Setelah insiden patung kaca tersebut dan meeting Max selesai, akhirnya Amira di bawa pulang oleh Max. Walau Max dengan berat hati membawa gadis itu pulang, tapi jika Amira sedih dia akan merasa bersalah juga.
Di perjalanan pulang, Amira terus bersenandung ceria sambil menikmati pemandangan dari balik jendela. Sementara Max masih berkelabat dengan pikirannya, dia tak mungkin membawa Amira pulang ke rumahnya.
Dia harus mengantarnya ke tempat di mana gadis itu akan hidup dengan tentram. "Amira"
"Hmm ...."
"Di desamu, apa ada keluarga lain selain ayah dan ibumu?"
"Ada, kakek dan nenek juga ada paman dan bibi."
"Apa mereka baik padamu ?" Amira mengangguk.
"Mereka sangat baik padaku, setiap ulang tahunku mereka selalu memberikanku hadiah."
"Kalau begitu, Om antar ke rumah kakek dan nenek Amira, kau mau'kan ke sana?"
"Mau Om, sudah lama juga Amira nggak pernah ke sana."
"Baiklah perhentian selanjutnya di rumah kakek Amira." Akhirnya mobil Max sampai di gerbang desa, Amira yang menatap jalan dari jendela tiba-tiba menyuruh Max berhenti.
"Ada apa Amira?" Dia tentu bingung dengan pintaan Amira yang tiba-tiba. Amira lalu turun menghampiri seorang anak laki-laki yang membawa barang belanjaan.
Max menatap intens keduanya tengah berbincang sebelum akhirnya Amira menarik tangan anak laki-laki itu menghampiri mobil Max.
Max mendelik tidak suka melihat keakraban Amira dengan anak laki-laki tersebut. Dia seperti tak mau Amira di sentuh oleh orang lain kecuali dia sendiri.
Amira tanpa malu menyuruh anak laki-laki itu masuk ke dalam mobil di bagian jok mobil belakang beserta Amira. "Om perkenalkan ini Mika, dia sepupuku. Mika ini Om Max." Mika memandang Max sambil mengulum senyuman.
Max membalas dengan tatapan datar "Ayo Om kita ke rumah nenek."
"Amira, kenapa kau tidak lagi duduk di sampingku?"
"Malas Om aku lebih suka duduk dengan Mika." Mendengar itu Max mendengus kesal.
Dia segera menjalankan mobilnya dengah sebal. Selama perjalanan, Amira terus berceloteh pada Mika yang mendengarkan sepupunya itu berbicara.
Di lihat dari wataknya, Mika adalah seorang yang pendiam dan pendengar baik. Seharusnya untuk anak sebayanya, laki-laki itu nakal dan suka bergerak aktif, Mika adalah kebalikannya.
Max jadi benci berada di mobilnya sendiri, pasalnya dia seperti obat nyamuk diantara kedua anak kecil itu. "Om berhenti." Max dengan patuh menghentikan mobilnya.
Amira dan Mika membuka pintu dan keluar dari mobil itu. Max ikutan keluar dari mobil mengikuti mereka yang masuk ke dalam sebuah pekarangan rumah.
Di pekarangan tersebut, ada seorang wanita tua yang tengah asyik menyiram bunga "Nenek!!" Wanita tua tersebut tersenyum lebar ketika melihat Amira.
"Amira!" kedua perempuan berbeda usia itu saling berpelukan.
"Maaf ya nek, baru hari ini Amira bisa datang ke rumah nenek." ucap Amira.
"Kamu tidak salah sayang, Nenek nggak marah kok kalau kamu nggak jenguk nenek yang penting Amira datang ke rumah nenek."
Nenek Amira menatap pada Max yang tersenyum simpul padanya "Nenek kenalin ini Om Max, Om kenalin ini Nenekku."
"Silakan masuk nak Max."
"Nggak usah saya masih punya pekerjaan." tolak Max halus.
"Tapi saya memaksa loh."
"Baiklah, saya akan masuk." sahut Max dengan sepulas senyuman.