?5. GHSI?

1378 Kata
Terkadang jika saling merindukan itu. Sama seperti kita menarik sisi-sisi benang merah. Terus menarik bersamaan sampai semakin dekat, dekat dan berhadapan. Apakah itu sama seperti saat ini? *** * *Yunki POV** . Saat ini kami dalam perjalanan menuju bandara Incheon. Aku berada satu mobil dengan Jimmy dan Jeon-gu. Mereka berdua sibuk dengan obrolan mereka sendiri, sementara aku masih sibuk melihat Twitter milik Reya. Ia cukup sering menge-tweet dsb banyak yang ia tuliskan dan banyak yang tak aku mengerti Tapi, dua hari ini ia tidak meng-update apapun. Berkutat dengan banyak postingan miliknya membuatku penasaran dan bingung. Jingga beberapa hari ini aku sibuk bermain twitter dan google translate. Kadang kesal juga karena dia menuliskan hal yang tidak berguna. Aku mencoba mengartikan tiap tweet Reya. Walaupun pada akhirnya sebagian besar tetap saja tidak akumengerti artinya. Ia menyebalkan karena lebih banyak menshare berita tentang GOT7 dibanding denganku. Apakah ia tidak tau bahwa sahabatnya ini telah menjadi artis? Seharusnya, ia tau itu kan? Tentu saja ia tau. "Hyeong, apa sebenarnya yang kau siapkan?" tanya Jimmy. "Tak ada," jawabku yang sejujurnya tak terlalu paham dengan apa yang dikatakannya. "Jeon-gu bilang kau telah mempersiapkan keberangkatanmu sejak dua minggu yang lalu karena satu hal?" tanyanya lagi. "Aish, kau percaya padanya?" "Tidak," jawab Jimmy seraya menggeleng yakin. "Kalian memang orang-orang menyebalkan." protes Jeon-gu yang ternyata memperhatikan sejak tadi. Aku menatap Jimmy yang tersenyum karena berhasil membuat Jeon-gu kesal, menyenangkan memang menggoda member termuda kami. Tidak butuh waktu lama sampai akhirnya kami tiba di bandara. Hari ini aku mengenakan jaket pemberian Heosok. Meski banyak yang mengatakan kalau bentuknya sama seperti kantung plastik. Tetap saja, bagimu mereka tak mengerti fashion. Aku melangkahkan kaki masuk melalui pintu keberangkatan internasional. Seperti biasanya di sana banyak sekali penggemar yang sudah menunggu. Senang rasanya ketika mengetahui jika ada banyak orang yang mendukung dan mendoakan. Ini juga adalah tanggung jawab besar, dan aku harus bisa menjaga apa yang mereka percayakan Karena tanpa mereka aku dan BTL kami bukan apa-apa. Aku mengikuti langkah kaki Jimmy. Hari ini moodku sedikit buruk setelah melihat timeline Reya. Aku menghela napas sesekali untuk mengatur moodku agar lebih baik. Langkahku terhenti ketika mendengar teriakan seorang gadis cukup nyaring hingga aku menoleh, tunggu .... "Noonnaaaaaa!!!" Aku melihat seorang gadis dengan syal abu-abu yang ia kenakan di kepalanya. Seperti gadis muslim pada umumnya. Ia menghampiri gadis lain dan memberikan sesuatu lalu berjalan semakin mendekat dan menatap ke arahku dan Jimmy. Ia berdiri cukup lama dan dengan binar mata menatap pada Jimmy. Reya, itu benar dia! Namun, kemudian ia berjalan cepat keluar kerumunan. Aku ingin mengejarnya sulit sekali staf melarang. Aku setengah berlari dan meminta salah satu staf untuk mencari Reya dengan mengatakan padanya bahwa ia adalah teman yang sepertinya mencariku dan kamu mempunyai janji penting. Aku meminta izin selama beberapa menit pada Manager Shin dan ia mengijinkannya. Karena memang keberangkatan kami masih dua atau tiga jam lagi. Aku menunggu dengan cemas di toilet laki-laki ruang tunggu VIP. Karena aku rasa ini akan aman. Tidak ada jendela di sini juga toilet pria ruang VIP jarang digunakan karena, lokasinya yang sedikit jauh ke belakang. Sejujurnya, ada perasaan takut jika saja orang itu bukan Reya. Maksudku, aku benar-benar melihat wajahnya tadi, tapi selalu ada kemungkinan untuk salah 'kan? Bagaimana kalau itu penggemar atau Sasaeng? "Tidak!" Aku mendengar suara teriakan di luar, aku bisa mendengar ia memberinya. Kini aku yakin itu Reya, aku bisa mengenal suaranya dengan jelas. Aku mengintip dari balik pintu masuk, melihat gadis dengan pakaian yang sama seperti yang kulihat. Meski, aku tak bisa memastikan wajahnya, aku menariknya masuk ke dalam dengan perlawanan. "Lepaskan!" teriaknya. Aku terdiam sesaat, menatap gadis berhidung datar ini. Ini benar-benar dia? Ya ini memang dia, aish! Ada apa denganku? Entah mengapa ada sedikit sesak. Bukan karena aku bersedih, justru karena aku terlalu bahagia. "Apa kau penculik?" tanyanya kesal. Penculik? Apa ia tidak mengenaliku? Bukankah seharusnya ia mengenalku? "Hei, Reya! Reya Yasmitha! Kau lupa padaku hidung datar?!" panggilku dengan suara sedikit bergetar menahan perasaan. Tak lupa kebiasaan yang sering aku lakukan yaitu menekan hidungnya. "Si-siapa kau?" tanyanya sambil menatap bingung, membuat kedua alisnya bertaut. Aku melepaskan Hoodie dan melepaskan masker yang menutupi wajahku. "Kau masih tak mengenaliku?" Ia terdiam reaksi yang biasa ia tunjukan jika terkejut. Lalu kami saling menatap, ia berusaha mencari jawaban. mungkin ia pikir ini adalah mimpi? Matanya perlahan berkaca-kaca. Cengeng! Jangan menangis di hadapanku. "Yunki ya, benarkah itu kau?" tanyanya. "Kau pikir kau bermimpi?" "Aku pikir kau tak akan mengenalku?" "Bodoh, aku menjadi idol bukan menjadi orang yang terkena amnesia." Sungguh dia menyebalkan. Reya terdiam aku merasa kini ia sedikit berbeda. "Pergilah bukankah kau harus segera berangkat?" Aku merasa ini seperti sebuah pengusiran. Apa ia tak ingin bertemu denganku? Mengapa aku merasa ditolak? Aku melihat jam di tanganku. "Aku masih punya waktu. Jangan khawatir." "Aku harus segera pergi," ucapnya. Ia menunduk seraya melihat jam di tangannya. Aku merasa kesal dengan semua yang ia katakan, tidak bisa kah ia berkata jika ia rindu pada sahabat lamanya? Dan mengatakan ia ingin bertemu denganku? Ah, gadis ini! Aku mengambil ponsel di tangannya, memasukan nomerku, memasukan ID Line dan semua yang bisa kulakukan untuk bisa menghubunginya nanti setelah aku kembali dari Indonesia. Aku tak ingin lagi kami berpisah tanpa bisa menghubungi satu sama lain. "Aku akan menemuimu setelah aku kembali." Kutegaskan itu. Ia mengangguk, dan terlihat setengah hati dengan itu. "Kau harus mengabariku dimana lokasimu mengerti?" Lagi aku tak ingin ia menolak Ia terdiam dan perlahan ia melangkah tanpa berbicara apapun, ia sungguh keras kepala. Aku genggam tangan Reya membuat langkahnya terhenti. Ia berhenti kemudian menoleh menatap dengan tatapan yang sulit kuartikan. "Mengerti?" Ia menghela nafasnya kemudian mengangguk. Aku masih belum bisa menerima jawaban seperti itu. Karena jika ia tidak menjawab pertanyaan, aku tau ia tidak akan melakukan yang aku minta. "Reya *jebal," (*Tolong) "*Arasseo," jawabnya terpaksa tak masalah asal ia menjawab. "Aku harus pergi." (*Baiklah) Ia kemudian berjalan meninggalkanku. Ada apa dengannya? Apa aku melakukan kesalahan lagi? Kenapa ia jadi sedingin itu? Apa ia marah padaku karena terakhir kali aku tidak bersikap baik padanya? Ah, Reya ada apa denganmu? *** **Reya POV** . . . Aku tak percaya dengan apa yang terjadi barusan. Semua terasa seperti sebuah kebetulan yang menyenangkan, jantungku berdetak kencang. Aku rindu pada Yunki. Lima tahun tak bertemu aku mendadak menjadi canggung. Ia terlihat hebat, senang bertemu dengannya tapi, ada perasaan takut. Aku takut ia akan terlihat oleh fans BTL dan akan membuat kekacauan. Aku tak ingin jadi perusak kesuksesannya, maka lebih baik aku menjaga jarak mulai dari sekarang karena kami telah berada di dunia yang berbeda. Aku teringat tujuanku ke bagian keberangkatan untuk bertemu Pak Billy. Berlari hal yang aku lakukan sambil mendorong troli berisi dua koper besar milikku menuju ruang tunggu. Aku melihat Pak Billy yang menungguku di sana, ia duduk seraya memperhatikan ponsel. Aku terengah berjalan menghampiri, ia bisa melihatku sekarang tangannya melambai memintaku segera mendekat. "Reya!" sapanya. "Maaf Pak," ucapku kemudian mencium tangan, dan membungkuk, ia memintaku duduk dengan gerakan tangan. Aku duduk di samping kanannya. "Nggak apa-apa, kamu sudah baca email saya?" Aku mengangguk yakin, dan tentu semua sudah k****a dan kupahami sebisaku. "Di depan, ada sopir saya kamu nanti diantar dia kalau mau ke kantor atau kemana kamu mau. Dia juga akan antar kamu apartemen yang saya siapkan. Tapi, bukan apartemen mahal, kalau di Indonesia rumah susun lah istilahnya." Pak Billy tak banyak berubah, ia masih sama aku terakhir melihatnya sekitar tujuh tahun yang lalu. Karena ia saat itu harus kembali ke Indonesia, dan dua tahun kemudian kakekku kembali ke Indonesia juga. "Iya Pak, saya justru terimakasih sekali sama Bapak," ucapku. "Oke nggak masalah, saya akan telfon supir saya. Supaya kalau kamu ke depan dia ada di sana." *** Aku sampai di apartemenku. Oya, di sini semua rumah tinggal di sebut apartemen. Jadi, tak ada bedanya rumah susun sama apartemen bagus seperti di Indonesia. Karena semua di sebut apartemen. Biipp. Ponselku berbunyi ada sebuah pesan masuk aku segera membacanya. ____________________ Yunki : Kau dimana? Reya03: Aku sudah di kamar dan akan beristirahat. Yunki: Makan dulu sebelum istirahat. Aku akan segera berangkat ke Indonesia. Sepulang dari sana. Aku akan usahakan menemuimu. Berikan aku lokasimu. _________________ Haruskah aku memberitahunya? _________________ Yunki: Kau berpikir untuk tidak memberitahuku?" __________________ "Aaahhhh, Yunki!! Kenapa ia masih menyebalkan?!" gerutuku kesal. __________________ Yunki: Berhenti memakiku dan berikan alamatmu, cepat! Reya03: ⚫ Share location __________________ ** ** *
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN