Laki-laki nakal ini masih cemberut sambil duduk di ranjang ketika aku mengancam akan melarikan diri dari pernikahan jika dia sampai macam-macam. Wajahnya keruh sekali sampai rasanya bisa menciptakan badai di kamarku. “Sini di lihat dulu ini undangannya.” Ucapku jengkel karena dari tadi dia mengabaikanku. Apa sebenarnya mau orang ini? Kenapa sulit sekali memahaminya? Aku memang benar-benar harus memiliki kesabaran seluas samudra menjadi calon istrinya. “Regarta!” Aku memanggilnya lagi tapi dia tetap tidak bergeming. Rupanya dia berusaha membuat aku mengerti bahwa dia benar-benar marah. “Baiklah, baiklah. Katakan apa kesalahanku?” desahku lelah. Jika sedang merajuk laki-laki ini memang seperti anak kecil. Aku harus banyak mengalah sepertinya. “Banyak.” Jawabnya akhirnya bersuara. “Ya su