BAB 12. Aturan Sebelum Sewa Pacar

1832 Kata
Aku sudah rapih dan cekikikan sendiri membayangkan wajah kesal Regarta jika bertemu pacar sewaaanku nanti. Tapi sebelum menghadapi mantan pacar menyebalkanku yang pasti tidak akan diam saja melihat aku bawa laki-laki tampan, aku memutuskan untuk minum teh dan biskuit serta menikmati pagi hari menjelang siangku yang indah dan tentram tanpa gangguan Regarta ini. Sebuah pesan masuk, itu dari Regarta. “Jangan pakai rok pendek dan baju yang cantik.” Ancamnya membuatku terkikik. Berandalan ini mulai posesif setelah mengakui perasaanya padaku lagi. “Aku udah pakai dress cantik dan dadan. Kan mau ketemu pacar.” Balasku langsung di balas emoticon marah. “Aku culik ke Apartemen aku kalau berani.” Ancamnya. “Nggak takut wleee...” Balasku meledek. Regarta mengirim banyak sekali emot kesal yang aku abaikan. Aku kembali menikmati teh hangat dan biskuit asin kesukaanku, tidak lupa alunan musik klasik yang mengalun meru. Terkadang aku bahkan suka menggerakan anggota tubuhku sendiri mengikuti irama musik. Jiwa penari yang di wariskan Mom akan selalu ada sekalipun aku sudah melepaskan impianku menjadi seorang Balerina. Menjelang siang aku berangakat dari Apartemen, tiak lupa menggunakan masker karena pemberitaan tentangku mulai banyak di sosial media dengan sebagaian besar mencuri foto profilku sebagai bahan pemberitaan mereka. Tapi aku merasa sedikit aneh karena sejak pagi Nolan hanya membalas pesanku sekali saja dan pesanku selanjutnya tidak dia balas lagi. Karena itu, ketika aku sampai di Horison menjelang waktu janjian aku menelponnya. Hingga pnggilanku yang ke delapan tidak di angkat. Aku menghubungi pihak agensi penyewaan pacar juga tidak di jawab. Aku mulai panik, apalagi Regarta mengatakan sudah otw. Di panggilan ke dua belas akhirnya Nolan menjawabnya. “Kamu di mana? Aku udah di Horison.” Ucapku sedikit kesal sambil mengintip arlojiku yang sudah menunjukkan pukul tiga kurang lima belas. “MbaK Wendy aku minta maaf banget tapi ada orang suruhan suami mbak Wendy yang datang menemui saya dan memberikan saya upah tiga kali lipat serta memberi perusahaan bantuan pengiklanan jadi kami terpaksa lebih berpihak pada calon suami mbak Weny. Mbak kan tahu saya lagi butuh uang. Sekali lagi saya minta maaf yah mbak.” Ucap Nolan kemudian mematikan sambungannya begitu saja. Aku mematung di tempat. Perasaan marah, malu, kesal, jengkel dan banyak perasaan lain bercampur di dalam kepalaku dan membuat mataku memanas. “Kira-kira menghilang ke mana yah pacar kamu itu?” sebuah Chat dengan emoticon meledek dari Regarta membuat air mataku jatuh. Aku tidak ingin menangis di depan kafe yang lumayan banyak orang berlalu lalang ini. “Diem.” Balasku dengan emot marah. Au malu sekali padanya, kalau bisa aku ingin tidak bertemu dengannya lagi. Tapi itu tidak mungkin karena besok hari senin dan aku harus berhadapan dengan boss menyebalkan itu lagi. “Mau aku kasih rules sewa pacar lagi nggak?” tanyanya lagi dengan menyebalkan di dalam chatnya. Aku sudah menangis sambil jalan untuk mencari taksi. “Aku bilang dieeem.” Balasku lagi. “Kita nggak usah ketemu dulu 10 tahun minimal.” Aku kembali membalas chat jahilnya yang lain. Aku malu sekali padanya. Sekarang dia pasti sedang mentertawaiku, atau mungkin sudah mentertawaiku sejak kemarin. Aku lupa bahwa Regarta menakutkan jika ingin tahu. Entah bagaimana caranya dia bisa tahu aku menyewa pacar tapi ini memalukan sekali. “Wendy! Mau kemana?” tanyanya setengah berlari menghampiriku. “Nggak usah sok peduli! Pergi aja sana ke Neraka!” ucapku sambil menangis, lalu aku langsung masuk ke dalam taksi dan menyuruh pak supir untuk melajukan mobilnya. Regarta terlihat mengejar beberapa meter sebelum dia berbalik dengan berlari lebih cepat. Sepertinya dia hendak mengejarku mengunakan mobilku. Karenanya ketika ku sampai Apartemen, aku segera berlari masuk lift lebih dulu karena aku tahu Berandalan itu mengejarku. Setelah itu aku masuk ke Unitku dan menangis sesenggukkan di sana. “Wendy! Buka pintunya! Ayo kita bicara.” Terdengar suara Regarta tapi aku diam saja dan tetap menangis. Tidak bisa di tahan lagi. Aku malu padanya karena ketahuan menyewa pacar hanya untuk bertemu dengannya. Tingkat menyebalkan Regarta kali ini sudah di luar nalar manusia dan aku kesal sekali. Aku ingin menjambak rambutnya agar aku puas tapi aku terlalu malu untuk bertemu dengannya. Lelah karena gedoran pintunya aku abaikan, laki-laki itu mengirimi aku pesan. “Aku di depan pintu Apart kamu, bukain! Jangan nangis terus jelek! Ayo makan!” ucapnya dalam pesan singkat yang dia kirimkan. “Nggak mau, kamu jahat. Aku benci banget sama kamu. Sana pergi aja ke pacar kamu.” Balasku masih dengan sesenggukan. “Ya udah aku minta maaf deh, tapi bukain pintu jangan nangis.” “Nggak mau.” “Bukain Pintu, atau aku dobrak Wendy!” balasan dengan nada memerintah ini membuatku menangis lagi. Padahal tadi dia sudah meminta maaf tapi ternyata maafnya itu paslu. “Wendy, aku minta maaf. Buka yah pintunya. Ayo kita makan, kamu belum makan kan?” tanyanya dengan suara yang melembut di depan pintu setelah aku tidak lagi membalas chatnya. “Aku malu kamu tahu nggak? Aku sebel sama kamu. Jahat banget jadi orang. Aku benci sama kamu sampai pengen aku jambak rambut kamu.” Ucapku masih menangis. “Ya buka dulu pintunya nanti boleh jambak deh.” Balasnya memelas. “Aku malu sama kamu hiks...” aku kembali menangis membuat Regarta terdengar mendesah. “Iya aku yang salah, aku salah banget sama kamu. Janji nggak akan gitu lagi.” “Bohong,” “Nggak bohong selama kamu nggak deket sama cowok manapun.” “Kamu jahat aku sebel.” “Buka pintunya yah, kepala aku pusing. Kalau aku pingsan di sini nanti kamu kesulitan bawa aku masuk kan?” ucapnya dengan suara yang sedikit lemah. Lalu aku kembali teringat kalau laki-laki ini baru agak mendingan dari sakitnya kemarin. Lalu tadi dia harus lari-larian di jalan mengejar taksiku dan lari-larian menuju ke unitku. Pasti dia pusing sekali. “Pusing banget?” tanyaku mulai khawatir. Aku menghapus air mataku kasar sambil menghisap cairan hidung yang keluar setelah menangis sebelum bangkit dan menuju pintu. “Regarta kamu pusing banget?” tanyaku lagi karena tidak kunjung mendapatkan balasan. “Regarta nggak lucu! Kamu nggak papa kan?” aku mulai panik dan buru-buru membua pintu. Tapi setelah pintu aku gbuka, laki-laki itu langsung menubruk masuk dan memelukku erat sambil meringis. Aku memukuli punggungnya karena tadi dia berbohong. Regarta terkekeh melihat aku mengamukinya. “Udah puas marah-marahnya?” tanyanya ketika aku kelelahan dan meringkuk di dalam pelukannya. Kami sudah berpindah ke ranjang karena Regarta menggendongku secara paksa dan membawaku ke ranjang. “Belum.” Balasku lirih. Wajahku aku benamkan di dadanya. Tidak berani menatap wajahnya karena aku malu. “Ya sudah mau apa? Mau jambak?” tanyanya lembut. Tangannya membelai rambutku pelan, membuat aku mulai mengantuk. “Istirahat dulu aku capek.” Balasnku membuatnya terkekeh. “Ngapain sih sewa-sewa pacar kaya gitu hmm? Aku nggak suka kamu foto sama dia sambil gandengan kaya yang kamu posting. Aku juga nggak akan ketawain kamu sekalipun kamu nggak punya pacar. Itu malah yang aku harapkan.” “Aku sebel sama pacar kamu tuh ganggu aku terus jadinya aku sebel kalau kamu gangguin aku. Nanti dia marah-marahnya sama aku. Makanya aku bilang aja punya pacar.” Ucapku dengan nada masih merajuk. Aku merasakan kepalaku di kecup olehnya. “Dia bukan pacar aku, kan aku sudah bilang. Aku juga udah klarifikasi kan lewat postingan kamu. Besok aku akan konfirmasi secara langsung ke publik sekaligus Ayah akan mengumumkan pernikahan kita. Nggak usah di pikirin lagi, kalau dia gangguin kamu lagi bilang sama aku. Apa-apa bilang sama aku dong, jangan di simpen sendiri. Kalau kemarin aku nggak lihat chat kamu sama Sarah aku nggak tahu kalau sifatnya sama kamu ternyata kaya gitu. Aku bukan peramal yang bisa tahu semua hal yang ada di kepala kamu Wendy! Aku harus di kasih tahu. Gimana perasaan kamu, apa yang kamu inginkan dan apa yang menggangu kamu harus kamu katakan supaya aku paham dan ngerti.” Regarta menjelaskan panjang lebar. Aku semakin menyerukkan kepalaku ke dadanya dan memeluknya lebih erat. Tubuhnya masih menjadi tempat paling nyaman untuk aku bersandar. Hangatnya masih membuat aku ketagihan berada di dekapannya ini. Wangi tubuhnya membuat aku terlena dan rasanya sulit untuk melepaskannya. “Kamu pikir gampang percaya lagi sama kamu, aku kan butuh proses.” Jawabku mengundang kekehannya. “Berapa lama?” “Nggak tahu.” “Nggak papa, kita punya banyak waktu kok. Soalnya kan kamu akan jadi milik aku selamanya.” Balasnya jujur saja membuat pipi aku memanas. Apalagi setelah itu dia mengecup pipiku dengan gemas. “Gemes banget lihat ini merah.” Kekehnya. Membuat aku semakin membenamkan wajahnya. “Lihat aku sebentar!” perintahnya yang aku balas dengan gelengan. “Bentar doang Wendy! Aku mau lihat wajah kamu.” “Aku bilang nggak mau.” Jawabku ketus. Regarta tertawa ringan. Tapi kemudian dia menggelitiki tubuhku sehingga aku terpaksa melepaskan pelukannya dan memukulinya dengan kesal. Regarta tertawa tapi tiba-tiba saja bibirnya sudah mendarat di bibirku dan tangannya menarik tengkukku mendekat untuk memulai ciuman dalamnya yang terasa panas ini. Aku berusaha melepaskan diri tapi dia malah memaksaku terlentang dan dia memenjarakan tanganku di atas kepalaku tanpa melepaskan tautan bibirnya yang sudah mulai terasa menggebu-gebu. Deru napasnya membuat aku merasakan sengatan listrik hebat di sekujur tubuhku. Sudah lama sekali aku tidak merasakan sensasi ini. Terakhir kali sepertinya ketika aku berimajinasi kotor tentang laki-laki ini di Rumah Sakit sekitar enam tahun lalu. Setelah puas mengobrak-abrik mulutku menggunakan lidahnya yang dia masukkan secara paksa, Regarta akhirnya melepaskan bibirku dan membiarkan aku bernapas. “Itu hukuman buat gadis nakalku yang berani foto gandengan sama cowok lain.” Bisiknya mesra. Jarak kami masih dekat sekali dan aku sudah terbuai dalam ciuman romantisnya yang curang itu. Memang curang, karena sekalipun aku tidak mau pada awalnya, endingnya aku justru selalu menginginkan lebih. Menyebalkan sekali karena iblis ini sangat pandai berciuman. “Itu kan Cuma bayanganhmmmpfhh...” Dia kembali melumat bibirku ketika aku melakukan pembelaan. Dan ketika aku terengah-engah barulah dia melepaskannya. “Bayangan cantik kamu berada di satu tempat sama cowok lain aja aku nggak rela, apalagi aku tahu hari itu kamu beneran ketemuan sama dia.” Ucap Regarta dengan tatapan cemburu yang mengerikan. “Maaf.” Cicitku tidak berani menatap matanya. “Apa? Aku nggak denger Wendy?” “Aku minta maaf.” Ulangku dengan lebih keras. “Maaf kenapa?” “Maaf udah deket-deket sama cowok lain. Padahal kamu juga deket-deket Sarah.” Ketusku. Wajahku di ciumi dengan gemas olehnya sampai aku berteriak kesal karena tanganku di kunci rapat dan tidak bisa memberontak. “Nanti Ayah yang akan jelasin soal Sarah. Tapi aku suka banget lihat kamu cemburu kaya tadi.” “Aku nggak cemburu.” Ucapku tidak terima. Regarta menyeringai. “Mau tahu hal-hal yang aku suka banget dari kamu nggak?” bisiknya pelan. Aku mengatupkan bibirku dan tidak menjawab. “Aku suka lihat wajah kesal kamu, aku suka lihat kamu cemburu, aku suka lihat kamu punya tanda merah buatanku di leher, dan aku juga suka lihat bibir kamu bengkak bekas aku cium kaya gini.” Bisiknya pelan sekali. Aku yakin wajahku merah padam sekarang. Apalagi seluruh bagiannya sedang di ciumi olehnya hingga ke leher. Berduaan dengan iblis ini memang sangat berbahaya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN