Bab 10: Kesepakatan 5

1705 Kata
# Kinan kemudian memberikan tablet miliknya pada Jenny. “Seperti yang kau tahu. Aku memang pernah mencari tahu tentang Kakakmu karena aku perlu memutuskan pertunanganku dengan Arther waktu itu,” ucap Kinan. “Aku mengerti. Tidak perlu merasa tidak enak padaku juga,” ucap Jenny. Matanya dengan cepat membaca semua informasi yang ada di tablet itu sambil mendengarkan penjelasan Kinan. “Berita mengatakan kalau Kakakmu bunuh diri dalam kondisi tengah mengandung. Akan tetapi ayah dari anak di kandungannya tidak pernah diketahui,” ucap Kinan. “Aku sudah tahu bagian itu. Karena aku masih terlalu muda jadi aku ditinggalkan begitu saja tanpa tahu penyebab pasti dari kejadian yang menimpa almarhum Kakakku. Aku bahkan tidak sempat bertemu atau melihatnya untuk terakhir kali,” ucap Jenny. Kinan diam sejenak, memberi Jenny kesempatan untuk sampai pada bagian yang paling berat dari informasi yang pernah didapatkannya dulu tentang masa lalu Arther. Bahkan dirinya saat itu sangat terkejut, jadi dia tahu kalau Jenny mungkin akan merasa terpukul mengingat kalau hal ini bukan tentang orang lain melainkan Kakaknya sendiri. Di sisi lain, Arnetta dan Kenny hanya bisa menarik napas panjang. Arnetta sejujurnya tidak tahu sebanyak Kenny dan Kinan tapi setidaknya dia memahami betapa pelik masalah yang membelit hidup Jenny. “Aku akan meninggalkan kalian sebentar. Panggil saja kalau kalian membutuhkan apa-apa,” ucap Arnetta. “Makasih Net,” balas Kinan. Kenny hanya mengangguk pelan. Dia juga ingin pergi mengikuti Arnetta sebenarnya, tapi dia sedikit banyak merasa ikut bertanggung jawab untuk menjelaskan pada Jenny, bukan hanya meninggalkan Kinan sendiri padahal Kinan tidak pernah terlibat sebenarnya. Dirinya adalah yang pertama kali membuka rahasia itu dan dia tahu kalau Arther sampai tahu nanti, hanya Kinan dan Jenny yang bisa melindunginya. “Nek, tapi janji ya. Habis ini jangan overthinking okay? Aku tuh merasa bersalah to the moon and back,” ucap Kenny. Sikap isengnya kadang-kadang malah berbuah salah paham karena kali ini dia telah membocorkan rahasia. “Tidak masalah Ken. Aku yang memang ingin tahu detailnya bagaimana. Bahkan sekalipun kau tidak memberitahu apa-apa kepadaku, aku akan tetap menemukan cara untuk mengetahuinya,” ucap Jenny. “Itu benar. Itu juga alasanmu belum menerima lamaran Arther sampai detik ini bukan?” timpal Kinan. Jenny tidak mengangguk. Dia hanya mengerutkan dahinya selama beberapa saat. “Padahal kau juga tahu kalau anak dalam kandungan Kakakmu itu bukan anak Arther,” lanjut Kinan. Kali ini Jenny tidak menjawab. Matanya masih belum beralih dari tablet di tangannya. Untuk beberapa saat suasana terasa hening hingga. Kenny semakin merapatkan duduknya pada Kinan, terlalu takut kalau Jenny seketika akan meledak. Dan dugaan Kenny sepertinya benar ketika pupil mata Jenny terlihat membesar seiring waktu berlalu. Hanya kali ini bukan Kenny yang mendapatkan tatapan tajam Jenny melainkan Kinan. “Sebenarnya apa-apaan ini? Aku tahu kalau Kakakku adalah kekasih Arther dulu dan aku juga tahu kalau anak di dalam kandungannya bukan anak Arther karena Arther bersumpah tentang itu. Aku tidak merasa kalau Kakak, maksudku Kakakku akan bisa berselingkuh dari Arther karena Arther selalu bersikap baik padanya. Ini saja sudah membingungkan karena Kakak yang kukenal tidak seperti itu. Tapi Kinan, sumbermu ini apa benar bisa dipercaya? Apa saudaraku satu-satunya benar meninggal dalam kondisi seperti itu? Bahkan untuk tahu kalau dia bunuh diri saja sudah cukup menyakitkan untukku, apalagi ...” “Karena itulah Arther merahasiakan semuanya darimu. Dia tidak ingin kau terbebani apalagi terobsesi dengan kasus Kakakmu. Pembunuhnya sudah di adili dan dengan susah payah dia ingin membuka lembaran baru denganmu. Tidakkah seharusnya kau memaafkannya untuk merahasiakan semuanya darimu dan kemudian berusaha untuk berbahagia bersamanya?” ucap Kinan. Dia tahu Jenny berbeda dengannya tapi tujuannya mengungkap semua ini adalah karena dia tidak ingin Jenny mencari tahu sendiri segalanya sendiri dan malah membuat sahabatnya itu masuk dalam masalah yang lebih besar. “Aku memaafkan Arther sudah sejak lama Kinan. Tapi sama sepertimu yang hingga detik ini kesulitan untuk sepenuhnya memakai nama Karen pemberian Kakekmu, aku juga sampai detik ini kesulitan untuk menerima semua yang menimpa Kakakku sebagai sesuatu yang wajar dan bisa diabaikan begitu saja. Setidaknya sampai aku merasa kalau tidak ada lagi rahasia yang disimpan Arther,” ucap Jenny. “Kalau kau berpikir begitu, kenapa kau melangkah sejauh ini Jen? Hubunganmu dan Arther bukan lagi sekedar hubungan biasa antar kekasih, kalian sudah lebih dari itu. Kalau kau tidak ingin menikah dengannya, kenapa kau memberi harapan padanya dan dirimu sendiri?” tanya Kinan. “Kinan dan pemikiran konservasinya,” ucap Kenny. “Dia memang selalu konservatif kan Ken? Jangan sengaja memelesetkan kalimat ah,” sambung Jenny. Dia sedikit tersenyum saat membenarkan ucapan Kenny tapi tatapan matanya tidak mampu menutupi kesedihannya. Kalimat Kinan benar-benar tepat sasaran. “Salah lagi deh eyke,” ucap Kenny sambil meraih jus jeruk yang sebenarnya sisa minuman Ava tadi. Dia sedikit santai karena Jenny menanggapi humornya yang garing barusan. “Jen, seharusnya dirimu yang jangan berusaha mengubah topik pembicaraan kita,” ucap Kinan sambil menarik napas panjang. Dia tahu kalau ini topik yang sensitif untuk Jenny dan mungkin dirinya berkesan terlalu ikut campur untuk itu tapi dia tidak bisa terus-terusan diam ketika baik Jenny maupu Arther adalah teman baiknya. Jenny menarik napas panjang. “Tidak ada yang bisa lolos darimu ya. Sudah kuduga. Pebisnis memang beda,” ucap Jenny. Dia kemudian mengambil tasnya. “Aku tahu kalian peduli kepadaku dan aku berterima kasih pada kalian berdua yang sudah menjelaskan semua ini kepadaku, tapi apa yang terjadi antara aku dan Arther adalah hal yang sangat pribadi, bahkan sejauh apa pun kami melewati batas. Aku hanya tidak yakin untuk bisa bertahan dalam pernikahan dengan Arther untuk saat ini tapi bukan berarti aku tidak yakin untuk bisa tetap di sisinya dalam kondisi apa pun,” ucap Jenny. Dia hendak melangkah pergi. Saat yang sama Arnetta baru masuk dengan nampan berisi minuman. “Mau kemana? Kan minumanmu baru juga datang,” ucap Arnetta. Dia sengaja menghalangi langkah Jenny. Kinan bangkit berdiri dan mendekati Jenny. “Maaf Jen. Aku melewati batasan terlalu jauh. Jangan pergi, oke? Sangat sulit bagi kita semua untuk bisa berkumpul seperti ini dan menghabiskan waktu bersama. Aku janji tidak akan mengungkit lagi apa yang kau anggap terlalu pribadi, bagaimana?” bujuk Kinan. Jenny menatap Kinan sesaat. Ekspresi wajah yang mengingatkannya pada almarhum kakaknya di wajah Kinan membuat Jenny jadi bertanya-tanya, apakah ini juga alasan Arther dulunya begitu peduli pada Kinan? Karena Kinan membuatnya teringat juga pada orang yang pernah sangat dia cintai? Jenny menarik napas panjang. “Kau janji?” tanyanya. Kinan mengangguk pelan meski terlihat sedikit keraguan di wajahnya. Kinan adalah orang yang akan selalu peduli pada orang lain, terlebih itu orang dekatnya. Kinan yang tidak akan mungkin tidak peduli pada Jenny meski pada akhirnya dia tahu kalau dirinya mungkin terlalu ikut campur dalam hal-hal pribadi Jenny. “Percayalah Nek. Kinan itu tidak bisa melihat hal-hal yang di luar konservasi, langsung kita di ajak kembali ke habitat alami dengan ayat-ayat kitab suci atau filosofi jaman resonansi,” ucap Kenny. Dia bahkan tidak bisa terang-terangan pacaran di depan Kinan karena pasti akan selalu di tegur oleh temannya itu setiap kali mereka bertemu. “Maksudmu jaman renaisance?” tanya Arnetta yang kini sudah kembali duduk bersama mereka. “Aku tidak sebegitu konservatifnya Ken. Itu demi kebaikanmu ...” “Bersulang!” potong Kenny sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah Arnetta dan Jenny. Dia mengangkat gelas jusnya tinggi-tinggi. Jenny hanya tertawa. Dia meraih tangan Kinan dan tersenyum hangat. “Aku berjanji akan memikirkan saranmu. Terima kasih Kinan,” bisiknya. Dia tahu karakter Kinan dan dia tidak ingin membuat Kinan semakin khawatir kepadanya. Kinan tersenyum lega. Setidaknya dia ingin memastikan kalau hubungan Jenny dan Arther baik-baik saja. Dia lebih suka mereka benar-benar putus daripada berada dalam hubungan yang menurutnya hanya akan merugikan Jenny nantinya. # Arther mondar-mandir di ruang tamu sambil sesekali melirik jam tangannya. Dia tahu kalau Jenny pergi untuk menemui Kinan dan yang lain. Dia juga tahu kalau mereka berkumpul di rumah Arnetta untuk sekedar bersantai dan berbagi cerita. Akan tetapi ini sudah pukul sembilan malam dan Jenny sama sekali belum tiba di rumah. Dia mulai merasa khawatir. Beberapa kali dia ingin menghubungi Jenny, Kenny, Kinan atau bahkan Arnetta, tapi dia tahu kalau sampai Jenny tahu dia melakukan itu maka kekasihnya itu pasti akan marah besar. Dia bisa saja menyuruh beberapa orang untuk membuntuti Jenny, tapi lagi-lagi kalau Jenny sampai tahu maka habislah semuanya. Jenny adalah asisten yang juga menjadi sekretarisnya di kantor sejak lama dan sudah pasti Jenny tahu semua cara yang mungkin dia lakukan. Itu karena Jenny adalah orang yang selama ini selalu berada di sisinya dan sudah sering kali bertugas mengatur hal-hal seperti itu sejak lama. Arther mengeluarkan ponselnya beberapa kali namun akhirnya memasukkannya lagi ke dalam saku jasnya. “Argghh aku bisa gila kalau begini,” keluh Arther kesal. Tepat saat itu ponselnya tiba-tiba berbunyi. Dengan cepat, Arther mengambil kembali benda pipih tersebut. Sebuah pesan masuk namun itu bukan dari Jenny dan juga bukan kabar tentang Jenny. Arther menarik napas panjang selama beberapa saat sebelum akhirnya dia memutuskan untuk menekan nomor Arnetta. Dia memilih Arnetta karena tidak ingin mendengar omelan Kinan atau kalimat ‘lebay’ berputar-putar dari Kenny. Arnetta adalah solusi paling aman untuk mencari tahu kabar Jenny. “Apa kalian masih berkumpul? Ini sudah larut dan Jenny sama sekali tidak memberi kabar kapan dia akan pulang,” ucap Arther begitu tersambung. “Hah? Kami sudah bubar sejak jam 7 tadi. Jenny bilang tadi kalau dia akan langsung pulang.” Di seberang, Arnetta malah terdengar kaget. “Dia tidak mengabariku sama sekali,” balas Arther. Dia mulai khawatir. “Suasana hati Jenny sedikit buruk. Sebaiknya kau cari dia atau cek di apartemen pribadinya.” Arnetta memberi saran. Arther menutup panggilan begitu saja dan langsung bergegas menyambar kunci mobilnya. Perasaannya tidak enak. Jenny selalu saja bersamanya dan bahkan bisa dikatakan sudah tinggal di tempatnya secara semi permanen karena dirinya yang selalu ingin Jenny di sisinya sehingga dia lupa kalau selama ini kekasihnya itu memiliki tempat tinggal sendiri. Tapi bukannya Jenny tidak pernah mengeluh mengenai tinggal bersama? Apa ada yang terjadi yang tidak dia sadari di kantor? Atau saat bertemu dengan Kinan dan yang lain? Sesuatu yang membuat suasana hati Jenny kembali menjadi buruk? Arther tidak bisa membayangkan apa-apa. Dia ingin segera bertemu dengan Jenny dulu dan memperjelas semuanya. Setidaknya, dia tidak ingin Jenny terluka karena dirinya yang terlalu egois memaksakan kehendaknya pada wanita itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN