Chapter 8 - Kudeta

1266 Kata
Sehari sebelum penyerangan Nunc terlihat sangat senang. Ia menantikan hari dimana semua yang diinginkannya akan terjadi. Ia sudah yakin bahwa ia tidak akan kalah dari Tunc, kakaknya. Ia sudah bersekutu dengan sebagian rakyat dan juga hampir seluruh Saga yang membantu raja. Ia sudah membentuk pasukan yang tidak akan kalah oleh prajurit raja. Beberapa ramuan diciptakan oleh Saga khusus untuk rakyat biasa penghuni waktu yang memberontak. Ia pun memanggil para pelayannya untuk membicarakan kesiapan p*********n besok.  Sol, kakak Mensis, tahu dimana keberadaan dari Nunc. Ia membuntuti beberapa rakyat yang terlihat mencurigakan. Sol sering ke kota Musim untuk bertemu dengan ayahnya yang bekerja sebagai petani di sana. Saat perjalanan ke kota itu, ia melihat gerak-gerik penduduk yang mencurigakan. Penduduk dari kota lain sering kali berdatangan ke kota Musim.  Sol pun menanyakan hal tersebut kepada ayahnya. Menurut ayahnya, mereka memang sering datang untuk mengunjungi kota Musim, tetapi ia tidak tahu karena pekerjaannya yang sangat sibuk. Ia harus mengumpulkan buah pohon Patron, mengangkutnya dengan Sluppart Truck lalu membagikannya ke setiap kota. Beberapa cerita yang ia dengar bahwa orang-orang yang datang tersebut ketika dibuntuti akan menghilang di antara batu-batu Lithops di kota Musim. Mereka tidak sempat mencarinya dengan teliti karena terlalu sibuknya.  Sol menjadi penasaran. Hal seperti ini tidak bisa diabaikan dengan mudah. Ia sengaja tidak masuk sekolah untuk menyelidiki kemana orang-orang tersebut berkumpul. Akhirnya ia pun menemukan sobekan pakaian seseorang di sekitaran batu Lithops yang besar. Berbulan-bulan dilalui dan tidak ada hasil. Ia mengetahui bahwa ada ramuan Saga yang bisa melacak keberadaan seseorang dengan memberikan setetes ramuan tersebut kepada benda yang dipakai pemiliknya. Ia mencuri ramuan ibunya dan membawanya ke sekolah. Tetesan yang diberikan kepada kain sobekan itu akan berubah menjadi hologram yang menunjukkan peta dunia waktu. Ia akan menunjuk keberadaan pemilik kain dengan titik merah yang berkedap-kedip. Ia melakukannya setiap hari, di hari dan jam yang sama saat ia mendapatkan kain tersebut. Ia menuangkan sedikit ramuan dan ternyata bekerja dengan baik. Cukup lama ia melihat pemiliknya hanya berada di kota Langit. Tapi suatu ketika, pemilik dari kain sobekan tersebut terlihat berjalan ke arah kota Musim tempat ayahnya tinggal. Dengan cepat ia berlari dan mengetahui kemana penduduk waktu tersebut pergi. Ia melihatnya masuk ke dalam sebuah ruang bawah tanah yang ditutupi oleh batu Lithops. Mereka bersembunyi di dalam batu Lithops yang besar di kota Musim. Ia tahu bahwa lendir yang dihasilkan oleh Lithops yang terkena air bisa menjadikan lapisan ruang bawah tanah yang kuat yang membuat mereka hidup di bawah tanah kota dunia waktu. Mereka menggeser batu Lithops dan mengorek bagian bawahnya untuk dijadikan ruangan tempat tinggal mereka selama menyusun rencana. Jadi tidak ada yang tahu bahwa mereka dengan sembunyi-sembunyi telah menyusun strategi ingin melakukan kudeta.  Sol diam-diam masuk ke sarang mereka dan mendengarkan mereka sedang berdiskusi. Ia melihat penduduk biasa dari masing-masing kota, kecuali kota Musim berkumpul. Tak ada penduduk kota Musim disana. Rakyat biasa yang masuk dalam rencana pemberontakan itu hanyalah kota Langit, kota Rasam, dan kota energi hitam. Lalu ia juga melihat seluruh Saga kecuali ibunya, berada di dalam batu Lithops sedang membicarakan sesuatu. Ia sedikit lega karena ibunya tidak termasuk ke dalam pemberontak-pemberontak itu. Ia berkata dalam hati, ‘Jika seluruh Saga memberontak, berarti Saga kerajaan hanya tinggal ibuku saja!’ Ia kemudian berkonsentrasi lagi. Tak ada ketakutan di dalam dirinya.  Ia mendengarkan pembicaraan mereka dengan saksama. Tidak ada yang sadar bahwa ia sedang menguping pembicaraan para pemberontak itu. Wanita-wanita Saga yang memakai jubah dengan tongkat di tangannya pun duduk di kursi yang telah disediakan oleh pemimpin dari pemberontak tersebut yaitu Nunc Princeps. Rakyat biasa dari setiap kota sedang menunggu mereka dan menatap tajam.  “Para Saga sudah berkumpul semua!” Sambut Nunc dengan rentangan tangan seperti akan memeluk. Mereka pun duduk. Sol terkejut. Seluruh Saga telah dihasut oleh Nunc. Ada banyak penduduk Dunia waktu yang ikut mendukung kudeta yang akan dilakukan oleh Nunc beberapa hari lagi. Ia tahu bahwa Nunc adalah adik dari raja. Ia yakin bahwa rencana mereka ini pasti berhasil.  Salah satu Saga berbicara.  “Apakah kau sudah melakukan semua yang kami minta?” Ucapnya. Ia tampak serius dan membuka penutup kepalanya. Sorot matanya tajam, tanpa senyuman sedikitpun. Perasaan yang dalam dan dingin memenuhi ruangan. Nunc menyudutkan senyuman. Bola matanya bergerak ke atas sebentar. Ia tak mau seorang pun di situ menyepelekan kekuatannya. Ia tidak menjawab dan salah seorang dari Saga itu berkata lagi, tetapi bukan yang pertama kali berbicara. Kepalanya mengikuti si pembicara. “Kami hanya tidak ingin menggunakan kekuatan kami untuk melawan raja. Meski kekuatan kami lebih besar darinya, tetapi ia berhak mengunci kami untuk tidak bisa bergerak sesuai dengan keinginannya.” Kata Saga tersebut sambil berdiri dan menepuk meja. “Kalian memohon untuk tidak melawan raja bukan? Apakah aku harus mematuhinya?” Ucap Nunc. Ia mengatakannya tanpa ekspresi sama sekali. Saga, yang menjadi juru bicara, langsung balik mengancam. “Kami tidak akan terlibat. Kami tidak mendukungmu. Kami hanya melakukannya demi diri kami sendiri.” Jelasnya.  Para Saga yang memberontak memanfaatkan kudeta yang akan dilakukan oleh Nunc untuk bisa membebaskan diri dari Dunia Waktu. Mereka tidak lagi ingin melayani raja dan menginginkan kehidupan yang bebas. Dengan berkurangnya para Saga, perebutan tahta menjadi lebih mudah. Nunc berpikir bahwa, jika para Saga pergi dari kerajaan, ia tidak perlu mengerahkan banyak prajuritnya untuk menyerang raja dan membunuhnya. Pertahanan seorang raja akan berkurang dan dapat dipastikan bahwa ia akan menang. “Selama kalian melakukan p*********n, kami akan menyeberangi lautan dan pergi ke Bumi. Kami tidak akan terlibat sama sekali!” Ucap perwakilan Saga kepada Nunc. “Aku hanya menginginkan upah dari semua itu. Sudahkah kau melatih mereka untuk menjadi prajurit yang baik?” Kata Nunc dengan suara parau.  “Tentu! Kami sudah melatih mereka. Kami sudah berupaya melakukan semaksimal mungkin!” Kata Saga tersebut. Nunc tampak senang. Ia tersenyum lebar. Ia melihat ke atas dan membayangkan dirinya duduk di tahta dan tertawa lebar. Ia tidak sabar lagi menunggu hari p*********n tiba.  Nunc menugaskan Saga untuk melatih rakyat biasa tersebut dapat bertarung melawan prajurit-prajurit raja. Mereka berjanji jika Saga melakukannya, mereka akan dibebaskan dan dapat melarikan diri ke Bumi dan tinggal disana. Ini merupakan peluang bagi mereka untuk bisa ke Bumi dengan mudah.  “Kapan kita akan mulai menyerang?” Tanya seseorang yang merupakan rakyat kota langit.  “Kita akan menyerang saat Pohon Patron membuka daun-daunnya!” Kata Nunc.  Mereka semua berbisik-bisik. Tak ada yang tahu bahwa p*********n tersebut akan dilakukan secepat itu. Mereka terlihat komplain karena sebelumnya mereka tidak diberi pemberitahuan. “Apaan ini? Kami juga butuh persiapan!” Kata salah seorang penduduk dunia waktu. Tetapi, ia tidak menghiraukan. Bahkan menatap saja tidak. “Kita akan lakukan itu sesuai rencana yang sudah aku katakan!” Ucapnya sambil berdiri dan mondar mandir.  “Ini sangat menyebalkan!” Ucap mereka lagi. “Kita akan mulai menyerang sekolah-sekolah, rakyat di setiap kota akan kita kumpulkan di wilayah pohon patron lalu menyerang raja.” Ucap Nunc lagi menyelesaikan rencananya. “Tapi..” terdengar suara “Maukah kalian melakukannya?” Ancam Nunc melotot ke semua kumpulan orang yang merasa tidak senang. Tak ada yang bisa menjawab. “Kalian ingin hidup di Bumi bukan?” Kata Nunc lagi.  Dikepalanya hanyalah ingin tahta. Ia hanya ingin memerintah dunia waktu. Ia tidak peduli jika mereka akan ke Bumi atau tidak. Yang dia inginkan hanyalah kekuasaan. Mereka semua pun terpaksa setuju. Mereka pun bubar dan Sol diam-diam pergi dari ruang bawah tanah itu. Ia sudah tahu bahwa pemberontak-pemberontak itu akan melakukannya secepat mungkin. “Aku harus menyelamatkan Mensis besok!” Kata Sol setelah keluar. Ia tidak bisa kembali ke kota Rasam tempat mereka tinggal karena hari sudah malam. Ia pun menginap di rumah ayahnya dan akan pergi ke sekolah menyelamatkan adiknya di kota Rasam. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN