?14. GHSI ?

1219 Kata
"Berbagi cerita dengan orang lain akan mengurangi beban di hatimu. Bukan hanya itu. terkadang berbagi cerita bisa membuatmu semakin menyukainya." ***** *** * __________________ **Yunkii POV** . . . Aku bergegas setelah aku mematikkan panggilan videoku dan setengah berlari keluar kamar. Di ruang tengah ada Namjun dan Tae aku segera meminta ijin. Aku melihat mobil asisten manager kami Shin Hyung di luar dorm. Sepertinya, ia baru saja pulang dari mengantar Jimmy dan Seojin yang harus keluar rekaman tadi. Tanpa pikir panjang segera masuk memintanya mengantarku. Tak lama sampai akhirnya aku sampai di apartemen Reya. Di luar sepi tapi, ada dua mobil kepolisian yang sepertinya sedang berjaga. Melihatnya membuat perasaanku semakin tak karuan. Aku benar-benar khawatir, segera mengambil ponsel milikku dan menghubungi gadis hidung datar itu. "Kau ada dimana?" "Aku ada di rumah Managerku, jaraknya dekat, aku akan segera kembali." "Kau baik-baik saja ?" "Eung." jawabnya dan aku tau ia tidak baik-baik saja. "Tunggu aku, aku sudah dalam perjalanan kembali." Ia mematikan panggilan, managernya? Siapa managernya? Bagaimana bisa ia ke rumah sembarang orang?! "Aish gadis itu!" Aku menunggu di dalam mobil, seraya mengobrol dengan Shin Hyung. Tapi, pikiranku tak bisa fokus pada pembicaraan kami dan terus memperhatikan keluar mobil, menunggunya. Tak lama, aku melihat sebuah mobil berhenti dan melihat ia keluar bersama seorang laki-laki. Setelah keluar dari mobil Reya mengedarkan pandangannya aku tau jika ia mencariku. "Kembalilah Hyung, aku akan naik taksi saat pulang." "Baiklah, hati-hati." Aku mengangguk, kemudian berjalan keluar mobil. Melihat Reya menatapku dengan tatapan cemas. Bukankah aku yang seharusnya cemas sekarang? Aku yakin ia juga takut jika ada yang akan mengenali ku. Tapi, aku sendiri lebih yakin jika tak akan ada yang mengenalku saat ini. Aku berjalan mendekat juga menatap laki-laki itu yang menatapku heran, sedikit mengangguk ketika jarak kami semakin dekat. Pria itu juga melakukan hal yang sama. Aku berdiri di samping Reya tak terlalu memperdulikan pria yang pasti adalah sang manager. "Ah, kalau begitu aku harus kembali." ucap laki-laki itu Ia mengangguk dan berjalan meninggalkan kami. Aku? Aku tak perduli dan terus menatap Reya dengan kesal. Walaupun ia juga tak bisa melihat tatapanku. Setelahnya kami berjalan masuk, segera melepaskan topi dan masker juga segera mengecek apartemen ini. Reya terus mengikuti dan menceritakan kejadian yang ia alami. Aku yakin ia pasti merasa sangat takut. Maafkan aku karena terlambat datang. Setelah mengecek apartemen Reya. Sepertinya pencuri itu masuk melalui saluran yang tersambung di atas gedung. Aku akan memanggil seseorang untuk mengamankannya besok. Kini aku duduk menunggu Reya yang sedang mandi seraya meminum kopi yang ia buatkan. Reya berjalan menghampiri setelah membersihkan diri dan berganti pakaian. Ia kemudian duduk di sampingku. "Maafkan aku," ucapnya. "Untuk apa?" "Maaf, karena selalu membuatmu khawatir." Ia menunduk dan merasa bersalah. "Berhenti mengatakan hal bodoh itu mengerti? jangan selalu merasa bersalah." Ucapku kesal. Ia mengangguk. "Aku baik-baik saja." "Benarkah?" Kemudian ia menggeleng. "Aku tak baik-baik saja," jawabnya kali ini jujur padaku. Aku bisa melihat butiran air mata mulai jatuh di pipinya. Aku akan diam dan membiarkannya menangis karena itu akan membuat ia merasa lebih baik. "Aku takut sekali ...." Ia menangis semakin kencang. Aku menggenggam sambil menepuk-nempuk punggung tangannya. Aku tau ia sangat ketakutan. Siapa yang bisa baik-baik saja setelah mengalami kejadian seperti itu? Ia pasti banyak memikirkan hal buruk jika saja pencuri itu tidak tertangkap. "Aku akan menginap dan menemanimu." Ia menggeleng sambil menghapus air matanya. "Aku akan baik-baik saja," "Benarkah?" tanyaku menggodanya. "Baiklah aku akan kembali ke dorm." Ia mempoutkan bibir, aku mengarahkan wajahnya memintanya bersandar di bahuku. Ia terdiam cukup lama sambil menyanyikan lagu yang kemarin ku perdengarkan dan aku menyanyikan bagian rapnya. "Reya ..." "Hm?" Sahutnya. Aku meliriknya sekilas, "apa kau hidup dengan baik setelah kembali ke Indonesia?" Ia mengangguk. "Kau makan dengan baik?" Ia kembali mengangguk. "Aku makan dengan baik, walaupun aku tidak bisa tidur dengan baik. Aku merasa kesepian saat aku kembali. Ponselku hilang, aku ingin sekali menghubungimu. Aku ingin menangis dan menceritakan banyak hal padamu. Saat kembali aku menyadari sesuatu." Ia menatapku, "aku menyukaimu,sangat menyukaimu." Kemudian kembali memalingkan wajahnya. Deg! Apa yang harus kulakukan? Aku mengira ia menyukai Yoongu hyung. Jantungku berdetak cepat sekali. "Aku tau saat itu sia-sia, kemudian aku bertemu dengan seseorang ia sangat mirip denganmu, kalian bahkan punya tanggal lahir yang sama." ia kembali menyandarkan kepalanya ke pundakku. "Apa, kau melanjutkan kuliahmu di sana?" tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraan tak mau ia membicarakan laki-laki manapun. "Aku mendapatkan beasiswa tapi, aku tak bisa menerimanya. Ayahku bangkrut dan aku harus bekerja untuk membantu mereka. Aku hidup enak di Korea sementara mereka kesulitan. Yunki ya ... kau tau setelah aku bertemu denganmu aku ingin menjaga jarak sejauh mungkin darimu." Ucapnya lagi sambil memainkan jemari tanganku. Ia memang sering melakukan itu sejak dulu. Ia bilang jemariku lentik dan ia menyukainya. "Wae?" "Karena ... aku merasa kau sangat jauh dan aku tak bisa menggapaimu. Aku merasa aku ... bukan orang yang sebanding denganmu." Si bodoh, ini sejak kapan ia menjadi orang yang rendah diri. Apa aku seperti itu di dalam pikirannya? "Jangan bicara hal bodoh, apa kau pikir aku seorang seperti itu?" Ia menggelengkan kepalanya. "Karena kau bukan seperti aku, aku menjadi takut menjadi terlalu dekat denganmu." Gadis ini, kemana Reya yang penuh percaya diri yang aku kenal dulu. Indonesia terlalu jahat padamu? dan meruntuhkan kepercayaan dirimu? Aku terluka mendengar apa yang kau katakan. Tapi, semakin terluka mendengar kau akan menjaga jarak denganku. "Yunki ya ..." Panggilannya. "Eung?" "Apa kau makan dengan baik?" tanyanya. "Hemm," jawabku kemudian menggenggam tangannya. "Apa Yoongu oppa memasakkanmu sarapan?" "Hemm, dia memasak. Apa kau memintanya?" Tanyaku lagi. Ia mengangguk. "Setelah aku lulus, aku banyak menghabiskan waktu mengikuti kompetisi musik." "Itu bagus sekali, apa Appa masih sering memarahimu?" Tanyanya, Reya dan kedua orang tuaku cukup dekat ia memanggil mereka Appa dan Eomma. "Hemm, tidak, Aku mengikuti trainee saat aku berusia 20 tahun kau tau?" Ia mengangguk. "Aku membaca profilmu, apa itu berat? Menjadi seorang trainee?" Aku menggeleng, tapi kemudian mengangguk karena itu memang berat. Sepertinya aku nyaris menyerah beberapa kali. Beruntung aku bisa debut lebih cepat dari perkiraanku. Reya menatapku dan tersenyum kemudian menepuk-nepuk pundakku. "Itu bagus sekali Yunki ya," "Waktu itu saat aku marah padamu ..." aku menatapnya aku bisa melihatnya yang penasaran akan alasanku. "Aku, Menyukaimu. aku marah karena cemburu kau membela Yoongu Hyung dan selalu bersamanya." Ia menatapku dengan terkejut. Apa aku salah karena telah memberitahukan ini? Aku rasa ini impas karena dia telah memberitahuku bahwa ia menyukaiku terlebih dulu. "Aku?" Tanyanya mencoba meyakinkan diri. Aku mengangguk mengiyakan. "Bukankah kau suka pada kakak kelasmu?" Aku menggeleng. "Aku bilang jika aku suka pada nunna," Ia berfikir, aku bisa melihat wajah bodohnya, aku .memegang wajahnya dengan ke dua tanganku. "Bukankah kau juga nunnaku?" Tanyaku sambil tersenyum meledeknya. "Aniya!! Kita hanya beda satu minggu. Aku bukan nunnamu!" protesnya. Clap! Lampu apartemen itu mati. Reya memekik dan memelukku. Tidak lama lampu kembali menyala, ia masih memelukku kemudian melepaskannya perlahan. Aku tau ia masih ketakukan atas kejadian hari ini. Aku mengarahkan kepalanya ke bahuku. Kemudian menyelimuti tubuhnya. "Tidurlah, kau tidak akan berani tidur sendirian kan?" Ia menatapku kesal, aku kembali memegang kepalanya dan menyandarkan ke bahuku. Aku menyalakan musik di ponselku. Aku melirik ke arah reya yang sudah tertidur. Aku memperhatikan jari tangannya pendek-pendek sekali. Aku selalu tertawa jika melihatnya. Kali ini aku menggenggamnya dan mengecupnya. Terima kasih karena telah hidup dengan baik. Terima kasih karena kau tak menjaga jarak denganku. "Saranghae," gumamku. ***** . . .
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN