Bab 7: Kesepakatan 2

1870 Kata
# Nathan Subagja mengamati gedung kantor di depannya yang merupakan gedung pusat dari perusahaan tekstil baru yang sekarang berhasil dirintis oleh Arther. Dia menyalakan rokoknya dan menghirupnya kuat. “Dari sebuah majalah fashion biasa, menjadi perusahaan fashion dan sekarang dia berhasil melangkah lebih jauh dengan masuk di bidang tekstil serta transportasi laut. Benar-benar orang yang luar biasa,” ucap Nathan. “Kau juga berpikir begitu?” Tanya Nyonya Anne Subagja yang merupakan ibu kandung Nathan. Nathan melirik ibunya sinis. “Tentu saja. Luar biasa mengesalkan. Aku benci melihatnya berhasil dan hidup enak di atas harta dan kemewahan yang seharusnya menjadi milikku,” ucap Nathan. Anne menurunkan kaca jendela. “Buang rokokmu, kau membuat mobil Mama tercium seperti kendaraan angkutan umum,” perintah Nyonya Anne. Nathan tertawa. “Mama lebih peduli pada mobil hadiah suami Mama yang tua itu daripada anak Mama sendiri bukan?” tanya Nathan. “Jaga mulutmu. Semua uang untuk membiayai apartemenmu, hidupmu dan bahkan rokok menjijikkan itu adalah uang dari suami Mama. Kau tidak punya apa-apa lagi setelah keluar dari penjara. Apa kau tidak sadar tentang itu?” tanya Nyonya Anne. Nathan mengangkat bahunya acuh. “Aku tidak peduli. Bukankah aku tinggal merebut semuanya lagi dari Arther dan kemudian aku akan mendapatkan semuanya di dalam genggaman tanganku lagi,” ucap Nathan. Nyonya Anne melirik Nathan dengan tatapan meremehkan. “Kalau ingin bicara besar, buktikan dulu. Setidaknya kau harus punya rencana dulu untuk bisa membuat Arther goyah. Dia sudah membuktikan kalau dirinya lebih kuat, lebih mampu dan lebih hebat darimu. Tidak hanya dalam mengembangkan perusahaan tapi dia bahkan memasuki bisnis baru dan langsung berhasil saat kau terkurung di dalam penjara selama ini,” balas Nyonya Anne. Rahang Nathan mengeras mendengar ucapan ibunya. “Lihat saja. Aku akan merebut semuanya darinya. Wanita, harta dan bahkan kejayaan yang sekarang ini dia miliki akan kurebut. Rasanya menyenangkan juga bisa melihat air mata di wajah pria dewasa tengil sepertinya,” ucap Nathan. “Apa rencanamu? Ingat kali ini Mama tidak bisa ikut campur terang-terangan karena ayah tirimu tidak akan suka jika kau terlibat dalam kejahatan yang bisa merusak nama baiknya,” ucap Nyonya Anne. Nathan mengerutkan dahinya. “Kalau memang tidak ingin terlalu terlibat, bukankah sebaiknya Mama tidak perlu tahu? Yang jelas aku akan mulai dari kelemahannya yang paling besar. Kudengar dia mengambil adik wanita itu, menyekolahkannya dan bahkan menjadikannya sebagai asisten dan sekretaris kepercayaannya,” ucap Nathan. “Apa kau tidak puas sudah mengakibatkan Kakaknya seperti itu? Jika bukan karenamu, mungkin sekarang Mama sudah memiliki cucu,” ucap Nyonya Anne. Nathan tertawa. “Mama sendiri kan tidak suka dengannya waktu itu dan lagi aku belum siap menjadi ayah. Kalau Mama memang sangat ingin menjadi seorang Nenek, aku bisa memberikannya dari wanita mana pun. Tidak masalah kan siapa ibu anakku selama itu benihku.” Nyonya Anne menarik napas panjang. “Hentikan kegilaanmu pada wanita. Saat itu Mama tidak berpikir panjang. Andai saja Mama tahu semuanya akan berakhir seperti ini, Mama akan memperlakukannya dengan lebih baik. Siapa yang menyangka dia akan melakukan hal bodoh itu? Bunuh diri dengan anak yang masih berada di dalam kandungannya. Sayang sekali.” Nyonya Anne menarik napas panjang. Nathan kembali tertawa. “Ya, itu penyesalan Mama. Bukan penyesalanku. Aku sudah bosan dengannya. Lagi pula, dia hanya piala kemenanganku dari Arther. Karena aku tahu Arther sangat mencintainya saat itu. Jika tidak, aku tidak akan menyentuh wanita yang membosankan seperti itu. Arther bahkan belum pernah menyentuhnya dan aku sudah menghamilinya. Mama tahu bagaimana wajah Arther saat itu? Aku benar-benar ingin melihatnya lagi,” ucap Nathan. Nyonya Anne kembali mendesah berat. “Kau gila. Kau membuat Mama mual,” keluh Nyonya Anne. “Terimalah kenyataan Mama. Orang gila ini adalah anak kandung Mama dan bagaimanapun Mama membutuhkanku. Jika tidak, mana mungkin Mama mencariku