?4. GHSI ?

1230 Kata
**Reya POV** . . . Waktu begitu cepat berlalu. Tak terasa besok malam aku akan berangkat ke Korea dan ini akan menjadi hari terakhirku mengajar. Setelah menerima tawaran Pak Billy. Hal yang aku lakukan adalah menghubungi orang tua murid tentang keputusanku untuk bekerja di Korea. Dan itu berarti aku akan menyelesaikan kelas. Sedih memang, hanya saja aku merasa ini adalah keputusan yang terbaik. Anak muridku yang telah mengetahui tentang keputusan ini dari orang tua mereka. Sebagian dari mereka telah bertanya tapi, hanya kujawab dengan senyuman. Tak siap rasanya berpisah dengan mereka yang telah kuanggap layaknya adik dan anak sendiri. Les hari ini dilakukan seperti biasa. Aku memberikan materi dan soal. Serta sudah ku siapkan Snack dan perlengkapan tulis sebagai bingkisan akhir dariku. Kini semua duduk rapi mengerjakan tugas yang aku berikan. Berat harus berpisah, tapi ini adalah keputusan yang aku pilih. "Hari ini terakhir les ya." Aku membuka hening yang sejak tadi tercipta karena, semua sibuk mengerjakan soal. Semua mendongak dan terkejut, menatap dengan bingung. Juga suara keluhan 'yaaahh' yang terdengar sama seperti saat mereka aku berikan tugas tambahan. "Kenapa Kak?" Tanya Keyla si hitam manis. Murid pertamaku, dulu ia sangat takut jika aku mulai marah. Kini ia bisa merayu dan bersikap manis jika bersalah. "Kata Mama aku Kakak Reya mau ke Korea ya?" Imbuh Feris, si cantik dengan tubuh sedikit gempal dan rambut hitam sebahu yang selalu di ikat cantik oleh ibunya. "Iya, Kakak mau kerja." Rahma si lembut, tak pernah mengeluh bahkan sering di bully teman-temanya karena selalu jadi nomor terakhir jika aku mengetes tugas bahasa Inggris mereka. "Kakak mau ke oppa ya?" "Kakak, mah oppa terus." Rengek Feris sementara Keyla mengangguk setuju. Mungkin mereka mengira jika aku ke sana demi mengejar kesukaanku terhadap KPop. Mereka menyebut oppa untuk semua idol pria Korea. Aku sering menyalakan musik jika kelas terasa lambat dsn membosankan. Lalu mereka berjoget sesukanya. Tentu tak setiap hari, hanya ketika kami semua merasa bosan. Setelahnya mereka akan penasaran tentang siapa penyanyinya dan bagaimana wajahnya. Kami bersama mencari di internet dan aku menyebut oppa. Sehingga itu jadi kebiasaan mereka ketika menyebut idol manapun. "Kakak, bener mau kerja kok. Bukan untuk liat oppa. Kalian belajar yang rajin ya sama Mama. Atau mau cari tempat les lain." "Nggak mau," tolak Rahma. "Aku kan tiga bulan lagi pindah ke pesantren kak." Matanya mulai berkaca-kaca membuat ada lirih di relung. Ingin rasanya menangis tapi kutahan kuat-kuat. "Iya, maaf ya Rahma." Kupeluk ia yang tepat berada di samping kiriku. Sementara ke dua anak laki-laki nampak diam saja mendengarkan. Ica dan Kiko sibuk berbicara sendiri. "Kalian nggak sedih kakak mau pergi?" tanyaku penasaran karena mereka sejak tadi hanya diam saja. "Mama saya udah bilang Kak, saya bingung ini sekarang les di mana?" Kiko berucap diikuti Ica yang mengangguk. "Lagian Kakak sih, pake ke Korea segala. Korea lagi, Korea terus." Ica menyalahkan. Aku hanya tersenyum lalu mengangguk. "Iya maaf, kakak kan kerja Ca." "Ya mau gimana lagi, jangan nangis woy!" ujar Kiko pada Rahma. Ia menepuk bahu Rahma. "Belajar yang rajin ya, Kakak Reya mau kalian nanti belajar bener-bener. Nilai jelek nggak masalah kalau kalian mau jujur ngerjain ulangan sendiri. Kalau belajar pasti bisa dapat bagus." Aku memang tak pernah memaksa nilai mereka harus bagus. Asal mereka berusaha rasanya nilai tak sesuai ekspektasi orang tua mereka, harusnya bukan suatu masalah. "Kakak bilang nggak apa-apa nilai jelek, mama saya kalau saya dapat nilai jelek di omelin kak dipukul sapu lidi," protes Kiko, ia pandai dalam pelajaran IPA dan bahasa Inggris tapi lemah di matematika. Dan itu lah yang selama ini menjadi biang masalah penanaman moral kecurangan dan bibit pembohong. Menurutku, anak-anak harus dihargai sesuai dengan kemampuan mereka sendiri. Mereka akan berusaha mendapatkan nilai bagus bukan karena mereka berusaha mengejar itu. Mereka mengejar nilai sempurna karena takut dimarahi atau ingin mendapatkan pujian. "Kakak bilang apa kalau Mama marah?" "Sabarin aja," jawab semua kompak. Sedih dan ingin menangis tapi aku berusaha menahannya. Akan kunikmati hari terakhir ini setelah pelajaran selesai telah kurencanakan untuk mengajak semua menikmati bakso juga jus buah yang berada tak jauh dari rumah. Hari ini kita makan makan! *** Pagi ini aku sudah tiba di bandara Incheon. Kini aku melangkahkan kaki tiba di sini lagi. Setelah lima tahun yang lalu terakhir kali berasa di sini Aku telah sampai di terminal kedatangan internasional, kini aku ada di bagian imigrasi untuk pengecekan surat-surat. Setelahnya, aku berjalan ke bagian keberangkatan. Di sana aku akan bertemu Pak Billy. Seperti apa yang telah kami rencanakan. Hari ini ia akan ada urusan bisnis luar negeri aku tak tau tepatnya. Tapi, hari ini mengapa terminal keberangkatan ramai sekali? Aku terus berjalan sedikit kesulitan karena situasi yang cukup padat. Mungkin karena dua koper besar yang kubawa, membuat trolly yang ku dorong terasa sedikit tersendat. Aku memperhatikan roda trolly. Atau aku harus menggantinya? Brukkk. Seorang gadis menabrakku, ia sepertinya berlari tanpa memperhatikan. Karena aku jelas berdiri di sini sejak tadi. Dan akibatnya aku terantuk trolly, sedikit sakit karena tangan dan kepalaku menabrak trolly besi. Merasa pusing aku berjongkok. "*Cheosonghamnida," ucapnya sambil membungkukkan tubuh dan mengulurkan tangan untuk membantuku berdiri. *(Maaf) Aku menjabatnya dan berdiri dengan baik karena bantuan darinya. "Ah, gwenchanayo*." (Tidak apa-apa*) Ia setelah meminta maaf beberapa kali, ia berjalan dengan cepat meninggalkanku sambil terus membungkuk beberapa kali. Aku melihat sebuah kunci terjatuh dari gantungan tasnya. Segeraku ambil dan berlari mengejarnya. Gadis itu berlari ke kerumunan gadis-gadis lain. Aku melihat mereka membawa aneka poster dan pernak-pernik BTL? Apa benar itu mereka? ada keinginan untuk menerobos masuk ke dalam kerumunan dan melihat. Akh, lupakan! Aku juga tidak yakin ia masih mengingatku, entahlah. Aku kembali mencari gadis itu. Aku melihat ia masuk ke keramaian dan ia pasti salah satu penggemar BTL. Benar aku melihatnya berada di barisan terdepan. "Permisi!! Nona! Nona dengan baju kuning!!" panggilku setengah berteriak, tidak sebenarnya aku benar-benar berteriak. Hingga beberapa orang menatap. Aish, dia tidak juga mendengar sementara aku sudah menjadi perhatian banyak orang. "Nona Baju kuning!" Beberapa gadis di depanku terdiam dan menatap. Malu juga rasanya, membuatku menunduk beberapa kali dan meminta maaf. Aku menunjuk gadis yang tadi menabrakku dan berjalan menghampirinya. Seorang lain di dekatnya, mencolek bahu gadis yang kutunjuk membuat ia menoleh. Gadis dengan baju kuning itu menatapku dengan heran. Aku menunjukkan kunci yang dijatuhkannya. Ia kemudian mengangguk dan tersenyum seraya melihat tas yang ia bawa. Aku memberi kode akan menghampiri, ia juga berusaha sedikit mendekat. Aku berusaha masuk ke dalam kerumunan para gadis itu. Segera kuberikan kunci miliknya, ia menganggukkan kepala dan berterima kasih tanpa aku dengar jelas suaranya. Aku menatap ke arah yang dilihat oleh semua gadis itu, ada sosok laki-laki dengan jaket yang lebih mirip dengan kresek. Aneh sekali menurutku apa ia tidak memiliki pakaian yang lebih bagus? Ia terhenti di depan seorang pria berkemeja putih. Aku mengetahui jika itu adalah Jimmy, ia sangat menawan. Lalu, apa pria kresek itu adalah managernya? Sejujurnya ia sekilas terlihat seperti Yunki. Aku berdiri cukup lama di sana. Entah, kenapa pria dengan jaket kresek itu seolah menatapku. Drreett. Ponselku bergetar membuat aku segera bergegas pergi dari tempat ini, Pak Billy mengirim pesan jika menunggu di depan pintu masuk. Aku setengah berlari keluar menuju pintu masuk bagian C. Belum terlalu jauh dari sana, seseorang menghalangi. "Permisi," ucapnya seorang laki-laki yang entah siapa. "Reya ssi?" tanyanya. Aku mengangguk, darimana ia tahu namaku? "Ah, bisa ikut kami sebentar?" Siapa pria ini apa ia suruhan Pak Billy? Aku tak mengenal tapi ia tahu namaku? Dengan sedikit ragu akhirnya aku mengikuti. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN