?9. GHSI?

1007 Kata
"Kebanggaan terbesar adalah melihat sahabatmu menaiki puncak semakin tinggi dan ia tau bahwa kita akan selalu mendukungnya dari belakang. Bukan hanya di saat tertingginya, tapi juga di saat terpuruknya. Bukankah itu arti sahabat sejati?" ***** *** * ________________ **Reya POV** . . . Ini hari pertama bekerja di AT dan aku akan memulai di kantor pusat yang berada di Daegu. Selama di sini aku akan bekerja sebagai asisten manajer. Sebenarnya, Pak Billy menyiapkan mobil yang bisa digunakan untuk bekerja dan memudahkan mobilitas di Korea. Hanya saja, rasanya akan sedikit aneh jika, seorang pegawai baru menggunakan mobil pribadi di hari pertamanya bekerja. Lagipula, aku tak terlalu memerlukan mobil karena lebih senang berada di rumah. Jadi, aku memutuskan menggunakan KTX (Korean Train eXpress). Memang tarif KTX lebih mahal daripada kereta biasa. Karena KTX lebih sering digunakan sebagai alat transportasi tour juga travel. Ini semua karena aku tak akan bisa naik kereta biasa yang terlalu ramai dan padat. Phobia pada keramaian membuat kegiatanku banyak terhambat. Sampai di stasiun kota Daegu. Di sini aku akan naik bus yang akan berhenti tepat di depan kantor AT. Bus di Korea sangat teratur, mereka akan datang per-lima menit dan sepuluh menit. Sekalipun terlambat biasanya hanya satu sampai dua menit. Karena warga Korea selalu cepat dalam kegiatan sehari-hari. Tak bisa santuy, di sini semua cepat dan harus tepat. Sistem kerja yang ketat pada kedisiplinan juga kemampuan menjadi prioritas. Hingga persaingan terasa semakin ketat. Tentu saja itu berpengaruh terhadap kesehatan mental, harus kuat. Tekanan dan tuntutan hidup yang keras. Membuat banyak warga Korea yang mengalami depresi hingga akhirnya bunuh diri. Sungguh aku akui lebih enak di Indonesia. Semua serba ada angkutan umum lalu lalang; ojek hanya tinggal memesan dan menunggu saja di rumah. Mau sesuatu? Bisa jalan ke warung, warung bertaburan di mana-mana. Intinya Indonesia the best! Satu dari banyak hal yang aku syukuri adalah terlahir sebagai warga Indonesia. Selang beberapa saat bus yang aku tunggu akhirnya datang. Hari ini bus yang aku tumpangi cukup sepi. Aku duduk sambil mendengarkan lagu dari ponsel Let me-Got7. Tak butuh waktu lama sekitar sepuluh menit akhirnya, sampai juga di AT. Aku menunjukkan surat penerimaan kerja kepada HRD kemudian diarahkan ke sebuah ruangan. Berjalan masuk ke ruangan kosong aku duduk di kursi yang berada di dekat pintu sesuai arahan. Seraya menunggu, membaca koran lama yang berada di meja. Mejanya juga terlihat lusuh. Sepertinya asisten sebelumnya adalah seorang laki-laki. Hanya terkaan. Karena agak sedikit tak teratur, meski tak semua laki-laki seperti itu, tentu saja. Pintu terbuka, aku berdiri kemudian memberi salam. Pria itu melirik sekilas, tatapannya dingin, tegas, juga sombong. Namun, aku tak ingin menerka bagaimana sifatnya. Karena pribadi seseorang tak bisa ditebak hanya dengan memandang sampulnya bukan? Ia duduk di kursi kerjanya. Aku bisa mengetahui jika dia adalah manajer Do. Tentu saja karena ini ruangannya. Ia melirik seolah memerintahkan mendekat, aku berjalan ke arahnya dan memperkenalkan diri. "Nama saya—" Belum sempat melanjutkan perkenalan pria itu menghentikan ucapanku. "Aku bisa membacanya di sini." ia kemudian membuka map data diriku. Sungguh ini menyebalkan setidaknya biarkan aku memperkenalkan diri secara formal, andai dia bukan atasanku. Selesai membaca ia menatap. Aku berharap ia akan salah melafalkan namaku. "Namamu Reya?" Ash! Dia mengucapkan dengan benar! Biasanya kebanyakan korea akan melafalkan Reuya, tidak semua memang tapi kebanyakan seperti itu. Aku mengangguk mengiyakan. "Kau, lulusan sekolah menengah atas?" tanyanya dengan nada terkesan meremehkan. Aku menatapnya lalu menganggukan kepala, walaupun dalam hati tersinggung dengan ucapannya barusan. Ia kembali menatap sekilas, kemudian membaca nlagi. Ia masih membaca kertas yang berisi data diriku. "Apa kau saudara dari salah satu direktur? Dengan riwayat seperti ini. Sangat kecil kemungkinan kau diangkat menjadi sekertarisku," "Anda meremehkanku?" "Apa kau merasa aku meremehkanmu?" "Ya," jawabku singkat. "Kau akan marah jika memang kenyataannya kau seperti yang ku katakan tadi." "A true leader can acknowledge someone's ability without reading their profile," ucapku kesal kemudian duduk kembali ke meja kerja setelah sebelumnya membungkukkan tubuh. Jika saja aku tak punya misi dan tujuan disini. Ingin rasanya memaki manager itu, Hmm sabar Reya. *** **Yunki POV** . . . Jadwal BTL selama dua minggu ini benar-benar padat. Aku tak memiliki waktu untuk bertemu Reya, dan tidak sempat memberikan selamat atas pekerjaan barunya di Korea. Bahkan saat ini kami baru saja menyelesaikan latihan dan segera kembali ke dorm. Selesai membersihkan tubuh dan berganti pakaian aku berjalan ke kamar. Di sana sudah ada Seojin hyeong yang sedang sibuk dengan game di ponsel. "Yunki-ya." Ak3u meliriku Seojin hyeong merespon panggilannya. Seraya sibuk mengeringkan rambut dengan handuk. "Aku merasa kau menyukai Reya," ujarnya masih fokus pada ponsel digenggamannya. "Kenapa kau berpikir seperti itu?" "Kau tau, ada kalanya kita berubah jika kita menyukai seseorang? Aku sebenarnya merasa jika, mungkin tak baik bila saat ini kita menyukai seseorang. Hanya saja, kemampuanmu semakin meningkat setelah bertemu dengannya." Seojin Hyeong menatapku dengan senyum yang menyebalkan. Aku memang pernah menyukainya dan cemburu karena ia terlalu dekat dengan kakakku. Yang aku ingat Ia bukan gadis yang memikirkan penampilan. Namun Reya memiliki selera dan kepekaan terhadap nada dan musik yang baik. Dan gadis itu benar-benar sering sekali bertingkah tak seperti seorang perempuan. Maksudku, dia sama sekali tak suka berdandan. Ia bukan gadis yang bersikap manis, walaupun selalu tersenyum. Secara nalar harusnya aku tak menyukainya. Namun, aku akui alasan saat itu tak bersikap baik padanya adalah karena ia terlalu dekat dengan kakakku. Mungkin itu karena aku cemburu. Aku menggelengkan kepalaku. "Ah, aku tak menyukainya. Kau tau tau bagaimana sikap Reya yang sebenarnya Hyeong." Seojin hyeong menatapku lalu terkekeh. Ia lalu memerhatikan seolah mencari jawaban. "Entahlah, aku rasa kalian berjodoh. Kau tak tau bagiamana waktu bisa merubah apa yang kay rasakan." "Reya itu, memang baik dan pintar. Sejak dulu aku hanya menganggapnya adikku. Dulu ia selalu berkata jika ingin mempunyai seorang kakak laki-laki. Reya anak pertama dan selalu iri dengan teman-teman kami yang memiliki seorang kakak laki-laki." Ya aku berbohong aku pernah menyukai Reya. "Jadi, kau memposisikan dirimu sebagai kakak laki-lakinya agar kau bisa terus bersamanya?" "Tidak seperti itu, aku benar-benar menganggapnya adikku." Aku benar hanya menganggapnya adikku saat ini. Ya hanya adik kan? Ah entahlah! *** . . . .
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN