Teng! Teng! Teng!
Suara bel yang berbunyi nyaring membuat kelas sains-1 yang semula hening berubah menjadi riuh sewaktu hal yang paling ditunggu-tunggu anak sekolah akhirnya tiba. Waktu pulang.
"Thank you, sir!"
Mr. Johnson segera berjalan keluar setelah menjawab ucapan dari semua murid, tak lupa mengingatkan untuk mengerjakan homework yang dia berikan. Pekerjaan rumah yang tentunya tidak sedikit karena guru fisika yang satu itu terkenal dengan kegemarannya memberi banyak homework. Salah satu tipe guru yang tidak disukai oleh sebagian besar anak sekolah selain guru killer.
"Kau sudah tahu mau pulang bersama siapa?" Clarity bertanya pada Thea yang masih sibuk memasukkan alat tulis ke dalam tas.
Thea menjawab singkat, "Belum."
"Sayang sekali hari ini aku ada urusan." Clarity mengetuk-ngetuk meja dengan jarinya seraya berpikir. "Hm, bagaimana kalau aku bilang pada Kak Galen jika kau mau membonceng?"
Thea mendengus dan gerakannya beres-beres terhenti seketika, "Memangnya kau berani bicara dengan Kak Galen?"
Clarity langsung mengeluarkan cengiran lebar lalu kemudian berkata "Tidak."
Di SHS ini memang tidak banyak orang yang berani berbicara dengan Galen, entah apa alasannya. Tapi diantaranya mengatakan bahwa adrenalin mereka langsung ciut saat berhadapan langsung dengan Galen. Saat ada orang yang berbicara dengannya, Galen memang akan menatap orang tersebut dengan sangat tajam dan penuh intimidasi yang menyiratkan kekuasaan. Apalagi nada bicaranya yang dingin dan juga menusuk serta sangat irit.
"Thea naik taksi saja." Memakai tas gendongnya, Thea beranjak dari kursi lalu berkata "Ayo pulang!"
Clarity menghendikkan bahu sekilas sebelum mengikuti Thea keluar dari kelas. Ia menutup pintu kelas karena orang yang terakhir di dalam kelas harus menutup pintu.
Suasana di koridor pun juga cukup sepi dengan hanya beberapa orang saja yang tampak terlihat. Contohnya adalah seorang lelaki berjaket merah dengan rambut berponi yang sedang bersender di dinding koridor. Sesekali matanya melihat jam tangan di pergelangan tangannya seolah sedang menunggu seseorang.
Dahi Thea berkerut ketika ia merasa familier dengan wajah lelaki itu. Ia tampak berpikir sebelum akhirnya lelaki itu menyadari kehadirannya lantas tersenyum tipis. "Nathan?"
"Hai, Thea!" Nathan memperbaiki posisinya dengan senyuman yang membuat lekuk di pipinya terlihat.
Clarity yang sedari tadi terpesona melihat ketampanan Nathan kini tersadar dan langsung bertanya, "Kau kenal dengan lelaki ini, Thea?"
"Ya, Thea mengenalnya." jawab Thea dengan sedikit salah tingkah karena Nathan tidak berhenti menatapnya. "Dia adalah Nathan yang memberikan nomor ponselnya kemarin." lanjutnya kali ini berbisik di telinga Clarity.
"Benarkah?!" teriak Clarity tiba-tiba akibat terkejut dan langsung mendapat pelototan gratis dari Thea. Ia pun mengeluarkan cengiran lebar lalu melihat Nathan yang tampak ingin tahu apa yang mereka bicarakan, "Jadi kau yang bernama Nathan?"
Nathan hanya mengangguk dan melihat Clarity sekilas sebelum menatap Thea kembali. Dan Thea merasa semakin salah tingkah.
"Oh, ya. Aku harus segera pergi! Sampai jumpa Thea!" Clarity langsung berlalu dengan seenaknya. Meninggalkan Thea dan Nathan dengan maksud terselubung.
Kini di koridor hanya ada Thea dan juga Nathan. Thea yang sibuk dengan jemarinya yang bertaut dan Nathan yang sibuk memandangi wajah menggemaskan Thea.
"Hari ini kakakmu ada latihan basket kan? Kau pulang bersama siapa?" tanya Nathan to the point.
Ya, hari ini adalah jadwal Astra untuk latihan basket. Perhelatan turnamen basket antar SHS yang akan digelar sebentar lagi memang membuat jadwal latihan klub basket semakin padat. Terlebih Astra merupakan seorang kapten, besar pengaruhnya untuk ikut latihan.
"Thea mau naik taksi." jawab Thea dengan jantung yang berdetak kencang. Nathan terlihat sangat tampan dengan jaket yang dia pakai, apalagi tas ransel yang tersampir di bahunya.
"Daripada naik taksi, bagaimana kalau aku antar saja? Kebetulan rumah kita satu arah." Tawar Nathan yang memang mengetahui alamat rumah Thea semalam.
Apa? Mengantar? No!!
"Ah, tidak perlu. Thea bisa naik taksi sendiri." tolak Thea secara halus. Selain karena tidak ingin merepotkan, ia juga takut kalau kakak-kakaknya akan marah.
"Jangan merasa sungkan. Lagipula zaman sekarang banyak penculikan dengan modus taksi. Kau mau diculik?"
Thea spontan menggeleng. Thea tidak mau diculik! Kalau Thea diculik, nanti Thea tidak bisa melihat Guanlin lagi!
"Ba-baiklah. Thea akan ikut." jawab Thea pelan dan sedikit tersentak ketika tanpa aba-aba Nathan memegang lengannya dan menariknya pergi.
"Kau bisa menaiki motor? Aku sedang tidak membawa mobil hari ini." Nathan berujar dengan masih menggenggam tangan Thea. Mereka sekarang dalam perjalanan menuju ke parkiran.
"Dulu pernah satu kali naik motor Kak Zio yang sekarang sudah dijual." jawab Thea dengan berjalan beriringan. Ia sedikit menunduk ketika menjadi pusat perhatian dari beberapa orang yang masih di sekolah.
"Satu kali? Berarti kau tidak pernah menaiki motor kakakmu Galen?" tanya Nathan dengan alis terangkat sebelah.
Thea menggeleng. Selama ini memang tidak ada satu orangpun yang pernah menaiki motor Galen selain lelaki itu sendiri. Bahkan untuk sekedar menyentuh saja tidak ada yang berani, pengaruh lelaki itu terlalu kuat.
"Kau tunggu disini, aku mau mengambil motor dulu!"
Thea mengangguk ketika Nathan menyuruhnya untuk menunggu di depan parkiran. Matanya tak lepas dari sosok Nathan yang berjalan menuju ke parkiran khusus motor. Dan saat itu juga mata Thea langsung membulat sempurna. Bukan, bukan karena Nathan—melainkan sosok lelaki tepat di samping Nathan.
Galen.
Lelaki itu tampak bersender di motor sportnya yang letaknya tepat di samping motor Nathan. Mata lelaki itu menatap lurus ke arah Thea dengan melipat kedua tangannya di d**a. Tatapannya seolah menghakimi Thea dengan sorot mengintimidasi yang kental.
Kepala Thea langsung menunduk. Tidak berani untuk terlalu lama bertatapan dengan Galen. Dalam hati, gadis itu bertanya-tanya mengapa bisa bertemu dengan kakaknya yang satu itu. Apakah dia akan marah jika melihat Thea pulang bersama seorang lelaki?
Tak ayal hal itu membuat Thea merasa was-was. Jika dia pulang bersama Nathan, ia takut kalau lelaki itu akan marah. Dan kemarahan Galen adalah hal yang paling dihindari Thea selama hidupnya. Tapi jika ia pulang bersama Galen, memangnya lelaki itu menawarinya? Lagipula Thea juga takut!
"Ayo, Thea!"
Thea langsung mengangkat wajahnya dan ia baru menyadari bahwa Nathan kini sudah berada di hadapannya dengan motor lelaki itu. Mata Thea langsung beralih melirik ke arah Galen yang masih setia menatapnya.
Ketika mata Thea berpendar, gadis itu menemukan Astra yang sedang berjalan santai hendak ke lapangan indoor dengan bola basket di tangannya. "Kak Astra!"
Jarak yang tidak terlalu jauh membuat teriakan Thea dapat terdengar dengan jelas oleh Astra. Lelaki yang sekarang mengenakan seragam basket berwarna biru dongker itu bergerak mendekati Thea.
"Thea? Mengapa kau belum pulang? Belum mendapat taksi?" tanya Astra setelah berada di hadapan Thea.
Thea menggeleng, "Thea mau pulang bersama Nathan, kebetulan rumahnya satu arah. Bolehkan kak?" tanya Thea setelah melirik Nathan yang masih setia menunggu.
Mata Astra bergulir lalu memicing ke arah Nathan yang tersenyum tipis kepadanya. Pandangannya seolah menilai lelaki itu.
"Hai, kak. Aku Nathan, teman baru Thea." Nathan memperkenalkan diri dengan senyuman yang tak pernah luntur dari wajahnya. Dari sini Thea tahu bahwa Nathan adalah tipe lelaki murah senyum seperti ayah Yezra.
"Ish, Kak Astra!" Thea merengek dan mengguncangkan lengan Astra ketika lelaki itu masih menatap Nathan dengan pandangan menilai. Astra adalah jalan satu-satunya karena dari kelima kakak Thea, lelaki itulah yang paling baik dan menuruti semua permintaan Thea.
Astra menghela napas berat. "Ya sudah, kau boleh pulang bersama dia. Dan kau!" Astra menunjuk Nathan, "Jaga baik-baik adikku, langsung sampai ke rumah, jangan kemana-mana!"
"Siap, kak!" jawab Nathan seraya mengacungkan jempolnya. Lelaki itu segera menghidupkan mesin motornya kembali lalu mengenakan helm full face.
"Thea pulang dulu, kak!" pamit Thea kepada Astra sebelum akhirnya bergerak membonceng Nathan. Motor lelaki itu yang berjenis sport membuat jok belakang khusus penumpang tampak tinggi. Membuat Thea yang menaikinya harus berdekatan tanpa jarak sama sekali dengan Nathan. Apalagi tidak ada pegangan yang bisa digunakan oleh Thea, membuat gadis itu harus memegang tas Nathan.
"Pegangnya disini, tidak disitu. Nanti kau bisa terjatuh!" Nathan terkekeh kecil seraya menurunkan tangan Thea agar memegang pinggangnya.
Dan Thea pun hanya bisa tersenyum kikuk. Matanya sempat melirik ke arah Galen yang masih menatapinya sedari tadi. Thea sudah meminta izin dari Astra, jadi tidak apa-apa kan?
Motor Nathan pun melaju dengan kencang di jalan raya. Lelaki itu mengendalikan motornya dengan kecepatan sedikit di atas rata-rata sehingga membuat Thea semakin menempel dan memeluknya erat. Tapi Thea juga merasa tidak keberatan karena ia merasa nyaman saat memeluk Nathan.
Menit demi menit berlalu, akhirnya mereka berdua sampai di depan rumah Thea yang memang tepat di pinggir jalan raya sehingga memudahkan orang untuk mencari alamat rumahnya.
Dengan segera Thea bergerak turun dari motor Nathan, merapikan poni rambutnya ia pun berkata "Terimakasih karena sudah mengantarkan Thea. Kau mau mampir?"
Nathan membuka kaca helm-nya sehingga menampilkan mata indah miliknya, "Tidak, aku langsung pulang saja. Kau segera masuk, lalu makan dan tidur. Jangan lupa mimpikan aku!"
Thea terkekeh pelan, "Lebih baik aku memimpikan Guanlin atau Hanbin!"
"Ah, aku sakit hati." ucap Nathan dengan kemarahan yang dibuat-buat sebelum akhirnya mengacak pelan rambut Thea. "Aku pergi dulu. Sampai jumpa!"
Thea mengangguk sekilas dan segera berbalik ketika Nathan mulai melaju meninggalkan rumahnya. Nathan merupakan lelaki idaman Thea. Selain baik, lelaki itu juga perhatian.
Mata Thea terus memperhatikan sosok Nathan yang hendak berbelok sebelum akhirnya sebuah mobil rolls royce hitam metalik melaju kencang dan menabrak motor Nathan hingga terpelanting dan tubuh Nathan menabrak tiang listrik. Dan mobil Rolls royce itu melarikan diri.
"NATHAN!!"
Thea spontan berteriak keras dan langsung berlari mendekati Nathan yang kini sudah dikerumuni oleh orang-orang ataupun pengendara lain. Thea menyibak orang-orang agar dirinya bisa masuk untuk melihat keadaan lelaki itu.
"Nathan." Thea menutup mulutnya tak percaya dengan air mata yang bercucuran membasahi wajahnya. Keadaan Nathan tampak mengenaskan dengan tubuh dan wajah bersimbah darah. Padahal Thea masih terbayang akan senyuman lelaki itu tadi.
"Hiks.." Thea pun menangis seraya mengguncangkan tubuh Nathan, berharap lelaki itu akan bangun saat itu juga.
Dan orang-orang yang melihat itu ikut merasa prihatin dan mengira bahwa Thea adalah kekasih dari korban tabrak lari ini.
Jauh dari lokasi kecelakaan yang menimpa Nathan, sepasang mata itu berkilat senang ketika melihat apa yang sudah ia perbuat dari balik kaca spion mobil Rolls royce miliknya.
Bibirnya mengulas senyuman licik seraya tangannya bergerak mengambil miniatur Spongebob miliknya,
"Semua lelaki yang mendekati Thea harus mati. Benarkan Spongebob?"