Hiruk pikuk pesta kantor ini memang terlihat mewah. Berbagai minuman dari yang biasa sampai beralkohol pun tersedia, juga berbagai macam makanan dari tradisional sampai makanan khas berbagai negara. Karena kantor milik keluarga Sabian memang banyak bekerja sama dengan perusahaan local maupun perusahaan asing. Apalagi mereka punya brand fashion tersendiri yang semakin bagus jika memiliki lebih banyak sponsor. Perusahaan keluarga Freya pun sama memiliki brand sendiri yang juga bekerja sama dengan perusahaan Sabian. Tapi perusahaan keluarga Freya lebih ke fashion casual sementara perusahaan keluarga Sabian lebih ke high fashion yang mempunyai jadwal pasti untuk fashion show di berbagai kota dan negara.
Makanya ketika keluarga Freya menjodohkan Freya dengan Sabian, tentu menjadi sebuah keuntungan besar bagi keluarganya. Karena bukan tidak mungkin nama perusahaan mereka akan semakin besar juga karena menjalin hubungan kekeluargaan dengan anak dari konglomerat seperti Sabian. Ya, untuk keuntungan semata bukan demi kebahagiaan Freya sendiri. Satu- satunya kebahagiaan Freya saat ini adalah jika ia bisa lepas dari jeratan p****************g itu. Lebih baik ia menyendiri seumur hidupnya dibanding memiliki teman hidup seperti Sabian, yang ada ia akan makan hati dan mati perlahan.
Banyak wartawan yang juga diundang, tentu demi mengabadikan momen big party perusahaan Danayara, perusahaan milik keluarga Sabian. Ini akan menjadi berita utama di majalah maupun social media yang pastinya akan menaikkan rating perusahaannya.
“Kamu tolong bersikap yang benar,” bisik Sabian tepat didepan telinga Freya dengan suara dingin dan menusuk. Tapi gadis itu hanya diam, tak peduli walau tetap dilakukannya. Toh dia tak akan berbuat yang aneh- aneh di pesta yang membosankan ini. Apa yang bisa dia lakukan?
Gaun yang dikenakannya benar- benar membuat Freya tak nyaman. Tentu saja yang memilihkan adalah Bundanya sendiri. Katanya gaun seperti ini yang pantas dipakai ke pesta perusahaan calon suaminya. Biar gak malu- maluin, katanya. Padahal gaun ini sangatlah ketat dengan belahan d**a begitu rendah. Apa Bundanya ingin ia menjual dirinya di pesta ini? Jika ya, maka gaun ini memanglah cocok. Disini pun banyak pria yang jauh lebih kaya dari Sabian yang mungkin akan dengan mudah ia ‘gaet’, sayangnya niatnya kesini bukan untuk itu. Meski Freya akhirnya sadar, tidak ada lagi sesuatu yang berharga dalam dirinya untuk dijual.
…………
Prang!
Tanpa sengaja sebuah gelas berisi wine jatuh ke lantai hingga pecah setelah tak sengaja tersenggol oleh Freya dan mengotori gaun silver gadis itu. Seketika Sabian mengusap wajahnya dengan kasar lalu pria itu berpamitan dengan salah satu rekannya untuk menghampiri si gadis yang sekarang tengah sibuk membersihkan gaunnya dengan tisu yang tentunya tak akan berhasil.
Tangan Sabian terulur mencengkram lengan Freya dengan kencang walau terlihat dari luar hanya seperti menggandeng tapi sebenarnya cengkraman tangan pria itu sangat kuat, membuat Freya meringis kesakitan.” Kan udah aku bilang, baru aku tinggal bentar kamu udah bikin masalah,” bisiknya penuh penekanan.
“Aku gak sengaja.”
“Lebih baik kamu ke toilet sana dan bersihin. Kesininya nanti aja kalo pesta mau selesai. Aku bener- bener muak,” ucap Sabian penuh penekanan. Untung suasana pesta ini cukup ramai sehingga tidak ada orang yang memperhatikan mereka. Ditambah suara music jazz, tentu orang- orang tak akan repot menguping ucapannya.
Freya dengan harga diri yang telah direndahkan kembali itu pun segera ke ruangan belakang tempat toilet berasal. Rasanya tempat ini jauh lebih nyaman dibanding pesta tadi. Walaupun kesal, setidaknya ia bisa menghindar sejenak dari p****************g itu.
…………..
Tatapan tajam Ezra menuju seorang gadis yang mengenakan gaun warna silver yang barusan menjadi pusat perhatian orang saat memecahkan gelas wine. Lalu seorang pria yang datang dengan wajah tak bersahabat. Ia mengira pasti hubungan mereka berdua bukanlah hubungan baik karena terlihat sekali sirat kebencian diantara mereka.
Lalu gadis itu pergi, semakin gadis itu pergi kearahnya sambil membereskan sisa noda di gaunnya, Ezra semakin yakin siapa gadis itu. Itu adalah gadis yang sedang ia cari- cari selama satu minggu ini. Gadis yang telah ia renggut masa depannya. Rasa bersalah pria bermata biru itu membuatnya mengikuti gadis berambut coklat itu pelan- pelan. Entah apa yang akan ia lakukan nanti, baginya yang penting bertemu dulu dan memastikan jika dialah yang ia cari selama ini.
Hampir sepuluh menit Ezra menunggu didekat toilet wanita, tempat gadis itu masuk. Sampai ia ingin segera menerobos kedalam dan menariknya. Ia sendiri heran kenapa kaum hawa suka sekali menghabiskan waktu lama di toilet. Apa bagusnya ruangan kecil dengan kaca besar didalamnya?
Saat hampir benar- benar mau menerobos ke dalam toilet, seseorang yang ia tunggu akhirnya keluar. Ezra langsung berdiri didepannya, membuat gadis yang semula menunduk itu mengangkat kepalanya. Lalu sepasang mata berwarna Hazel itu membulat sempurna. Si gadis itu berusaha masuk kembali ke toilet tapi Ezra cegah. Pria itu malah menarik gadis bermata hazel itu ke bagian taman.
“Lepas! Atau aku teriak!” Freya berusaha melepaskan genggaman tangan pria bermata biru itu. Tubuhnya seketika gemetaran dengan bayang- bayang awal kehancuran masa depannya yang terputar begitu saja di otaknya. Tapi tubuhnya yang mungil tak bisa melawan tenaga pria ini begitu saja. Ia akhirnya pasrah ketika pria itu membawanya ke taman.
Di taman ini tampak sepi karena pusat pesta ada di dalam gedung. Hanya beberapa orang tampak merokok di samping gedung yang tentunya tak perduli dengan keberadaan Freya dan pria asing disampingnya.
“Udah aku duga,” ucap pria itu dengan tatapan hangat. Freya langsung membandingkan tatapan pria didepannya ini dengan tatapan dingin dan membunuh milik Sabian. Tatapan yang berbeda dari tatapan yang pria itu lakukan beberapa hari yang lalu.
“Ka- kamu salah orang,” Freya segera beranjak pergi tapi lagi- lagi pria itu mencengkal pergelangan tangannya dan menarik gadis itu hingga tubuhnya menubruk ke d**a bidangnya.
“Lalu kenapa kamu berusaha lari?”
“Aku hanya ingin menghindari orang asing.” Freya berusaha bersikap dingin meski ia ketakutan sekali saat ini. Ditambah suaranya yang serak menahan isakannya. Ia sungguh takut dan benci.
Ezra mengusap rambut coklat terangnya dengan gusar,” kamu gak tau seberapa besar usaha aku buat nemuin kamu.”
“Untuk apa?” kali ini Freya balik menatap pria itu dengan berani.
Tatapan gadis didepannya seperti penuh kekecewaan dan kebencian yang menyatu, membuat Ezra semakin sadar dengan apa yang dilakukannya. Tentu saja kesalahan besar jika sudah berkaitan dengan mahkota perempuan. Meski ia b******k, ia tak akan merengutnya dengan paksa jika ia tau jika gadis didepannya ini bukanlah p*****r yang biasa. Lain cerita jika dia memang sengaja mau menjual mahkotanya. Tatapan itu membungkam Ezra begitu saja, padahal begitu banyak kata yang ia ingin ucapkan. Termasuk kata maaf.
“Untuk menghancurkan aku lagi?” ucap Freya lagi dengan suara serak.
“No. Bukan seperti itu. Aku…”
“Frey!” suara ngebass dan dingin itu membuat tatapan Freya teralih ke Sabian yang berjalan mendekat kearahnya. “Kenapa kamu malah menghilang…. Dan…” ia menatap tajam pada pria bermata biru di depan Freya. Sekilas ia seperti mengenalnya tapi yang membuatnya marah adalah ketika pria itu menatap tunangannya penuh kehangatan.” Siapa dia?”
Freya tampak gugup dan ketakutan, takut jika pria bermata biru ini akan membocorkan rahasia diantara mereka. Entah pantas disebut rahasia atau tidak karena memang tidak ada kesepakatan diantara mereka. Ia hanya takut jika Sabian tau dan keadaan semakin buruk.
“Aku hanya temannya,” ucap pria bermata biru itu dengan tenang, membuat Freya bisa menghela nafas lega.
“Oh.” Sabian terlihat ragu namun akhirnya mengangguk,” dia tunangan saya, jadi saya hara panda jangan lancang membawanya pergi begitu saja tanpa ijin saya.” Ucapnya dengan angkuh.
Pria bermata biru itu hanya tersenyum kecil dan mengangguk seakan mengerti, kemudian Sabian menarik tangan Freya dan masuk ke dalam gedung utama lagi. Meninggalkan dirinya yang geram dengan kelakuan tunangan dari gadis itu. “s**t! Aku gak tau namanya.” Ezra memegangi kepalanya, menyadari kebodohan yang ia lakukan. Tapi dengan keadaan gadis itu memiliki tunangan, apa mungkin ia bisa tetap bertanggung jawab? Bukankah itu tak mungkin meski hubungan mereka tampak tidak baik?
Ezra pun mengambil ponsel di sakunya dan menghubungi seseorang,” tolong cari tau soal tunangan dari direktur Danayara…. Iya… perusahaan yang mengemis- ngemis minta sponsor dari kita itu.” Ia tersenyum miring ketika mengakhiri pembicaraannya dengan seseorang disebrang sana kemudian memasukkan ponselnya kembali ke saku jasnya. “Aku akan lakukan apapun demi membahagiakan seseorang yang telah aku hancurkan.”