“Kamu masih tak ingin mengatakannya?” tanya Ethan ketika mereka sudah berada di lift dan naik menuju kamar mereka.
Vio menggeleng dengan senyumannya. Membuat pria itu semakin gemas dan malah mendekat ke arah Vio sehingga jarak mereka terhapus. “Kamu mau ngapain? Di sini ada CCTV loh,” ucapnya dengan wajah menantang.
“Biar saja. Toh ini hotel keluargaku. Aku tinggal minta mereka menghapus rekamannya saja. Beres!” Ethan tersenyum lebih menantang lagi.
Vio menelan ludahnya. Untunglah pintu lift terbuka tepat di lantai tempat kamar mereka berada. Jadi Vio mendorong tubuh Ethan agar menjauh darinya. Namun pria itu masih tetap mengikutinya bahkan sampai Vio berdiri di depan pintu kamarnya. “Kamarmu di sebelah Ethan,” ucapnya mengingatkan. Barangkali Ethan lupa.
“Aku tahu. Aku hanya ingin mampir ke kamar calon istriku,” ucap Ethan sembari membuka pintu kamar Vio dengan kartu yang ia rebut dari tangan gadis itu.
Vio mendengus ketika Ethan akhirnya duduk di tepi ranjangnya dengan santai. Pria itu tidak tahu saja jantungnya berdegup sangat cepat sejak di lift tadi. Bisa-bisanya Ethan bersikap biasa saja.
“Haruskah kita bertukar kamar?” tanya Vio lagi ketika Ethan malah asik berbaring sembari memainkan ponsel di atas ranjangnya. Seolah ranjang itu telah menjadi miliknya saja.
“Anggap saja aku tidak di sini, sayang.”
“Jangan menyesal ya,” ucap Vio yang mendengus kasar lalu langsung masuk ke dalam kamar mandi untuk mengganti pakaiannya dengan baju yang biasa ia pakai untuk tidur.
Ethan hanya mengedikkan bahunya dengan cuek. Pasti Vio hanya mengganti pakaiannya dengan piyama. Lagipula apa yang akan gadis itu kenakan saat tidur? Ethan sungguh tidak tahu. Di rumah sakit pun Vio tak mengganti pakaiannya saat tidur di kamar rawat ayahnya.
Jadi, bukan pakaian yang aneh-aneh, kan?
Sayangnya ketika Vio keluar dari kamar mandi hanya dengan hotpants dan tanktop bertali tipis yang membuat lekukan tubuh gadis itu semakin terlihat jelas. Bibirnya mengulas sebuah senyum saat menyadari Ethan menatapnya dengan takjub. Bahkan ponsel pria itu diabaikan.
Ethan menelan ludahnya sendiri tapi berusaha untuk biasa saja. Meski Vio tahu tadi ia sempat menatap gadis itu selama beberapa detik. “Kamu tidak dingin tidur di ruangan ber-AC dengan baju seperti itu?”
Vio berjalan santai dan duduk di samping Ethan dan ikut memainkan ponselnya. “Tidak kok. Kan selimut di sini tebal. Aku tidak akan masuk angin, tenang saja.”
Ethan membuang nafas kasar. Ya, tidak masuk angin tapi masuk yang lain. Pria itu pun masih bergeming di tempatnya, membuka social medianya yang ternyata berita soal lamarannya pada Vio tadi ada di berandanya. Entah paparazzi mana yang berhasil menerobos restorannya sendiri dan mengambil foto mereka yang sepertinya diambil dari jauh. Karena foto itu diperbesar sedemikian rupa.
“Cepat juga edit dan uploadnya. Dasar paparazzi,” gumam Ethan.
“Apa?”
Ethan menunjukkan ponselnya pada Vio. “Ini. Lihat. Kita baru melakukannya beberapa jam yang lalu tapi sudah masuk berita.”
Vio melihat foto itu dengan seksama. “Wajahku terlihat kacau di sana. Kenapa bisa merah sekali begitu?”
Ethan terkekeh geli. “Wajahmu memang merah sekali tadi. Kamu tidak sadar?” tanyanya sembari menatap Vio dan baru menyadari jarak mereka yang begitu dekat. Juga belahan d**a Vio yang terlihat jelas di depannya, membuat pria itu seketika menelan ludah dengan susah payah.
Menyadari jarak di antara mereka yang begitu dekat, membuat nafas Ethan terasa menyentuh kulit Vio. Gadis itu pun melirik dan mendapati Ethan yang tengah menatapnya dengan intens. Perlahan, pria itu mencondongkan tubuhnya ke arah Vio hingga benar-benar menghapus jarak di antara mereka. Kedua bibir lembut nan kenyal itu saling bertaut dan melumat dengan lembut. Hingga Ethan menarik tubuh Vio dan gadis itu berada di pangkuannya kini.
Vio agak terkejut ketika tangan Ethan mulai masuk ke dalam tanktopnya dan melepas kaitan bra yang ia kenakan dengan cepat. Seketika gadis itu mendesah pelan saat Ethan mulai mengelus gundukan kenyalnya bahkan menarik tanktopnya hingga terlepas. Kini tubuh bagian atasnya terekspos sempurna, membuat Ethan dengan mudah melepaskan ciuman mereka dan bergantian melumat lembut gundukan yang terpampang di depannya.
Desahan gadis itu semakin membuat Ethan lepas kendali. Tangan lainnya pun mulai mengusap belahan di bagian pangkal paha Vio yang terasa lembab dan hangat. Sudah dipastikan jika daerah di bawah sana telah basah. Bibir pria itu mengulas sebuah senyuman apalagi didapatinya wajah Vio yang tampak menikmati setiap sentuhannya hingga kedua mata gadis itu terpejam. Ia pun mengubah posisinya hingga kini Vio tepat berada di bawahnya.
“Ethan… “ ucap Vio dengan suara parau dan tatapan mengembun.
“Ya? Apa kamu menikmatinya, sayang?” tanya Ethan dengan lembut. Tanpa ada nada paksaan sedikitpun.
Vio tersenyum tipis. “Jika kamu ingin melakukannya sekarang, aku tidak akan menyesal kok,” ucapnya dengan wajah memerah.
“Baiklah. Aku tidak akan menolak,” ucap Ethan yang kembali mencumbu bibir ranum milik Vio dan perlahan membuka hotpants yang dikenakan gadis itu. Tak lupa ia melepas kemeja dan celananya sehingga mereka berdua sama-sama tak tertutup sehelai benang pun.
Ini adalah yang pertama kali untuk Vio, Ethan tak ingin meninggalkan jejak trauma pada gadis itu sehingga ia memperlakukannya begitu lembut. Desahan Vio saat menyebut namanya membuat Ethan tak sabar untuk menyatukan tubuh mereka. Ia pun mulai mengarahkan kejantanannya yang telah tegak sempurna untuk masuk ke dalam liang kewanitaan gadis di bawahnya dengan perlahan.
Ada sesuatu yang menahannya.
Vio mengernyitkan dahinya tapi tak ada penolakan dari gadis itu. Hingga satu hentakan yang Ethan buat berhasil menembus dirinya, mengoyak sesuatu yang dijaganya selama dua puluh tahun lebih ini. Jeritannya tertahan oleh ciuman Ethan yang semakin dalam hingga ia lupa akan rasa nyeri di bawah sana dan berganti dengan rasa nikmat yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Bahkan jauh lebih dari sentuhan pertama Ethan saat itu.
Merasa jika Vio mulai terbiasa, Ethan pun mulai menggerakkan tubuhnya dengan gerakan perlahan. Liang milik Vio begitu menjepit kejantanannya. “Ahh… Vio… “
“Ethan… ahhh… aku rasa aku mau… ahh.”
Jepitan di bawah sana semakin terasa, denyutan itu pun semakin membuat Ethan tak tahan hingga melepaskan cairan kenikmatannya ke dalam tubuh Vio. “Ahh… ini nikmat sekali, Vio.” Tubuhnya jatuh di samping Vio dengan peluh yang memenuhi tubuhnya.
Nafas Vio tampak terengah, tapi senyum di wajah gadis itu pertanda jika ia juga menikmatinya. Apalagi saat Ethan menyemprotkan cairan miliknya di dalam, ia merasa kejantanan pria itu seakan memenuhi tubuhnya.
“Kamu tidak menyesalinya?” tanya Ethan sembari menoleh pada Vio.
Vio menggeleng pelan. “Tapi… “ Ia melihat sprei berwarna biru muda di bawahnya yang memiliki noda bercak darah keperawanannya.
“Tidak apa-apa. Nanti ada petugas yang mengambilnya dan menggantinya dengan yang baru. Sekarang kita bersihkan tubuhmu dulu,” ucap Ethan sembari beranjak dan menggendong Vio ke dalam kamar mandi.
“Ethan! Turunkan aku. Aku bisa jalan sendiri kok,” ucap Vio yang benar-benar merasa malu.
“Tidak. Aku masih akan memanjakanmu. Siapa suruh menggodaku. Jika aku sudah tergoda, satu permainan saja tidak cukup tahu!”
“A-apa?!”