?12. GHSI ?

1115 Kata
"Kita sering salah mengartikan perasaan. Ketika kita sadar semua sudah terlambat. Tapi, percaya bahwa kesempatan itu selalu ada." ***** *** **Reya POV** . . . Aku sudah duduk di ruang kerja pagi ini, tapi masih menatap kaca dari tempat bedak, melihat bekas sentilan vampir kucing semalam. "Ini sakit banget sumpah. Kayanya, dia nyentil dengan segenap perasaan deh," kuhku seraya mengusap kening, kemudian mengambil gambar dengan hiasan memar keunguan dengan ponsel dan mengirim gambar itu ke Yunki. Sebenarnya aku takut dengan tatapan Yunki semalam, takut ia marah seperti terakhir kali aku di Korea. Dia menatap intens malam saat kami menikmati festival sakura. Keesokkan harinya dia menjadi orang yang berbeda, menjadi cuek dan dingin. Aku tau, ia memang sering bersikap dingin namun saat itu aku tau ia kesal. Aku bahkan bertanya pada Yoongu oppa. Aku tak ingin Yunki kembali berubah menjadi seperti itu. Walau pada akhirnya aku mengatakan hal bodoh itu. Aku takut jika hubungan kami kembali buruk. Lagipula aku bukan tipe seorang Min Yunki. Waktu SMP ia pernah menyukai seorang kakak kelas dan aku sama sekali tak tau siapa orangnya. Tapi, ia selalu mengatakan kalau ia suka gadis yang lebih tua, gadis yang mandiri dan tak manja, suka gadis yang memperhatikan penampilan yang terakhir ia suka gadis yang sopan bila sedang makan di hadapannya. Aku masih merekam semua di ingatan dan itu semua bukan aku. Terutama yang terakhir, aku bukan orang yang akan makan dengan manis atau semacamnya. Aku tak suka sarapan, tapi, kalau setelahnya, tiap lapar ya makan. Jungkook maknae BTS pun mengagumi porsi makanku. Kalian bisa bayangkan bagaimana wajah imut dengan gigi kelincinya menatapku yang sedang makan? Beruntung aku tak punya penyakit jantung. Siapa yang kuat ditatap Jeonguk seperti itu? Aku masih memperhatikan luka di kening tanpa menyadari bahwa Manager Do saat ini berada di hadapanku. "Ada apa?" tanyanya. Aku berdiri dengan tergesa. "Ah, selamat pagi Manager Do," Ia menatapku sekilas kemudian berjalan tanpa sepatah katapun dan duduk di kursinya. Aku mulai kembali mengerjakan pekerjaan kemarin di berikan Manager Do. "Reya," panggilnya sedikit mengejutkan. Aku segera berjalan menuju bos gantengku itu. "Iya?" Ia memberikanku sebuah buku besar,aku tau itu adalah buku yang berisi daftar jenis kain yang diproduksi AT karena aku juga memilikinya di apartemen. "Pelajarilah," ucapnya singkat. Aku hanya mengangguk mengiyakan, mengambil buku itu dan kembali berjalan ke mejaku. "Reya," panggilan Manager Do menghentikan langkahku segera membalikkan tubuh dan berjalan kembali ke mejanya. Ia menyerahkan sesuatu padaku, sebuah krim. "Pakai ini untuk keningmu itu," ucapnya seraya melirik kearah luka keunguan yang terhias di kening lebarku. Aku menerima pemberian Manager Do sambil mengangguk. "Terima kasih." "Gunakan itu agar lukamu akan segera membaik, itu sangat menggangguku." "Maafkan aku" "Persiapkan dirimu, kita akan ke kantor pusat di Seoul." "Sekarang?" tanyaku coba meyakinkan apa yang tadi ia katakan. "Apa aku harus mengulanginya?" tanyanya dingin. Aku menggeleng dan kembali ke tempat dudukku. Kenapa juga memar di kepala mengganggu? Manager aneh! *** Aku sudah berada di dalam mobil Manager Do. Kami baru saja menyelesaikan pertemuan dengan beberapa atasan dan juga kolega AT. Aku masih membaca catatan yang tadi kutulis saat di ruang rapat, juga memikirkan tentang sikap para atasan kecuali Manager Do yang terlihat sangat lembek kepada kolega bisnis mereka. Memang, konsumen itu raja. Tapi, bukan berarti mereka bisa menekan produsen. Mobil manager Di berhenti cukup membuatku terkejut, kutatap ia yang memberikan senyuman tipis. Atau mungkin itu hanya perasaanku? "Aku ingin meminum kopi," ucapnya. Aku bergegas merapikan notulensi milikku. "Ah,saya akan membelikan untuk anda." "Tunggulah di taman, aku akan membelinya." ucap Manager Do kemudian berjalan keluar mobil. Aku segera keluar, lalu berjalan ke taman di tepian jalan dan duduk di bangku yang berada di pinggiran taman. Sakura masih bermekaran, meskipun tak setebal saat pertengahan musim semi. Ku ambil beberapa foto di sana tempat yang tepat untuk ber-selfie. Kemudian mempostingnya ke akun sosial milikku yang sepertinya sudah berjamur karena jarang kubuka. Di jalanan hari itu cukup ramai masih banyak orang yang menikmati keindahan bunga sakura. Aku mendengar suara anak kecil menangis mencari sekeliling melihat seorang gadis kecil, dan segera menghampirinya. Aku menatap apa yang ditunjuk gadis kecil itu. Ternyata balon milik gadis itu tersangkut di sana. Aku menyamakan tubuh dan menghapus air matanya. "Siapa namamu?" "Hyuna," meski ia menangis ia tetap menjawab, menggemaskan sekali, membuatku rindu anak-anak dudukku di Jakarta. "Apa itu balonmu?" Hyuna mengangguk. "Aku akan menggantinya dengan permen apa kau mau?" Ia menggeleng. "Ah, baiklah kakak akan ambilkan, pegangi tas kakak ya." Tangisan Hyuna mereda ia mengangguk menyetujui apa yang kukatakan. Beruntung hati ini aku mengenakan celana, dan juga memanjat pohon bukanlah hal yang sulit untukku. Akhirnya dengan keyakinan kulepas sepatu lalu menapakkan kaki ke pohon. Jaraknya tidak terlalu jauh jadi aku tidak perlu naik terlalu tinggi. Dengan mudah menggapai Balon Biru muda milik Hyuna. Setelahnya perlahan aku turun, kuambil tas yang dipegang Hyuna, mengeluarkan lolipop dari sana dan mengikatkan ke balon kemudian menyerahkan balon kepada Hyuna. "Biarkan permen itu di sana. Jadi, balonmu tidak akan terbang terlalu tinggi, mengerti?" "Terima kasih" ucap Hyuna dengan sopan kemudian berlari meninggalkanku masuk ke salah satu toko kue mungkin ada orang tuanya di sana. Kubersihkan pakaian, melihat ada beberapa serpihan kayu, kemudian berjalan menuju kursi yang tadi ku duduki sebelumnya. Belum sempat berjalan Manager Do sudah berdiri di sana sambil membawa 2 gelas kopi di tangannya dan menatapku heran, bingung? Entah apa yang ia pikirkan. Aku membungkuk kemudian menundukkan kepala, sementara Manager Do berjalan menghampiriku. "Kita duduk di sana," ajaknya sambil menunjuk kursi yang letaknya lebih dekat kami berjalan dan duduk. Ia menatapku beberapa kali lalu tersenyum dan terkekeh kecil. "Apa anda menikmatinya Tuan Do?" "Ya sangat, hahaha," Manager Do kembali terkekeh menyebalkan! "Apa kau selalu seperti itu?" . "Hmm?". "Melakukan hal semacam itu memanjat pohon? Kau bisa membelikannya balon yang baru." "Menurutku akan lebih baik jika aku tidak membelikan balon baru. Hal pertama yang kita miliki selalu menjadi barang dan hal yang paling berharga. Akan berbeda jika digantikan." "Akan sama saja kau bisa membelikan anak itu balon yang sama." "Entahlah, menurutku akan berbeda." "Bukankah kau terlalu emosional dalam hal ini?" tanya Manager Do. Aku menatap manager Do, mencoba mencari tahu mungkin saja ia orang yang tak terlalu bisa menghargai sesuatu? Aku tak suka orang seperti itu. Maksudku, belajar untuk menghargai apa yang diberikan orang lain padamu adalah penting. Termasuk, anak-anak sama saja kita mengajarkan bagaimana menghargai sesuatu. Karena, tak semua bisa dimiliki kembali jika telah hilang. Manager Do memalingkan wajah. "Aku sangat menghargai apapun yang aku miliki terutama pemberian orang lain. Sama halnya dengan kenangan yang aku lakukan bersama orang-orang yang aku sayangi dan aku akan mengajarkan itu pada anak-anakku kelak." Manager do mengangguk, lalu meneguk kopi di tangannya seraya menatap ku sekilas lalu kembali berpaling. Mengapa ia tak mau menatapku? **** Note: Annyeonghaseo.. Siapa yang baru baca work ini??
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN