?7. GHSI?

1599 Kata
"Manusia bisa saja berubah seiring waktu. Tapi, tak ada yang benar-benar berubah." ***** **** **Yunki POV** . . . Aku telah sampai di dorm, rasanya tak sabar menemui Reya. Tapi, aku putuskan untuk beristirahat beberapa jam. Lagipula, ini masih terlalu pagi. Aku yakin ia masih tidur. Dan sekarang aku jadi tak terlalu tertarik dengan tempat tidur. Padahal biasanya mereka sasaran utama setelah pulang dari segala kegiatan dan kepenatan. Aku memilih merebahkan tubuhku di sofa, sambil menunggu waktu untuk menemuinya. Aku sudah meminta ijin kepada manager bahwa hari ini akan menemui teman lama. Ia mengijinkan dan berkata jika aku harus mengajak member lain. Karena, orang yang aku temui adalah seorang gadis. Ia tak mau mengambil resiko jika wartawan atau fans mengetahuinya dan menjadi berita yang tak jelas. Aku merebahkan diri seraya menghabiskan waktu untuk membaca artikel melalui ponsel. Sudah pukul tujuh pagi, lebih dari empat jam aku menunggu. Hari ini aku akan ke apartemen Reya bersama Jeon-gu dan Namjun. "Hyeong, sebenarnya siapa yang akan kau temui?" tanya Namjun sambil sibuk memakai pakaian setelah selesai mandi. "Ah, itu temanku sejak berusia sembilan tahun," "Apa orang itu yang membuatmu berbeda beberapa hari ini?" tanya Namjun lagi. "Maksudmu?" "Kau terlihat sangat berbeda beberapa hari ini sering memperhatikan ponsel dan juga tersenyum." Namjun tersenyum seraya menggerakan jarinya di sekitar bibir. Aku tidak menjawab dan hanya mengangkat kedua bahu, karena aku sendiri merasa tak ada yang berbeda. *** Kami segera berangkat setelah Namjun dan Jeon-gu bersiap. Tak lama untuk kami tiba, di depan apartemen Reya. Ada dua petugas ekspedisi bandara yang sedang menunggu di depan pintu apartemen dengan koper-koper besar. "Anda penghuni di sini?" tanya salah seorang petugas. "Bukan, tapi aku kerabat pemilik kamar apartemen ini. Atas nama Reya Yasmitha benar?" tanyaku dijawab anggukan oleh petugas. "Kami telah mencoba menghubungi tapi sama sekali tak ada jawaban." "Anda bisa menitipkan padaku." Kedua petugas itu terlihat ragu sebenarnya, tapi kemudian menyerahkan resi untukku tanda tangani. Setelah itu aku mencoba menekan tombol pintu, dan terbuka. Sepertinya gadis itu keluar dan pasti ia meninggalkan ponselnya. Masih saja ceroboh dan juga ia belum mengganti kode pintu dari kode aslinya. Gadis berhidung datar itu! Bagaimana jika ada orang jahat masuk atau semacamnya?! Aku berjalan masuk dengan sebelumnya meminta Jeon-gu dan Namjun mendorong koper itu masuk, Setelahnya aku meminta mereka menunggu di ruang tengah. "Apa ini tidak masalah?" tanya Jeon-gu. Aku mengangguk. "Tunggulah di sana aku akan menunggunya di sini." Keduanya masuk tanpa protes apapun, mereka masih terlalu lelah untuk mengeluh padaku sepertinya. Aku duduk menunggu Reya, seraya memperhatikan sekitar ruangan itu lalu, sibuk dengan ponsel milikku. Tak lama aku menunggu terdengar seseorang masuk, Reya berdiri mematung setelah sedikit terkejut. Ekspresinya benar-benar lucu, aku suka melihatnya terkejut terutama jika kesal dan marah. Ia bertanya bagaimana aku bisa masuk, kujelaskan tentu saja ini semua karena kecerobohannya. Ia berjalan mendekat kemudian melepaskan topi yang kukenakan, aku bisa melihat pipi merah muda itu. Ah, aku ingin mencubitnya, Ia menyamakan tinggi kami dan bertanya mengapa aku lebih tinggi darinya sekarang? Ia kemudian berjalan ke ruang tengah ia terkejut melihat Namjun dan Jeon-gu ada di sana. "Kalian sudah sarapan?" tanyanya sambil menatapku. "Belum," jawabku singkat. "Baiklah, aku akan memasak untuk kalian." ucapnya sambil tersenyum. Ia semakin cantik,atau hanya perasaanku karena kami lama tak bertemu? *** **Reya POV** . . . Pagi pertama setelah kembali ke Korea, aku tinggal di Daejeon, karena letaknya ada di antara Seoul dan Daegu. Kantor cabang berada di Seoul sementara kantor pusat sekaligus pabrik perusahaan berada di Daegu. Saat ini aku adalah kaki tangan Pak Billy di Amor Textile, perusahaan ini bergerak di bidang pengadaan kain dalam jumlah besar bukan cuma untuk sekitaran Korea tapi juga Asia dan sebagian Australia. Waktu kakek masih di sini, perusahaan belum sebesar sekarang. Pak Billy bukan orang Indonesia asli dia keturunan China, Korea dan Indonesia. Tak tau pasti bagaimana beliau dan kakekku berteman, yang jelas Pak Billy itu adalah adik kelas kakek dan mereka adalah sahabat baik. Aku diminta bekerja karena menurutnya, ada yang mencurigakan dengan laporan penjualan di kantor utama Daegu. Jadi, aku harus coba cari tau siapa yang melakukan atau apa penyebabnya. Sebenarnya aku sempat menolak karena merasa tak punya cukup kemampuan. Tapi, ia coba meyakinkan kalau semua akan berjalan baik dan aku bisa melakukannya. Bukan hanya dukungan yang membuat aku akhirnya setuju. Aku langsung mengatakan setuju saat Pak Billy menyebutkan gaji yang akan aku dapatkan. Untuk tiga bulan pertama akan sesuai dengan standar gaji Korea dan akan mendapat bonus sesuai kemampuan. Juga ia akan menanggung seluruh biaya tinggalku di sini. Ketika mendengar uang maka aku merasa bisa melakukan semuanya. Apa hanya aku yang seperti itu? Ini sudah lebih dari delapan jam aku nunggu koper-koperku. Pihak maskapai bilang kalau akan tiba setelah tiga sampai empat jam. Bahkan sempat bilang tiga puluh menit lagi. Tapi, sampai sekarang 4 koper besarku belum juga sampai. Hmm, lapar. Aku akan ke pasar atau minimarket terdekat untuk membeli bahan makanan. Karena, sesi menunggu ini masih akan berlanjut. Aku sudah menghubungi mereka dan mereka janjikan akan tiba kurang lebih satu sampai dua jam lagi. Oke kajja! Masih cukup banyak waktu, aku akan berjalan-jalan sebentar. Suasana di perumahan ini cukup sepi, di jalanan hanya beberapa orang lewat dan bersepeda. Hari ini aku memakai pakaian yang cukup tebal. Tapi, masih terasa dingin, andai koperku cepat datang, Jaket-jaket tebal ada di sana. Jalanan ini terasa asing, aku tak bisa asal menebak arah. Jadi kucoba bertanya pada seorang paman yang kebetulan sedang berjalan, bertanya di mana letak pasar terdekat. Ia bilang kalau pasar cukup jauh butuh dua puluh lima menit jika berjalan kaki. Ahh, tiba-tiba kangen kang ojek yang bertebaran di Jakarta. Aku memutuskan berbelanja di sebuah minimarket membeli apapun asalkan halal dan bisa dimakan. Sebenarnya sering malas jika harus berbelanja di minimarket di sini. Seringkali penjaga tokonya jutek jadi, kalau di drama mereka ramah dan murah senyum. Kenyataannya, penjaga toko di sini kebanyakan om-om dan mereka judes. Bahkan kadang tak membalas ucapan terima kasih. Beruntung kali ini aku mendapat penjaga yang lumayan ramah. Selesai berbelanja beberapa bahan makanan seperti sosis, kue ikan, ramen dan beberapa kebutuhan lain aku sukses membawa tiga plastik besar belanjaan Dan harus berjalan sekitar sepuluh menit untuk kembali ke tempat tinggalku. Andai ini Indonesia, pasti angkot bertebaran. Benar-benar tak akan serepot ini. Aku melangkahkan kaki sedikit terengah, ditambah dingin yang lumayan menusuk tubuh karena musim semi dan suhu ini sekitar dua puluh derajat hari ini. Sepertinya, aku terlalu nyaman dengan kondisi Indonesia yang hangat sehingga suhu seperti ini saja membuatku kedinginan. Saat membuka pintu rumah, terlihat empat koper besarku tertata rapi di sana. Tunggu? Koper? Bagaimana bisa di dalam rumah? "Apa kau akan terus melamun di sana eoh?" Aku menatap ke arah suara, melihat Yunki sudah berdiri di sana. Aku lalu menutup pintu masih sambil menatapnya, terkejut juga karena ia sudah berada di sini. "Terkejut?" tanyanya. "Apa aku harus membantumu memindahkah empat koper besar ini? Kenapa kau tak sekalian membawa rumahmu hem?" "Kau? Bagaimana kau bisa masuk?" tanyaku sambil berjalan masuk ke dalam. "Kau sudah memberitahu lokasi tempat tinggalmu, saat tiba di sini aku bertemu petugas bandara yang kebingungan karena kesulitan menghubungi seseorang dengan nama Reya." Aish, kenapa ia masih saja menyebalkan? "Lalu kode pintuku?" "Aku hanya mencoba memasukan 0000 dan terbuka. Apa kau seceroboh itu? Bagaimana jika orang lain yang masuk?" Aku berjalan mendekatinya membuka topi, dan mengukur tinggi badan Yunki yang sepertinya semakin tinggi dari terakhir kita bertemu. "Sejak kapan kau jadi semakin lebih tinggi dariku?" Ia tersenyum di sudut bibirnya. Aish! Senyum menyebalkan itu. "Ckckckckck, apa kau semakin pendek?" . Aku mencoba tak peduli dan terus berjalan ke ruang tengah. "Masyaallah!" pekikku saat melihat ada dua orang lain di sana "Anyeonghaseyo*," sapa mereka. (*Halo) "Ne anyeonghaseyo*." (*Iya halo juga) Aku terkejut dengan kedatangan kedua tamu spesial hari ini dan, menyenangkan juga bahwa hari pertamaku di sini ku habiskan bersama member BTL. Reya, aku benar-benar sangat beruntung. "Aku tau kalian lelah istirahatlah dan aku akan memasak untuk kalian." Ucapku lalu berjalan menuju dapur. Langkahku terhenti sesaat merasa seseorang menarik kantong belanja yang kubawa sedari tadi. Yunki, berjalan lebih dahulu mendahului. Aku mengikuti dari belakang, ia berjalan menuju dapur setelah sampai di sana ia meletakan kantong belanja milikku di meja. Ia berdiri, lalu menatapku dengan kesal. "Bagaimana bisa kau keluar rumah tanpa membawa ponsel? Dan juga pintu rumahmu, mengapa kau tak segera mengganti kodenya?" "Aku terlalu lelah untuk mengganti semalam," kujawab sambil memulai mengambil sosis untuk segera kupotong. Pria berkulit putih itu menghela nafasnya. "Baiklah, aku akan menunggu masakanmu. Cepat karena aku sangat lapar." Ia benar-benar menyebalkan, bergumam seraya berjalan meninggalkanku. Memang lebih baik seperti ini, mengerjakan tanpa dibantu orang menyebalkan sepertinya. Aku tak membuat sesuatu yang sulit, hanya nasi goreng dengan telur dadar, juga sosis dan sayur kering. Hanya beberapa menit dan semua sudah selesai, segera ku bawa ke meja makan. "Akan ku ambilkan minum." Yunki bangkit dari duduknya. "Duduklah, aku akan mengambil sisanya." Ia kemudian berjalan ke dapur. Aku duduk dan patuh, ia tak bisa dibantah jika serius seperti itu. Aku sedang tak ingin berdebat dengan si putih itu . "Bukankah ia menyebalkan? Dan sangat cerewet?" tanyaku pada Namjun dan Jeon-gu. Tapi, belum sempat keduanya menjawab, Yunki sudah datang sambil membawa air minum untuk kami. "Makanlah." Ia menyendokkan nasi goreng ke piring milikku "Terima kasih, kalian juga makan." "Selamat makan!" seru Jeon-gu sambil mulai memakan nasi gorengnya. "Bagaimana?" "Seperti nasi goreng," jawab si pucat cuek ia benar-benar menyebalkan. "Ini enak," puji Namjun memang aura leader itu berbeda. "Ini enak karena kita lapar," jawab Yunki lagi dan itu semakin menyebalkan. Sungguh Min Yunki kau menyebalkan sekali, aku melirik ke sebelah kananku melihat member termuda BTL berada di sana. Aah, Reya! Benar-benar aku gadis paling beruntung hari ini!! ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN