furniture untuk pembangunan hotel baru kamu di Bali. Semua sudah beres dan sudah akan launching pembukaanya akhir tahun ini. Selama ini perjanjian kita hanya agar kita berdua tidak mendapatkan gosip yang merepotkan saja bukan? Aku sudah menemukan calon istri yang aku tunggu lebih dari enam tahun. Kamu juga seharusnya segera menemukannya karena kamu juga sudah waktunya menikah.” Sangkalku sesuai fakta yang ada. Mata Sarah memerah. “Apa tidak bisa memberitahuku lebih dulu sebelum ramai di media?” “Maaf yah Sar, tapi keluarga memang sepakat buat nggak kasih tahu siapapun dulu sebelum di umumin secara resmi.” “Kenapa sih harus dia Ga? Dia udah ninggalin kamu bertahun-tahun dan nggak ada kontribusi apapun di hidup kamu.” “Kamu salah besar Sar. Justru karena dia meninggalkan aku dia berkontribusi sangat besar di masa depanku hingga aku jadi seperti sekarang. Wendy mengorbankan perasaanya untuk berpisah dengan aku untuk membuat aku lebih fokus pada pendidikanku. Selama ini aku tidak pernah serius pada pendidikan dan hal lain selama menjadi kekasihnya. Aku terlalu mencintainya dan menjadikannya prioritas. Untuk alasan itulah dia ninggalin aku. Wendy paling tahu bahwa aku memikul tanggungjawab segunung karena itu aku harus berhasil. Dia mungkin tidak ada di dekatku dalam proses yang aku lakukan, tapi tanpa tekanan dari dia aku tidak akan ada di Inggris, aku tidak akan lulus dengan cepat, aku tidak akan punya semangat belajar sehebat itu.” Ucapku menjelaskan. “Kamu sangat peka dengan Wendy tapi kamu tidak peka dengan aku sedikitpun. Padahal selama enam tahun ini aku yang ada di dekat kamu.” Balasnya terdengar sedih. “Aku bukan tidak peka, tapi kamu yang tidak peka.” Jawabku membuatnya menoleh ke arahku dengan bingung. “Aku memberi jarak mengerikan denganmu sekalipun kita sudah lama dekat. Seharusnya kamu sudah tahu bahwa sejak pertama kali kita bertemu, kamu tidak mungkin akan ada di hatiku seujung rambut pun.” Tambahku lagi. “Padahal aku meninggalkan Jeff karena kamu.” “Aku tidak pernah memintanya bukan? Itu keputusan gegabah kamu sendiri.” “Ternyata benar yang di katakan Riko. Kamu bisa sekejam ini.” Kekehnya pelan. Jenis kekehan kecewa bukan karena ada sesuatu yang lucu. “Sudahlah Sarah, jangan drama seperti ini. Seharusnya kamu sudah tahu jika aku tidak pernah ada perasaan padamu. Dari sikapku saja seharusnya sudah kelihatan bukan?” “Baiklah, kita akhiri saja pembicaraan ini. Aku ada urusan.” Pamitnya. Langsung berdiri dan membereskan tasnya. “Kedepannya, kalau kamu sampai mengganggu Wendy melalui fans kamu, kamu akan melihat sisi aku yang lebih jahat. Berterimakasih lah pada calon istriku karena dia tidak mengaukan chat kamu padanya yang jahat itu sehingga hubungan kita masih baik hingga detik ini.” Ucapku menghentikkan langkahnya. Sarah menoleh sedikit ke arahku dengan wajah merah padam. Setelah itu dia melanjutkan langkahnya untuk pergi. Melihat dari kepribadian Sarah, dia tidak akan tinggal diam. Tapi aku juga sudah siap menghadapainya untuk melindungi Wendy. Penjahat paling jahat saja aku mampu menyingkirkannya, apalagi hanya Sarah. Tapi aku akn tetap menghargai hubungan baik kami selama bertahun-tahun ini jadi jika dia tidak menyakiti fisik Wendy aku akan mmberinya peringatan dan pelajaran sewajarnya. Tapi jika Wendy sampai terluka, jangan salahkan aku jika aku jadi pembunuh. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN