" Kok Siti sulit dihubungi ya." Gumam Tasya sambil memegang ponselnya.
Hampir tiap hari Tasya berusaha menghubungi Siti namun semua pesan tidak dijawabnya dan panggilannya pun sulit terhubung. Ponsel Siti tidak aktif terus. Tasya jadi mengkhawatirkan Siti.
" Mas Adit, Waktu itu mas Adit nganter Siti sampai rumahnya kan?" Tasya menemui Adit sopir yang mengantar Siti waktu itu. Memastikan seminggu yang lalu Siti sudah sampai tujuan.
Akhir-akhir ini kan banyak kasus penculikan. Wajar jika Tasya khawatir.
Adit seperti biasa sibuk di garasi mengelap mobil dan memanaskan mesin mobil sambil mendengarkan lagu. Ia tampak sedikit terkejut juga dengan kedatangan Tasya cucu majikannya yang cantik jelita. Waktu pertama kali menginjakkan kaki di rumah kediaman Hadiwijaya, pemuda itu sempat naksir Tasya.
Perasaannya langsung sirna ketika tahu status Tasya yang sudah menikah dan punya anak.
" Iya Mbak, bahkan waktu itu saya yang mengangkat kopernya dan saya juga sempat ngopi dulu di rumahnya." Adit memberikan keterangan yang sebenarnya.
" Tapi sampai detik ini ga ada kabarnya." Tasya menatap Adit.
" Udah ditelpon?" Tanya Adit.
" Udah"
Tasya lalu meninggalkan Adit masuk kembali ke dalam rumah menemui Omanya.
" Oma, kok ga ada kabar dari Siti ya." Tasya mengadu kepada sang Oma.
Bu Ratih sedang sibuk memasak di dapur. Menyiapkan makan siang.
" Oma juga udah coba hubungin dia tapi ga nyambung." Bu Ratih berkata dengan nada super cemas. Sejenak ia alihkan pandangan ke arah Tasya.
" Siti aneh banget ya." Tasya heran. Ibu satu anak itu yakin ada yang tidak beres dengan Siti. Lebih tepatnya setelah pulang dengan Omnya malam itu. Jangan-jangan karena diomelin Erik. Tasya menebak-nebak. Waktu itu Erik kan sempat menegur Siti. Tapi masa sih gara-gara itu Siti kabur.
" Hmm, Tasya kayanya ini gara-gara Oma deh, Siti jadi pergi." Bu Ratih mulai membuka rahasia antara dirinya dan Siti. Waktu itu dia sempat mendatangi Siti ke kamarnya membicarakan keinginan Diki.
" Maksud Oma?" Tasya tidak mengerti. Kenapa Omanya berkata seperti itu. Memangnya apa yang terjadi?
" Waktu itu Om Diki bilang berniat ingin menikahi Siti, Oma tidak setuju tapi Om kamu ngotot lalu dengan terpaksa Oma mengabulkan keinginannya Om Diki dengan bicara kepada Siti tentang niat Om Diki. Siti histeris. Ia menolak katanya ia sudah punya calon suami." Sang Oma menjelaskan panjang lebar.
" Pantesan sikap dia rada aneh." Tasya ga habis pikir jika itu yang menjadi alasannya. Gadis itu jadi tahu alasan perubahan sikap Siti.
" Maafin Oma ya Tasya." Bu Ratih merasa bersalah.
" Kayanya kita harus menyusul Siti deh ke Cianjur." ujar Tasya. Ia ingin penjelasan dari Siti.
" Oma juga setuju. Oma ingin minta maaf. Oma merasa bersalah." Bu Ratih menyesal dengan apa yang telah terjadi.
" Tasya pikir Siti suka sama Om Diki, mereka kan sering banget cekcok. Mereka sering terlibat perdebatan terkadang saling canda juga." Tasya mengingat-ingat hubungan antara Om dan Babysitter Ehsan.
" Siti udah punya calon, Cowoknya di Malaysia jadi TKI. Dua tahun lagi mereka menikah. Makanya ia menolak tawaran Oma. Siti juga tidak mau dijadikan pelarian Om Diki." Papar Oma berusia 64 tahun itu.
" Oh gitu ya .. Siti ga pernah cerita." Tasya baru tahu fakta tentang Siti.
" Oma juga ga maksa dia, cuma memohon. Kayanya Siti ga enak sama Oma jadinya dia pergi." Bu Ratih memberikan dugaan.
" Besok pagi kita harus segera menyusul Siti. Hari senin Mama sama Papa kan mau berangkat. Tasya butuh banget Siti." Ujar Tasya.
" Iya Oma setuju, biar besok Oma temani." Bu Ratih setuju.
" Sayang, kalian lagi merencanakan apa?" Erik datang dari arah lantai atas sambil memangku Ehsan.
" Yah, besok kita ke Cianjur jemput Siti. " Tasya memberitahukan niatnya kepada suaminya.
" Oke. Sekalian Ayah pulang ke Bogor." Erik setuju.
" Bunda juga mau nginep ya, pulang senin pagi." Ujar Tasya.
***
Hari Minggu pagi pukul 8, Bu Ratih, Erik dan Tasya serta Ehsan bertolak ke Cianjur ditemani Adit sopirnya. Mereka akan menjemput Siti. Babysitter Ehsan itu sudah seminggu lebih tanpa kabar berita. Padahal ia izin hanya tiga hari.
Awalnya Diki yang ngotot mau ikut menjemput namun Tasya tidak setuju karena Tasya tidak yakin Siti mau bertemu Diki.
" Nanti Oma nunggu di mobil saja ya, kalian aja yang duluan nemuin Siti, ntar kalau situasi memungkinkan baru Oma temui Siti." Bu Ratih juga ragu bertemu Siti, khawatir gadis berusia 20 tahun itu shock melihatnya.
" Oma ikut aja." Saran Erik
" Oma mau nunggu aja." keukeuh wanita berkerudung kuning itu.
Tak terasa setelah 4 jam perjalanan akhirnya mereka sampai di tempat tujuan. Sepanjang perjalanan Ehsan tertidur pulas. Baru bangun saat tiba.
" Itu rumahnya yang bercat hijau muda." Adit menunjukkan letak rumah Siti.
" Parkir di lapang ini aja." Perintah Erik. Jarak lapang ke rumah Siti sekitar 50 meter.
" Oma yakin ga turun?" Tasya memandang Omanya yang duduk di sampingnya.
" Ga usah, Oma di sini aja dulu." Jawab Bu Ratih.
" Ya udah." Ujar Tasya. Ia turun sambil membawa tas berisi perlengkapan Ehsan. Sementara Ehsan dari tadi berada di pangkuan ayahnya.
***
Siti baru tiba di rumahnya setelah 3 hari di rawat di Rumah Sakit.
Begitu memasuki ruang tamu, ia dikejutkan dengan kehadiran Tasya dan keluarganya yang ditemani oleh neneknya Siti.
" Neng Tasya..." Siti menyapa Tasya yang sedang duduk di ruang tamu. Siti datang bersama Ibu dan Bapaknya.
Tasya dan Erik bangkit dari tempat duduknya dan menyalami orang tua Siti.
" Neng Tasya apa kabar?" Ibunya Siti bertanya.
" Alhamdulillah sehat, bibi sama emang gimana? Jawab Tasya lalu balik bertanya.
" Alhamdulillah baik juga." Jawab wanita berusia 50an itu.
" Siti, kamu sakit apa?" Tanya Tasya. Tadi neneknya Siti memberi tahukannya. Pantas saja Siti tidak cepat kembali ternyata sakit.
" Maafin Siti ya neng, Siti teh ga ngasih kabar ke neng. HP Siti mati. chargernya ketinggalan di Jakarta." Siti merasa bersalah. Gadis itu lalu duduk di samping Tasya memberikan alasan perihal keterlambatannya kembali ke Jakarta.
" Terus kamu sakit apa?" Tasya mengajukan pertanyaannya sekali lagi.
" Mag siti kambuh." Jawabnya.
Siti terlalu keras berpikir. Ia agak stress dan terguncang atas apa yang dikatakan Bu Ratih. Perihal Diki yang menginginkan dirinya menjadi istri pria jomblo itu. Jadinya Siti jatuh sakit dan terpaksa diopname.
" Kalian teh sudah lama belum?" Bapaknya Siti bertanya.
" Sekitar 10 menit an." jawab Erik.
" Silahkan kalian ngobrol dulu, kami pamit ka dapur heula nya."
Nenek serta orang tua Siti pergi meninggalkan Siti dan majikannya. Mereka seolah ingin memberikan kesempatan untuk anak dan majikannya bicara.
" Ehsan,...Sini yuk sama Tante Siti. Tante kangen banget sama kamu. Anak ganteng." Siti meminta asuhannya yang berusia 4 bulan itu. Erik langsung memberikannya.
" Siti sebenarnya kamu kenapa?"
" Maafkan Siti, Siti memang lagi tertekan. Mas Diki tuh ingin menikahi Siti. Tapi Siti tidak mau. Bu Ratih juga memohon-mohon. Siti tidak bisa memenuhi keinginannya karena Siti udah punya calon. 2 tahun lagi kalau kontrak A Wawan udah selesai dia mau langsung melamar dan menikahi Siti. Siti bingung harus bagaimana." Siti membeberkan masalah pribadinya dengan Diki dan Bu Ratih.
" Aku minta maaf ya, Aku sampai ga tahu masalah itu. O iya kamu tidak perlu khawatir Oma ga akan maksa kamu kok. Soal Om Diki mungkin dia juga lagi stres berat jadinya ngomong yang aneh-aneh. Kalau kamu nolak dia ya ga apa-apa kamu tidak perlu tertekan. Aku sih berharap kamu kembali ikut ke Jakarta. Kalaupun belum siap juga aku bisa kasih waktu." Tasya berkata panjang lebar. Ia dapat memahami perasaan Siti.
***
Diki masih galau dan pikirannya belum seratus persen jernih. Ia masih terpengaruh oleh masalah pribadinya. Meskipun demikian ia tetap pergi ke kantor apalagi Dany sedang pergi ke luar kota maka dirinya yang bertugas mewakili Dany.
Penampilan Diki sekarang jauh berbeda tampak kusut dan kurus. Pria itu seolah baru sembuh dari sakit berbulan-bulan.
Tepat pukul 12 saat jam istirahat dan ia baru saja selesai menunaikan ibadah sholat Dzuhur tiba-tiba ponselnya bergetar, tersengat bunyi pemberitahuan aplikasi WA.
Silmi. Jantungnya langsung berdetak kencang. Gadis itu menghubungi dirinya setelah seminggu lebih tanpa kabar berita dan Diki juga tidak mau menghubunginya setelah penolakan dari ayahnya Silmi.
Silmi
Assalamualaikum, maaf mengganggu mas.
Diki
Waalaikumsalam, Silmi. Ada apa ya?
Silmi
Silmi cuma ingin minta maaf yang sebesar-besarnya kepada mas Diki atas apa yang terjadi. Silmi tidak bisa berbuat apa-apa.
Diki
Tidak apa-apa. Aku sadar diri kok. Aku memang tidak pantas menjadi menantu Ustadz.
Silmi
Mas Diki jangan sakit hati ya, kita harus mengikhlaskan hubungan kita tidak bisa berlanjut. Semua mungkin sudah takdir. Silmi harap mas Diki segera mendapatkan pendamping hidup yang lebih baik dari Silmi. Maafkan atas sikap keluarga Silmi yang berlebihan. Silmi pribadi juga minta maaf.
Diki.
Aku udah maafin kamu dan keluarga kamu
Silmi
Alhamdulillah Silmi lega. Terimakasih banyak atas pengertiannya. Silmi harap hubungan Silaturahim kita tetap terjaga.
Diki tidak membalas chat terakhir Silmi. Ada perasaan nyeri dan sesak di dadanya jika kembali membayangkan sosok gadis bernama Silmi. Mengapa dirinya tidak ditolak dari awal saja. Mungkin ia tidak akan merasa sesakit ini.
Pria bertubuh tinggi itu lalu menitikkan air matanya. Ia sangat lemah dan rapuh.
****
TBC