Pagi ini terlihat berbeda dari hari-hari biasanya. Pasalnya, hari ini Hanna mulai masuk ke sekolah barunya. Dia terlihat antusias sedari pagi tadi.
Gadis itu memutar tubuhnya yang berbalut kemeja putih dengan rok pendek sepanjang lutut. Sebenarnya pakaian yang dia kenakan terlihat normal. Namun karena tubuhnya yang semampai membuat Hanna terlihat manis sekaligus sexy.
Setelah dirasa penampilannya sudah siap, Hanna memutuskan untuk segera keluar dari kamarnya. Senyum manis tak lepas dari wajah cantiknya.
"Pagi, Non Hanna." sapa Darmo yang dibuat terpana dengan penampilan dari Hanna pagi ini.
"Pagi, Pak Darmo." sapa Hanna balik dengan riang.
Gadis itu menarik kursi yang ada di depannya, lalu mendudukkan dirinya dengan anggun.
Masih dengan keterpakuannya pada kecantikan Hanna, Darmo menyajikan sepiring sandwich untuk gadis itu. Yang diterima oleh Hanna dengan senyuman manisnya.
"Makasih, Pak." kata Hanna sembari menarik piring tersebut mendekat ke arahnya.
Gadis itu memakan sarapannya dengan lahap. Membuat Darmo merasa senang melihatnya.
"Nanti Hanna berangkatnya gimana, Pak?" tanya Hanna membuka percakapan.
Darmo yang sedari tadi tak lepas menatap wajah cantik Hanna hingga membuatnya melamun seketika mengerjap. Lantas tersenyum kikuk karena ditatap oleh Hanna.
"I-Itu, Non. Tuan Rama sebenarnya sudah menyiapkan sopir untuk Non Hanna. Tapi karena sopir yang seharusnya mengantar Non Hanna tiba-tiba jatuh sakit, akhirnya Tuan Rama mempercayakan saya untuk mengantar Non Hanna sementara waktu." jelas Darmo.
Hanna tampak mengangguk samar. Dia mengusap sudut bibirnya dengan gerakan anggun. Yang lagi-lagi membuat Darmo merasa terpesona.
"Tapi masalahnya saya tidak bisa menyetir mobil, Non. Saya hanya bisa menyetir motor saja." timpal Darmo lagi dengan wajah meringis.
Bukannya merasa kecewa, Hanna justru terlihat senang mendengarnya. Sudah lama dia ingin merasakan bagaimana rasanya naik motor.
"Nggak papa, Pak Darmo. Hanna malah seneng bisa naik motor. Soalnya Papa sama Mama nggak pernah bolehin waktu tinggal di sana." jawab Hanna tersenyum sumringah.
Darmo yang mendengar jawaban Hanna tersenyum lega. Lalu senyuman tersebut seketika berubah menjadi sebuah seringaian dalam sekejap.
"Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini." gumam Darmo dengan smirk andalannya.
"Yuk, Pak." ajak Hanna tiba-tiba, yang membuat Darmo seketika tersadar dari lamunannya.
Darmo dengan cepat mengangguk dan lebih dulu pergi keluar untuk memanasi motornya. Hanna lalu menyusul dari belakangnya.
"Mari, Non naik." ucap Darmo yang telah siap dengan motornya.
Hanna dengan antusias naik di jok belakang.
Darmo yang memang mempunyai rencana lain menyuruh Hanna agar lebih menempel padanya. Dan gadis yang kelewat polos itu menurut-nurut saja tanpa berprasangka buruk terhadap pria itu.
Darmo tentu merasa senang saat Hanna dengan mudah menurutinya. Dia lalu menyalakan motornya dan mulai melaju meninggalkan pelataran rumah.
Selama dalam perjalanan, Hanna tak berhenti berceloteh mengenai kekesalannya karena tidak diperbolehkan naik motor oleh Rama. Yang sesekali ditanggapi oleh Darmo dengan kekehan atau senyuman.
Laju motor yang Darmo kendarai semakin cepat. Membuat Hanna yang berada di belakangnya refleks memegangi kaos lusuh yang pria itu kenakan dengan erat.
"Pegangan, Non." seru Darmo.
Hanna hanya bergumam dan mengeratkan pegangannya pada pinggang Darmo. Namun memang dasar pria itu yang mencari kesempatan, dia menarik tangan Hanna agar melingkari perutnya.
Hanna awalnya terkesiap saat pria itu memegang tangannya. Namun dia memilih untuk tidak mempermasalahkannya. Dan membiarkan posisinya tetap memeluk perut pria itu.
Tanpa Hanna sadari, senyum menyeringai terpatri di bibir Darmo saat ini. Beberapa kali netranya terlihat memejam, merasakan benda kenyal yang menekan punggungnya.
Setelah beberapa menit berkendara, motor Darmo akhirnya berhenti di depan sebuah sekolah. Hanna terlihat tersenyum dan dengan antusias turun dari motor Darmo.
"Saya langsung balik ya, Non. Nanti kalau sudah waktunya pulang kabari saya saja." ujar Darmo menerima helm dari Hanna.
Hanna mengangguk dengan senyuman manisnya.
"Iya, Pak Darmo. Makasih ya, Pak udah mau nganter Hanna." balas Hanna.
Darmo mengangguk dengan tersenyum tipis. Dia menyuruh Hanna untuk lebih dulu masuk ke dalam sekolahnya.
Hanna memilih untuk menurut dan segera masuk. Setelah sebelumnya melambai ke arah Darmo.
Ada rasa senang di dalam diri Darmo karena memiliki kesempatan untuk mengantar Hanna. Dia seperti merasakan tengah mengantar putrinya pergi ke sekolah.
Darmo menghela napas berat karena merasa hampa. Jika saja istrinya tidak mandul, mungkin Darmo dapat merasakan kebahagiaan memiliki seorang anak.
"Sepertinya pemikiranku tentang Non Hanna harus segera dihilangkan." gumam pria paruh baya itu mencoba menampik pikiran buruknya mengenai Hanna.
Setelah berdiam diri selama beberapa menit di depan gerbang sekolah Hanna, Darmo akhirnya mulai melajukan motornya meninggalkan pelataran sekolah tersebut.
Selama perjalanan menuju rumah, Darmo terus menyalahkan dirinya karena bisa-bisanya memiliki pemikiran liar terhadap nona mudanya tersebut.
Mulai saat ini dia akan berusaha untuk tidak berpikiran yang tidak-tidak pada gadis polos itu. Sebelum semuanya semakin jauh, Darmo akan berusaha untuk mencegahnya.
Dia tidak ingin sesuatu yang buruk akan menimpa dirinya sendiri. Bukan tidak mungkin jika Hanna akan mengadu pada Rama. Dan mengakibatkan dirinya dipecat dari pekerjaan yang sudah bertahun-tahun ini dia jalani.
"Baiklah, aku harus berubah." gumam Darmo menyemangati dirinya sendiri.
***