dan memberiku semua fasilitas ini bukan? Aku selalu melakukan pekerjaan kotor dalam keluarga. Bahkan pekerjaan kotor yang tidak mampu dilakukan oleh orang tuaku sendiri,” balas Nathan. Nyonya Anne terdiam mendengar ucapan putranya. Bagaimanapun dia tahu itu benar. Mungkin bahkan secara tidak langsung, dirinya dan almarhum suaminyalah yang telah membentuk Nathan menjadi seperti sekarang. # Jenny sedikit merasa lega karena kali ini dia tidak perlu mendampingi Arther sebagai asisten dalam makan siang bisnis dengan calon investor dari Jepang. Arther memberinya sedikit kelonggaran agar dia bisa makan siang sejenak di kafetaria. Rasanya sudah sangat lama bagi Jenny tidak menginjakkan kaki di kafetaria perusahaan meskipun sebenarnya perusahaan ini sendiri baru beroperasi sekitar satu tahun. Jenny menyukai makanan rumahan yang selalu disajikan di kafetaria. Arther memang selalu mensyaratkan pengelola kafetaria di gedung tempat perusahaannya berada agar menyajikan menu makanan rumahan sebagai pilihan. “Lihat ini. Jarang-jarang rasanya kita bisa melihat Bu Jenny ada di kafetaria rakyat jelata.” Jenny mendesah lelah ketika mendengar ucapan yang jelas-jelas ditujukan kepadanya itu. Dia berbalik dengan piring makanan di tangannya dan menatap wanita yang berdiri tidak jauh darinya itu. Wanita itu bernama Sinta. Posisinya sebagai manajer keuangan termasuk cukup penting dalam perusahaan. Itulah sebabnya, sama seperti Jenny, Sinta juga dimutasi ke perusahaan yang baru untuk sementara waktu membantu menangani perusahaan yang belum lama beroperasi di bawah bendera perusahaan milik Arther. Sebenarnya Sinta melakukan pekerjaannya dengan sangat baik. Itulah sebabnya Arther akhirnya memutuskan untuk membuat Sinta sebagai manajer tetap di perusahaan baru ini. Hanya saja, satu hal yang tidak diketahui oleh Arther adalah kalau Sinta tidak pernah cocok dengan Jenny di luar urusan profesional. Saat bekerja, keduanya tidak pernah menunjukkan perselisihan secara terang-terangan. Akan tetapi ketika di luar lingkungan kerja atau di luar ruangan kantor, Sinta akan menyerang Jenny dengan semua gosip yang dulu seharusnya hanya beredar di dalam I Style dan Le Style. Akibatnya, kabar dan gosip kedekatan Jenny dengan Arther secara diam-diam menyebar di dalam LTS dan menjadi rahasia umum di kalangan karyawan lainnya. “Kita semua rakyat jelata di sini. Apa kau lupa kalau istilah seperti itu hanya digunakan di jaman dulu? Kukira kau cukup modern, ternyata dugaanku salah,” sindir Jenny. Dia akhirnya melewati Sinta dan memilih untuk duduk sendirian. Tapi Sinta tidak melepaskannya begitu saja. “Kau benar. Aku mungkin terlalu kuno menggunakan istilah itu kepadamu. Tapi kurasa itu yang paling sopan untukmu bukan?” Sinta tersenyum penuh makna. Dia kemudian mendekati Jenny. “Karena menyebutmu sebagai simpanan bos rasanya terlalu vulgar,” bisik Sinta. Jenny membeku mendengar ucapan Sinta. Sejujurnya ini bukanlah pertama kali baginya mendengar istilah itu ditujukan padanya semenjak kedekatannya dengan Arther mulai tercium di I Style. Namun tetap saja dia tidak pernah merasa terbiasa dengan julukan itu. “Ups, apa aku menyakiti perasaanmu? Bagaimanapun itu semua benar kan? Di I Style, tidak ada yang tidak tahu seperti apa hubunganmu dengan Bos. Kau satu-satunya yang disekolahkan oleh Bos, dipekerjakan oleh Bos, diberi gaji tinggi oleh Bos dan sekaligus ...” Sinta berhenti sejenak. Dia mengamati perubahan ekspresi wajah Jenny sebelum akhirnya duduk di depan Jenny dan tersenyum sinis. “Ehm, sekaligus menjadi penghangat tempat tidur Bos,” lanjut Sinta dengan nada pelan. Dia tersenyum penuh kemenangan saat melihat wajah Jenny yang memerah. Dia tidak bisa menebak apakah Jenny kesal atau marah dengan sindirannya tapi apa pun itu tidak masalah untuk Sinta. Yang jelas Jenny sepertinya merasa terganggu dan itu sudah cukup. “Hentikan. Kesabaranku ada batasnya,” ucap Jenny. Sinta menatap Jenny dengan tatapan sinis kali ini. “Kenapa? Kau akan melaporkanku dan membuatku dipecat dari sini? Kau tahu kan kalau kau bahkan mampu membuatku tidak bisa mendapatkan pekerjaan lagi saat keluar dari sini kalau kau memang mau. Kau mengenal banyak orang penting dan kekasih dari ... arrhgghh.” Sinta mendadak berteriak kesal saat menyadari kalau sekarang pakaiannya basah. Dia berdiri dengan cepat dan mengibas-ngibaskan pakaian yang masih dia kenakan. “Oh my gosh. Basyah-basyah seluruh tubuh, ah ha ah mandi sana.” Kenny yang mendadak sudah berada di tempat itu kini malah berjoget sambil menyanyikan salah satu lagu dangdut yang cukup terkenal jaman dulu. “Dasar banci. Kau pikir ini di I Style?! Seenaknya kau masuk keluar tempat ini!” ucap Sinta marah. Dia sangat kesal sekarang dan menyorot ke arah Kenny dengan wajah memerah menahan kesal. “Ihh, kashar. PHAB deh! Pelanggaran hak asasi benchong. Maaf ya. Aku itu memang cuma punya jabatan dan posisi rendah di I Style. Tapi bagi Bos, aku adalah aset berharga. Catat. Aset,” ucap Kenny. Sinta tahu percuma saja mengajak Kenny berdebat karena mengolah kata adalah keahlian Kenny sejak dulu. Pada akhirnya dia memilih pergi begitu saja. Kenny mendekati Jenny dan menatapnya prihatin. “Lihat dirimu. Apa yang terjadi kalau wanita cantik dan tangguh seperti diriku tidak berada di dekatmu? Ke mana sih Jenny yang serba bisa itu? Masa melakukan drift dengan mobil ala-ala pembalap jalanan sampai naik banteng saja dirimu bisa tapi malah kalah sama nenek sihir cap bangau itu. Dasar kecap. Maksudku dia bukan kau,” ucap Kenny sambil mengusap janggutnya yang sekarang dibiarkannya tumbuh dan dicukur rapi. Jenny tertawa mendengar ucapan Kenny. “Ya, kau benar. Aku lebih suka menangani mobil dan banteng daripada kecap. Omong-omong, yang kau jatuhkan tadi itu air minumku,” ucap Jenny. Sejujurnya dia merasa lega karena Kenny dengan sengaja menjatuhkan air minumnya ke Sinta tadi dan membuat wanita itu meninggalkannya. “Dih perhitungan. Mau air mineralku? Baru kuminum sekali dan tenang saja, aku bebas rabies,” ucap Kenny. Jenny tertawa. “Tidak terima kasih. Bukan rabies yang aku takutkan,” sindir Jenny sambil tertawa. Kenny malah tertawa. “Aku kangen lho sayang. Kau dan Arnetta sama-sama sibuk sekarang, belum lagi Kinan yang luar binasa sibuk kalau sudah di mode Karen,” ucap Kenny sambil menatap Jenny dengan mengedipkan matanya. Jenny hanya menggeleng pelan. Dia tahu itu hanya alasan. Kemunculan Kenny di tempat ini pasti berhubungan dengan model atau pemotretan dan sebagai asisten utama Arther, dia tahu itu dengan pasti. “Aku juga kangen padamu, tapi jujur godaan seperti itu tidak mempan. Makan saja, di sini menunya tidak jauh berbeda dengan di kantor Le Style dan harganya juga murah. Dijamin kau tidak perlu di traktir olehku,” ucap Jenny. Kenny menarik napas panjang. “Hah, sekali pelit tetap saja pelit. Traktir aku dan akan kuberitahu rahasia Bos kepadamu,” ucap Kenny. Jenny menggeleng. “Tidak ada rahasia Arth, maksudku bos yang tidak aku tahu,” ucap Jenny. Tapi Kenny mengerling penuh makna ke arah Jenny. “Yakin? Kalau mode kerja sih dirimu sudah pasti tahu, tapi mode di luar kerja? Yakin kau tahu?” pancing Kenny. Jenny diam sejenak. Dia berpikir. Apa yang mungkin tidak dia tahu tentang Arther? Waktunya di dalam dan di luar lingkungan kerja selalu habis di sisi Arther. Tapi Kenny tidak mungkin berkata demikian kalau memang dia tidak memperoleh informasi tentang Arther. Bagaimanapun juga, Kenny dikenal sebagai sumber informasi. Entah bagaimana dia selalu bisa mendapatkan banyak informasi tentang banyak hal. Bahkan Arther sendiri mengakui hal itu. “Baiklah, tapi waktu istirahatku tidak banyak. Aku hanya punya setengah jam lagi sebelum persiapan untuk rapat divisi nanti,” ucap Jenny. “No problemo. Aku bisa menyedot makanan yang aku pesan lebih cepat dari gosip artis dan pejabat,” ujar Kenny. Jenny hanya bisa menarik napas panjang dan memberi isyarat pada kasir Kafetaria untuk memasukkan pesanan Kenny ke dalam tagihannya. Dia selalu merasa penasaran dengan hidup Arther karena merasa kalau pria itu masih menyimpan rahasia darinya yang tidak dia tahu. Salah satu alasan Jenny masih menolak ajakan menikah Arther hingga detik ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN