Chapter 34

1201 Kata
“Hm.. orang dalam ya” ujar Dyan dengan bergumam pelan yang langsung menyadarkan mereka semua setelah terdiam selama beberapa detik. Sejujurnya, kondisi mereka saat ini yang mana semuanya tengah berada di tempat yang bukan privat, sangatlah riskan untuk membicarakan hal hal setsitive seperti ini. Meskipun ini memanglah ruang VIP, semua pintu kamar di rumah sakit tak akan dikunci. Tak ada yang bisa memastikan apakah benar benar tak ada orang yang sembarangan masuk atau minimal menguping pembicaraan mereka. “...memangnya mungkin ya??” ujar Kael sembari meremat rambutnya gemas. Ia yang selama ini tidak pernah terlibat kasus yang benar benar kasus, sekalinya diberi kasus malah kasus yang sangat berat, rumit dan berkepanjangan seperti ini. Adrenalinnya memang mengobar, namun di sisi lain pun otaknya memanas hingga ia rasa ia bisa menyeduh kopi hanya dengan kepalanya senidri. “maksudnya- kita ini polisi. Aku tahu kita tak bisa bersikap naif dan berpikir semua polisi itu tentu orang baik. Tapi aku tak menyangka skala kejahatan yang bisa dilakukan oleh seorang polisi dari membuat skandal, menculik hingga membunuh” “Ya... bisa saja, kan?” ujar Eros dengan wajah yang sama kebingungannya. “Tak ada yang tahu apa isi otak tiap individu” “hhaahhh” menghela nafas berat, Farren menepuk tangannya sekali. Mengisyaratkan aga semua perhatian kini kembali terkumpul padanya. “Kita selesaikan kasus Syden lebih dahulu. Besok pagi kita harus sudah kembali ke kantor polisi untuk bertugas masing masing kembali. Kau pun harus kembali ke forensik, kan??” tanya Farren yang langsung diangguki oleh Eros. “Nah, selama bertugas nanti, kita bisa diam diam menyelinap untuk kembali membahas kasus dari penculik psikopat itu” lanjutnya lagi. Memang harus sekarang banget untuk menyelesaikan segala masalah yang diluar bahasan utama mereka. Ini hari ketiga mereka cuti pukul empat sore. Waktu mereka hanya sisa beberapa jam lagi. Belum lagi, semuanya harus setidaknya tidur selama beberapa jam karena mereka semua pasti lelah berlebihan baik fisik maupun mental. “Syden, tetap diam disini sampai kau baikan agar besok bisa kembali ke kantor. Aku akan mengajukan perpindahan kalian ke pusat agar kita lebih mudah bekerja sama. Pun jika memang ditolak, aku akan memastikan kalian dipindahkan di kota ini, setidaknya tak akan jauh jika ingin bertemu” Ujar Farren yang ucapannya dimaksudkan untuk Syden, Kael, Britta dan Dylan. “Britta dan Kael, kalian pergilah ke bank untuk meminta rekening koran dari Syden. Bukti bahwa ia memang hanya memesankan kamar untuk jangka satu minggu dan pergi dari hotel. Zale dan Dylan akan pergi ke setiap media siar dan cetak untuk memberikan berita mengenai kasus lanjutan dari Syden. Mereka tak akan menolak, toh berita baru artinya pemasukan baru untuk mereka” ujar Farren mendikte. “Eric, kembali ke rumahmu dan istirahat. Jika memang kau belum sanggup untuk kembali ke kantor besok, aku bisa memperpanjang cuti dengan alasan keluargamu. Eros, kau pun kembali ke rumah. Pastikan ponselmu selalu hidup agar kita semua lebih mudah untuk berkomunikasi. Aku sendiri akan bergerak langsung menemui atasan. Sampai disini paham?” ujarnya panjang lebar yang kini hanya diangguki dengan mantap oleh semua rekannya. “dissmiss” ---       Ini sudah seminggu berlalu semenjak Syden memasuki rumah sakit pada saat itu. Beberapa hari yang lalu, Syden sudah kembali di terima di kepolisian atas usaha dan kerja keras Farren untuk membuktikannya. Meskipun seluruh bukti sudah disebar oleh awak media, kepolisian seakan malas untuk menerima pemuda yang menurut mereka tak berguna itu. Pun demikian dengan rekan rekan satu kantornya. Mereka seakan canggung dengan kedatangan kembali Syden, meskipun pria itu hanya mangkir dari kantor dalam jangka waktu kurang dari dua bulan. Tak mudah menghilangkan pikiran bahwa sosok tersebut memanglah bukan sosok yang sempat diberitakan seminggu penuh itu. Kini, Dylan dan Britta sudah dipindahkan dari kantor kepolisian setempat menjadi kantor kepolisian pusat, persis dibawah arahan Farren. Ya, kedua orang yang belum ada setahun itu kini resmi menjadi detective pemula dengan Farren, Eric dan Zale sebagai seniornya. Eros tentu saja masih bekerja di badan forensik nasional. Sedangkan Kael dan Syden kembali ke kantornya semula yaitu kantor cabang di masing masing wilayah, yang memang masih ada di seputaran ibu kota. Kedua pria itu masih lah menjadi polisi jaga yang bertugas tiap shiftnya. Tidak seperti kelima orang yang kini auto menjadi team. Bekerja tak tahu waktu karena disaat ada penjahat, disana lah detective beraksi. Ini pukul dua pagi ketika mereka kembali berkumpul di kediaman Syden atas satu dua hal. Yang pasti, entah mengapa kediaman pria itu kini menjadi seakan akan basecamp dimana mereka akan berkumpul jika membahas target yang dimaksud. Dengan mata yang berat, Dylan dan Eric terlihat terkantuk kantuk dengan kepala yang hampir saja jatuh akibat mata yang terpejam. Menjadi detective itu bukannya mereka harus stand by selama dua puluh empat jam penuh. Tidak. Kasus kasus biasa tentu saja akan diselesaikan oleh para petugas kepolisian yang berjaga. Tak setiap saat detective akan benar benar sibuk hingga rasanya lupa apa yang namanya lelah. Namun, sekalinya ada kasus yang memang bukan ranah dari polisi jaga, dimana pun mereka, entah sedang apapun mereka, mereka harus menginjakkan kaki di tempat kejadian perkara bersamaan dengan forensik untuk mengusut kasus hingga tuntas. Kelima orang yang kini menjadi satu team itu sehabis kembali dari beberapa tempat setelah laporan bahwa anaknya diculik oleh mantan narapidana disekitar rumahnya berhasil dipecahkan. Ternyata anaknya hanya membolos sekolah dan pergi keluar kota seorang diri, sedangkan mantan narapidana yang dimaksud hanya menemukan ponsel di jalan yang sepertinya terjatuh, lalu mengambilnya dengan maksud untuk dijual dan mendapatkan uang. Well.. karena kasus salah paham satu itu, kelimanya seharian penuh berkeliling kota mencari evidence, namun dipecahkan hanya karena Britta tak sengaja melihat si gadis turun dari bus yang berasal dari luar kota. Sedangkan Kael dan Syden baru selesai dari shift sore ke malamnya. “Kemana Eros?” tanya Syden yang kini sudah berganti pakaian menjadi piayama tidur satin yang harganya sangat fantastis itu menggaruk kepalanya ketika menyadari bahwa orang yang pertama kali mengajak mereka kumpul hari ini adalah orang yang sampai saat ini belum terlihat. “Jika kalian lelah, menginap saja. Akan aku pinjamkan baju” ujar Syden ketika melihat wajah wajah letih dari rekannya. “Kau bisa memakai baju milik mama, Britta. Atau jika tak ingin, kau bisa memakai baju ku. Tapi paling kau hanya akan terlihat seperti orang orangan sawah” ujarnya meledek yang hanya dibalas tendangan pelan oleh si gadis. “...tidak. Dipikir pikir, akan bahaya jika kalian kembali pulang pagi pagi buta dengan keadaan mengantuk. Kalian HARUS menginap” ujar Syden lagi dengan penekanan di kalimat harus. “Tak usah sungkan, disini banyak kamar kosong, kok” “Lagi pula, siapa juga yang sungkan padamu” jawab Kael semena mena karena memang pria itu hanya dalam kurun waktu beberapa hari sudah benar benar akrab dengan kedua orang tua Syden, bahkan hingga seluruh pelayan dan penjaga yang ada disana. Benar benar definisi seorang kupu kupu sosial. “Sialan kau” ujar Syden bercanda sembari merenggangkan badannya diatas sofa yang sudah memberontak ingin istirahat itu. “Dimana Erooooooosssssss” ujarnya sembari merengek lelah. “Disini” sebuah suara tiba tiba muncul berbarengan dengan bunyi khas dari pintu kayu yang dibuka, menampakkan sesosok pria yang sudah ditunggu oleh tujuh orang yang sedari tadi sudah ada disana itu. “Dari mana saja kau??” “Mencari cara untuk menemukan sidik jari”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN