Part 3

1024 Kata
Ezra, Pria bermata biru dengan rambut kecoklatan dan bulu- bulu halus diwajahnya itu tampak gusar. Beberapa kali ia mengetuk- ngetuk meja kerjanya sambil berpikir keras. Bukan soal Rosa alias mantan istrinya yang ia ceraikan dua tahun lalu, melainkan gadis yang baru ia temui semalam dan bodohnya ia tak memastikan jika gadis itu adalah p*****r yang biasanya berada di Bar. Nyatanya bukan setelah paginya ia tanya- tanya ke petugas Bar disana. Tidak ada p*****r seperti yang ia ceritakan. Bahkan gadis itu menghilang saat ia bangun. Ezra mengacak- acak rambutnya dengan perasaan bersalah. Mengingat sprei putih yang penuh noda merah pertanda hilangnya kesucian gadis itu karena kebodohannya. Bahkan ia tak sempat meminta maaf. Tidak, bukan hanya sekedar maaf. Ia ingin mempertanggung jawabkan perbuatannya. Meski gadis itu pasti membencinya dan ia tak tau dimana keberadaannya. Erza ingin sekali menikahinya, meski tanpa cinta. Setidaknya ia tak merasa bersalah sekaligus melindungi diri dari mantan istrinya yang protektif. Ya, mungkin saja jika ia menikah maka mantan istrinya akan berhenti mengganggu kehidupannya. “Tapi dimana aku bisa menemukannya? Aku bahkan gak tau namanya,” Erza memegangi kepalanya yang masih pening akibat mabuk semalam. Akibat kemabukannya juga membuatnya bertindak bodoh pada wanita. Sebenarnya ia paling menghargai sosok wanita dalam hidupnya, pengecualian untuk para wanita malam dan p*****r yang memang sengaja menjajakan diri mereka. Tapi gadis semalam berbeda. Entah apa yang membawa gadis itu ke tempat sekotor itu. Dan membuatnya berpikir jika dia gadis yang sama dengan p*****r lainnya, nyatanya itu salah besar. Kesalahan terbesar dalam hidupnya. …………. Joselyn melewati pekarangan rumah yang besar dan sejuk itu. Sayangnya rumah besar dan mewah yang berada didalamnya tampak sepi. Ia pun membuka pintunya perlahan seperti biasa. Karena ia sudah biasa kesini untuk menemui teman kampusnya. Freya. Saat sampai didepan pintu kamar Freya yang berwarna peach itu, Joselyn mengulurkan tangannya dan mengetuk pintu,” Frey! Ini aku, Joselyn.” Cklek! Suara kunci terbuka dari dalam, Joselyn pun mendorong daun pintu dan menemukan sahabatnya berjalan lemah kearah ranjangnya dan berbaring meringkuk disana. “Kamu kemana aja seminggu gak ke kampus? Semua baik- baik aja kan?” tanya Joselyn memastikan. Ia sebenarnya sangat khawatir ketika Freya tak membalas satu pun pesannya dan juga panggilannya diabaikan. Padahal terakhir mereka kontakan adalah tentang Sabian, demi membongkar kedok busuk tunangan dari sahabatnya itu. “Ya,” jawab Freya tak bersemangat. “Terus hasilnya gimana? Dia ketauan? Kalian udah putus? Tapi kok kamu lemes gini kayak orang patah hati. Jangan bilang kamu mulai suka sama Sabian?” cerocos Joselyn membuat Freya semakin malas. “Gak, semua gak sesuai.” Balas Freya lagi yang kini diiringi isak tangisnya. “Loh! Kok kamu nangis, Frey?” tanya Joselyn yang terlihat khawatir. Ia pun memegangi pundak sahabatnya, menatapnya baik- baik. Ada yang tidak beres dari kondisi sahabatnya kini.” Apa yang terjadi?” “A- aku… diperkosa..” Joselyn menutup mulutnya tak percaya, ia bahkan sampai menitikkan air matanya seakan ikut merasakan sakit yang sahabatnya rasakan. Ia menggeleng kuat, mencoba mengelak fakta yang sahabatnya ucapkan,” jangan becanda, Frey!” Freya menggeleng sambil menangis sesenggukan,” aku kotor, Jos. Aku kotor. Aku jijik sama diri aku sendiri.” Ia mengusap tubuhnya dengan kasar. Seakan setiap inchi tubuhnya adalah menjijikkan. Tak kuat, Joselyn menarik Freya ke dalam pelukannya.” Gak, kamu gak kotor. Itu bukan kesalahan kamu, Frey.” “Gak akan ada yang peduli, Jos. Mau ini salah aku atau bukan, aku wanita, aku pasti disalahkan atas kecerobohan aku. Apalagi jika orang tau aku diperkosa saat ke Bar tengah malam. Udah pasti aku yang dipandang buruk.” Joselyn menepuk- nepuk pundak Freya dengan lembut, berusaha menguatkan sahabatnya.” Aku akan jadi orang yang pertama bela kamu jika mereka menyalahkanmu. Lagipula ini harus kamu rahasiakan, Frey. Kalo Sabian tau bisa- bisa dia akan memanfaatkan situasi dan memperburuk keadaan.” “Semua gara- gara pria itu.” “Ya, pria sok suci itu. Selalu menuntut kesempurnaan pasangan demi menyembunyikan kebejatannya sendiri.” “Kamu pokoknya harus kuat. Freya yang aku kenal tak selemah ini. Aku akan selalu nemenin kamu, Frey.” “Aku hanya takut, Jos.” “Its ok. All will be fine. Trust me.” ………….. Tok tok tok! Terdengar suara ketukan di pintu kamar Freya untuk pertama kalinya sejak gadis itu mengurung diri selama satu minggu lebih. Tapi gadis itu enggan beranjak, ia malah duduk di tepi jendela sembari menikmati angin sore yang sejuk ditambah langit jingga yang tampak cerah. “Kak, ini aku Nayara,” sahut adiknya dari luar kamar, karena memang Freya sengaja mengunci kamarnya agar tidak ada orang yang masuk ke dalam sini tiba- tiba.” Ayah sama Bunda nyuruh kakak siap- siap untuk ke acara kantornya kak Sabian.” Freya menelungkupkan wajahnya ke dalam bantal yang dipeluknya. Ia merasa sangat malas untuk pergi apalagi bersama Sabian, pria yang secara tak sengaja membuatnya dalam posisi seburuk ini dalam hidupnya. Mungkin memang rasanya tak pantas menyalahkan pria yang bahkan tak tau apa- apa itu, tapi bagaimana pun juga karena ia ingin segera pergi dari pria itu makanya ia menghampirinya malam itu. Sayangnya takdir buruk malah membuat masa depannya hancur seketika. Sebenarnya akan lebih mudah jika Sabian tau hal ini, pria itu pasti akan segera meninggalkannya. Tapi ia tak ingin keluarganya menanggung malu dan merusak hubungan persahabatan antar keluarga mereka. Serba salah. Itu yang Freya rasakan. Tapi jika ia tak pergi hari ini bersama Sabian, pria itu akan semakin memperburuk namanya didepan keluarga mereka. Ia tidak mau membuat kedua orangtuanya malu. Sejak dulu ia berusaha untuk selalu membanggakan kedua orangtuanya dan menjadi anak penurut sehingga mau melakukan semua perintah mereka, bahkan menerima pria yang akan menjadi teman hidupnya meski ia tak mencintainya, meski ia tau Sabian bukan pria yang baik. Tapi lagi- lagi ia tak ingin menjadi pembangkang. Saat ini Freya merasa cukup untuk menutupi aibnya sendiri, entah sampai kapan. Ia pun tak yakin bisa menutupinya selamanya. Cepat atau lambat pasti akan ketahuan. Ia harus siap menerima segala resikonya. Bahkan sekarang gadis itu memilih untuk ditelan bumi saja sekalian daripada hidup dalam ketakutan dan kekhawatiran seperti ini. …………… Mau tidak mau, Freya telah siap dengan gaun selutut dan make up seadanya demi menutupi wajah kacaunya efek terlalu banyak menangis. Ada untungnya juga memiliki orangtua yang tak pernah memikirkan anaknya sehingga mereka tidak tau apa yang ia alami selama satu minggu terakhir ini. Hanya Nayara yang sedikit memperhatikannya tapi Freya berusaha sebiasa mungkin didepan adiknya itu. Ia tidak mau adiknya jadi curiga dengan perubahannya kemarin. Apalagi ini pertama kalinya Freya mengunci diri di kamar berhari- hari. Biasanya ia dikenal sebagai anak yang tak punya beban hidup apalagi masalah. Ya, memang. Tapi itu dulu. Sebelum pria blasteran itu merusak semuanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN