Alan melihat beberapa wartawan sedang menunggu dirinya di luar pintu pagar. Alan tidak habisnya pikir kenapa wartawan itu masih betah berjam-jam lamanya disana. Alan lalu membuka hendel pintu, duduk dan ia menstater mobilnya. Mobil mulai keluar dari pagar menjauhi area rumahnya, beberapa blitz camera mengarah kepadanya. Alan tidak peduli bahwa para wartawan itu mengejarnya, meminta kejelasan kepadanya.
Akhirnya Alan selamat dari kejaran wartawan itu. Hidupnya tidak akan tenang jika seperti ini terus. Bagaimana bisa Jenar bisa hidup seperti ini setiap hari. Jika menjadi artis membuatnya cepat kaya, ya Ia mengakui itu, tapi sungguh banyak profesi lain yang bisa ia hasilnya uang selain menjadi artis seperti wanita ular itu.
Alan mengendarai mobilnya menuju apartemen Jenar. Ia harus membuat peringatan keras pada wanita itu. Ia akan membuat wanita itu benar-benar ke penjara. Alan memarkir mobilnya di besmen. Alan mengerutkan dahi, ia sepertinya melihat Jenar disana, wanita itu memakai topi menarik koper menuju salah satu mobil berwarna putih, ia sudah menduga bahwa mobil itu adalah milik Jenar. Alan dengan cepat melangkah keluar dari mobil sebelum wanita itu hilang dari pandangannya.
"Jenar !" Teriak Alan, ia berlari menghampiri Jenar.
Jenar mendengar suara teriakan, memanggil namanya. Jenar mengalihkan pandangannya ke arah sumber suara. Jenar dengan cepat menarik koper, menuju mobil miliknya.
"Sial !" Umpat Jenar, ia lalu dengan cepat memasukan koper ke dalam mobil.
Jenar masuk ke dalam mobil sebelum Alan datang mengejar dirinya. Alan tidak kalah cepat, ia lalu menarik pegangan pintu milik Jenar, Alan tahu bahwa Jenar ingin melarikan diri darinya.
Jenar merutuki perbuatannya, ia kalah cepat dengan Alan. Alan sudah menghentikan aksinya untuk pergi dari sini. Jenar melirik Alan sudah berada disampingnya dengan tangan menahan pintu mobil.
"Kamu mau mencoba kabur dari saya".
"Tidak" ucap Jenar.
Alan tertawa getir, mendengar jawaban Jenar, "Saya tahu kamu mencoba kabur, apakah kamu mencoba untuk lari dari masalah ini kan".
"Saya tidak kabur Alan".
"Dasar pembohong, kamu belum mengklarifikasi apapun tentang hubungan kita di media. Kamu kemarin berjanji kepada saya, untuk menyelesaikan masalah ini. Kamu membuat gosip ini tambah besar Jenar".
Jenar menarik nafas, ia bertolak pinggang, "Gosip itu akan mereda dengan sendirinya Alan, jangan terlalu dibesar-besarkan".
"Jangan terlalu di besar-besarkan? Apakah kamu sinting, gosip ini sudah menjadi gosip terhangat, tersebar di seluruh indonesia, semua keluarga saya dan pernikahan saya hancur karena kamu" ucap Alan geram.
Pernikahan? Jenar mengerutkan dahi, sungguh ia tidak tahu bahwa Alan akan menikah. Semenjak ia mengenal Alan, ia tidak pernah sekalipun mendengar calon istri Alan. Jenar sadar, ia mengenal Alan hanya sebagai penasehat hukum, laki-laki itu bekerja profesional, jadi wajar saja Alan tidak pernah cerita masalah kehidupannya.
"Pernikahan?".
"Iya pernikahan saya, karena gosip murahan kamu saya menundanya kemarin. Itu karena kamu" ucap Alan dengan suara meninggi.
Jenar memandang iris mata Alan, mata itu menyala-nyala seperti kobaran api, ada kilatan mata kebencian kepadanya. Sungguh ia merasa bersalah atas tindakkan itu kemarin, ia mengiyakan saja ketika crew infotainment menanyakan hubungan dirinya dan Alan.
"Maaf".
"Setelah kamu mengatakan itu, kamu hanya bisa berkata maaf".
"Ya, maaf Alan. Saya tidak tahu bahwa kamu akan menikah, dan kerena saya, pernikahan kamu batal, sungguh saya tidak tahu. Saya pikir kamu laki-laki lajang" ucap Jenar.
"Kamu pikir saya lajang? Oh Tuhan, kamu bilang saya lajang" ucap Alan tidak percaya, atas ucapan Jenar.
"Saya memiliki calon istri Jenar, kemarin adalah hari pernikahan saya, karena kamu pernikahan saya batal. Kamu tidak tahu, seberapa besar kerugian yang saya tanggung. Kamu adalah penyebabnya, dan kamu bersiaplah mendapat surat panggilan dari kepolisian besok, saya akan menyebloskan kamu ke penjara sekarang juga".
Jenar menarik nafas, ia mendengar secara jelas ucapan Alan. Ucapan itu tidak sedang bercanda, dan Alan benar-benar serius dengan ancamannnya. Ia tidak tahu nasibnya seperti apa, jika ia mendekam di penjara, nasibnya akan naas dan menjadi narapidana. Oh tidak, itu tidak akan mungkin terjadi.
Jenar menarik nafas, ia kembali menatap Alan. "Oke, kita selesaikan masalah ini".
Semantara diujung sana, Jenar melihat beberapa blitz kamera mengarah ke arahnya. Alan juga menyadari kilatan blitz itu mendekat ke arahnya.
"Alan sebaiknya kita pergi dari sini. Wartawan itu sepertinya tahu keberadaan kita" ucap Jenar.
Alan menatap para crew infotainment dan paparazzi mengejarnya.
"Cepat masuk" ucapnya Alan.
Jenar dengan cepat masuk ke dalam mobil dan ia duduk di depan kemudi stir. Alan menatap Jenar, dengan kilatan mata menyuruh Jenar menggeser.
"Ini mobil saya" ucap Jenar.
Alan menarik nafas, "Iya, saya tahu ini mobil kamu. Ini keadaan mendesak. Cepat geser".
Alan bersumpah ia tidak ingin dikelilingi awak media. Pemburu berita selebritas seperti tidak ada habisnya. Melihat media itu saja ia semakin gila. Jenar terpaksa menggeser ke bangku sebelah dan Alan lalu mengambil alih kemudi stir. Alan dengan cepat menstater mobil milik Jenar.
Para crew infotainment itu terus mengejarnya, Alan bersyukur bahwa ia bisa melarikan diri dari kejaran media itu. Alan menoleh kearah belakang sekilas, para wartawan itu telah hilang dari pandangannya. Alan kembali fokus dengan setir mobilnya.
"Kita mau kemana?" Tanya Jenar seketika.
"Justru saya yang ingin menanyakan ini kepada kamu. Kamu mau kemana, dengan membawa koper itu".
Jenar menyandarkan punggungnya di kursi, ia melirik Alan.
"Saya mau liburan" ucap Jenar.
"Liburan kemana?".
"Yogyakarta".
"Memangnya kamu tidak sibuk syuting, setahu saya artis punya jadwal yang padat".
"Enggak, kontrak saya banyak yang tidak saya perpanjang, setelah kasus pelecehan seksual kemarin. Ya, saya bersyukur, setidaknya saya bisa istirahat sejenak, sebelum jadwal saya kembali padat. Manager saya, memperingati saya, jangan terlalu lama liburan".
"Kamu tidak bisa liburan begitu saja Jenar, sebelum masalah ini selesai, dan besok kita ke kantor polisi".
"Apa!"
***********