" Tambah lagi 2 gelas!" Diki meminta tambahan minumannya.
" Mas Diki udah dong jangan kebanyakan minumnya." Siti benar-benar panik melihat perilaku Diki. Benar-benar tidak terpuji dan berlebihan.
" Eh Siti ini bajigur jadi ga bakalan bikin mabuk." Diki tidak peduli dengan larangan Siti. Pria itu memang penikmat bajigur sejati apalagi kalau lagi musim hujan, ia sanggup menghabiskan beberapa gelas.
" Iya ini bajigur Mas, Siti juga minum kan. Tapi mas Diki udah minum 5 gelas lho. Dan sekarang mau nambah lagi. Ntar perutnya kembung." Siti tampak cemas.
" Kamu cerewet amat sih tugas kamu cuma nemenin aku doang." Diki kesal.
Diki yang sedang patah hati sengaja memaksa Siti pergi dengannya tentu saja dengan izin Tasya.
Jika pria lain yang sedang patah hati akan melarikan diri ke klub malam, tidak untuk Diki. Seumur hidupnya ia tidak pernah tahu tempat seperti itu, walaupun dirinya pernah tinggal di Australia. Ia tidak pernah menegak yang namannya alkohol.
" Pulang yuk udah malam." Siti mengajak Diki meninggalkan kedai bajigur itu. Mereka sejak setengah tujuh tadi berada di sana.
" Baru jam 9." Diki masih betah berlama-lama.
" Neng Tasya pasti ngomel kalau Siti terlambat. Tadi Siti bilangnya cuma sebentar." keukeuh Siti. Gadis itu mulai gelisah.
" Udah ga usah khawatir kalau Tasya berani pecat kamu, kamu kerja di apartemen ku aja." Ucap Diki enteng sambil meminum sisa bajigur yang tinggal setengah gelas.
" Kerja apaan? Ayo mas pulang yuk." Siti terus membujuk Diki.
" Jadi ART aku atau jadi istri aku." Ucap Diki tanpa memandang Siti.
" Mas, barusan ngomong apa." Siti terbelalak.
" Aku serius Siti, kita nikah saja. Aku udah lelah sekali menghadapi semua ini." Diki tampak sedih.
Pria itu benar-benar kacau setelah dua bulan berjuang keras menghafal ayat demi ayat Al Qur'an hingga hafal 3 Juz, namun perjuangannya itu tidak dapat meloloskan dirinya menjadi. menantu Pak H. Imran Abdul Fattah. Sebab ia tidak memenuhi syarat.
" Jangan bicara yang bukan-bukan mas, buruan kita pulang." Siti tidak mau menanggapi omongan Diki.
Mengapa pria itu jadi ngelantur. Jangan-jangan mabuk bajigur.
Tangan Siti menarik lengan Diki memaksa pria itu berdiri. Akhirnya Diki mengalah. Ia lalu mengeluarkan dua lembar uang seratus ribuan membayar tagihannya. Setelah itu keduanya keluar dan menuju parkiran mobil.
***
" Siti, kamu darimana saja?" Erik menegur Siti. Pemuda itu sedari tadi menunggu kedatangan Siti. Empat jam lebih Babysitter itu pergi. Erik sangat kerepotan karena Ehsan malam ini mendadak rewel. Tasya juga sedang kurang enak badan.
" Maaf mas,..." Siti merasa bersalah. Ia tidak berani menatap majikannya.
Ia juga mendengar tangisan Ehsan. Itu semakin membuat dirinya merasa semakin bersalah.
" Siti baru nemenin Om jalan-jalan." Diki membantu Siti memberikan penjelasan.
" Lama banget dari sore." Erik seolah tidak mau tahu. Kalau sedang kesal Erik jadi mirip Dany.
" Maafkan Siti sekali lagi mas Erik. Siti ngaku salah." Siti tampak sedih. Semua gara-gara Diki.
" Jangan salahkan Siti." Diki menatap keponakannya. Erik juga dengan berani menatap omnya.
" Om yang maksa dia ikut." Diki membela Siti.
" Harusnya Om jangan libatkan Siti dalam masalah Om. Gara-gara Om Ehsan terlantar." Erik terus mengomel.
" Ada apa sih kok ribut-ribut." Tasya yang baru menidurkan Ehsan menghampiri mereka di ruang tengah lantai atas.
" Nih, Om Diki sama Siti ngeselin, jam segini baru pulang." Ujar Erik.
" Udah deh sayang, kasihan Om Diki dia lagi butuh teman." Tasya sok pengertian.
" Maafin Om." Diki meminta maaf.
" Yuk ah kita tidur, Ehsan juga udah tidur." Tasya memeluk Erik dari samping memaksanya meninggalkan Diki dan Siti.
Bukan tanpa alasan Erik jadi uring-uringan pasalnya acara bersama istrinya jadi terganggu. Keduanya malah sibuk mengurusi Ehsan.
****
Diki termenung di atas tempat tidurnya. Pikirannya kembali melayang kepada Silmi gadis pujaannya yang ia harapkan untuk dapat menjadi pendamping hidupnya. Semua rencana dan impiannya musnah sudah.
Ia ditolak menjadi menantu Pak Imran karena tidak memenuhi syarat. Diki dan Silmi sebetulnya saling mencintai. Diki berusaha menemui lagi orang tua Silmi namun mereka tetap tidak mau memberikan keringanan. Alasannya ada pria lain yang siap melamar Silmi. Seorang pria muda lulusan Al-Azhar Mesir. Pria yang lebih dari Diki dari segi ilmu pengetahuannya. Silmi tidak bisa membantah orang tuanya.
Mengapa kisah cintaku setragis ini?!! Diki menitikkan air matanya. Semakin lama ia menangis terisak. Hancur. Hatinya benar-benar hancur berkeping-keping.
***
Esok harinya Diki mendekati Mami Ratih yang sedang sibuk menata bunga mawar ke vas bunga di ruang tengah.
" Mi, Diki ingin nikahin Siti." Diki tanpa basa-basi dan pembukaan mengutarakan maksudnya.
" Apa kamu bilang?" Sang Mami menatap anaknya. Hampir saja ia menjatuhkan vas bunga yang sedang dipegangnya.
" Iya, aku udah bulat mau jadiin Siti istri Diki Mi." Pria itu dengan tegas memberikan pernyataan.
" YaAllah, Diki bukannya Mami ga setuju tapi Mami kasihan sama Siti. Kamu jangan jadikan dia pelarian. Siti itu gadis yang baik jadi jangan coba-coba menyakiti perasaannya." Wanita itu tidak habis pikir dengan ide putra bungsunya.
" Diki stress Mi. Setelah dipikir-pikir ternyata Diki suka sama Siti Mi." Diki jujur.
" Sejak kapan? Gara-gara gagal nikah sama Silmi kamu jangan berbuat seperti itu." Bu Ratih menatap Diki tak percaya.
" Diki tertarik sama Siti udah lama mungjin sejak pertama kali bertemu, hanya aku tidak yakin dengan perasaan ini, Siti orangnya ceria dan periang. Dia selalu menghibur ku." Diki jujur.
Bu Ratih tidak mampu berkata-kata lagi. Ia hanya menggelengkan kepalanya.
***
" Neng, Siti izin mudik ya 3 hari." Siti mencoba meminta cuti kepada Tasya
" Emang kenapa Siti? Bapak kamu sakit lagi ya?" Tasya bertanya penuh selidik.
" Bukan, Siti cuma kangen kampung halaman saja." Jawab Siti. Ada kebohongan di matanya.
" Hmm, Tapi janji cuma 3 hari aja ya. Soalnya aku lagi banyak tugas kuliah. Minggu depan Mama sama Papa mau pergi ke Makassar seminggu. Kasihan Ehsan ga ada yang jagain." Akhirnya Tasya memberikan izin. Selama kerja hampir 5 bulan Siti tidak pernah mudik.
" Iya Neng. Makasih banyak ya udah izinin Siti." Siti tersenyum senang walaupun hatinya masih kalut.
" Mau pulang kapan? Nanti minta anter sama mas Adit aja ya." Tanya Tasya.
" Nanti sore." Jawab Siti. Sebenarnya sejak tadi malam dirinya sudah packing. Ia ingin melarikan diri alias kabur setelah Bu Ratih mendatangi dirinya dan memintanya untuk menjadi menantunya.
***
Seminggu kemudian
Kondisi Diki benar-benar memperhatikan. Kerjanya hanya melamun, selera makannya pun turun drastis. Sang kakak ipar, Heni berusaha memasak makanan kesukaannya, namun tetap saja tidak membuahkan hasil.
Persoalan Diki bertambah berat bukan hanya karena Silmi namun juga masalah Siti yang sudah seminggu mudik belum kembali. Gadis itu sulit untuk dihubungi.
" Masa berkabungnya udah selesai?" Dany mendekati adiknya. Sang Adik semata wayangnya itu sedang tiduran di ranjangnya.
" Lo ga ngerti perasaan gua Dan." Diki bangkit dari tempat tidurnya. Menatap sendu sang abang.
" Gua juga pernah patah hati malah lebih parah. Lo kaya ABG banget ya sampai seminggu ga masuk kantor cuman gara-gara itu. Gua sibuk sendiri. Kebangetan ya.." Dany memarahi adiknya.
" Please Dan, gua minta maaf tapi gua benar-benar hancur sehancur-hancurnya." Diki berkata dengan nada sedih.
" Semua sudah takdir Allah Diki. Semua sudah diatur oleh Nya, lo harus tabah dan sabar" Dany berusaha menyadarkan Diki.
" Sia-sia banget gua menghafal Al-Qur'an sebanyak itu." perkataan Diki tak terkendali.
" Astaghfirullah, Diki lo harus beristighfar. Sembarangan saja lo bilang sia-sia. Harusnya lo bersyukur dengan syarat yang diajukan oleh bapaknya Silmi, lo jadi hafal ayat-ayat suci sebanyak itu." Dany melotot marah dengan ucapan Diki.
" Astaghfirullah aladzim." Diki mengucap istighfar ia khilaf.
" Gua ga mau tahu pokoknya lusa lo harus mulai kerja kalau tidak siap-siap akan ada yang menempati posisi lo." Dany meninggalkan adiknya. Ia tidak mau lagi berdebat. Bukanya tidak kasihan. Tapi mau sampai kapan adiknya itu bersedih dan meratapi nasibnya.
***
TBC