WANITA GILA

1897 Kata
"Apa kau tidak tahu malu meminta itu pada seorang pria?" "Demi keamananku! Lagian aku meminta ini karena aku punya tujuan," mata Danita seakan sangat berani sekali menentang netra Rizki. "Kita akan menjalin kerjasama. Mari sama-sama kita profesional. Artis dan aktor sama-sama membuka baju mereka tapi tak ada masalah karena mereka profesional, bukan?" Danita tahu permintaannya membuat Rizki frustasi. Tapi dia punya alibi dan standar sendiri sebagai bahan pertimbangannya. "Hmm, jadi kita lagi main film kayak di Hollywood cuma gak pakai kamera gitu?" "Dengar Rizki Fadhlan Umar," melihat Rizki belum melakukan apapun, Danita kembali bercicit, "bukan pertama kalinya aku melihat tubuh laki-laki. Jadi, kau jangan ke-GR-an! Dan tubuhmu itu tidak sama sekali menarik untukku!" Bahkan ada tawa kecil yang disematkan oleh Danita ketika pandangan matanya bertautan dengan Rizki. "Aku dibesarkan bukan di Indonesia. Adik kembarku yang tinggal di Indonesia bersama dengan ayahku. Sedangkan aku tinggal di United States bersama dengan ibu dan ayah sambungku. Jadi sesuatu yang kuperintahkan padamu bukan hal baru untukku. Bahkan aku juga pernah melihat ibu dan ayah sam--" "Sudah-sudah jangan dilanjutkan! Aku tahu kau wanita gila!" muak Rizki mendengarnya. Dirinya juga tidak mengerti kenapa dia bisa mengikuti keinginan gadis yang tak dikenalnya ini. Tak seharusnya dia datang. Dan tak seharusnya juga dia bekerja sama dengannya. Rizki menggerutu sendiri di hatinya. "Kalau begitu untuk mempersingkat waktu cepat buka! Apa kau menutupi kutilmu atau borokmu di bokongmu sampai lama sekali membukanya?" Tapi Rizki sudah terlanjur masuk ke permainan ini. Lagi pula, bukankah ini memalukan bagi seorang pria kalau dia tidak bisa menanggapi tantangan? "Benar-benar merendahkan harga diriku!" Sepanjang menanggalkan bagian bawahnya, sepanjang itulah Rizki terus memaki dirinya sendiri. Belum pernah terbayang seumur-umur dalam hidupnya akan menunjukkan bagian paling sensitif di tubuhnya pada seorang wanita dan bahkan wanita ini tidak punya hubungan apapun dengannya. Ini gila! Apa sebesar itukah rasa ingin balas dendamnya kepada Linda? Rizki jadi gemas sendiri pada dirinya. Tapi saat ini dia sudah menanggalkan semua termasuk sepatunya. Tak ada kata mundur. "Apa kau sudah puas?" Tak ada selembar pun benang yang tertinggal di tubuhnya. Rizki polos di hadapan seorang wanita yang masih berpakaian lengkap dan memandangnya dengan tatapan hina menurut Rizki. Sungguh memuakkan untuknya. Rizki yang tidak sama sekali kekurangan apapun dan bahkan memiliki kekuasaan yang lebih dari yang dibayangkan oleh orang-orang selama ini, apa yang dilakukan oleh Danita benar-benar merendahkannya. Tapi mungkin ini adalah harga yang dibayar untuk semua ambisinya? Atau justru ini adalah bagian rasa penasarannya pada Danita? Atau emosi kemarahannya pada Linda yanng tumpah di tempat yang salah? Rizki tak bisa berpikir jernih untuk saat ini. "Kau sudah puas melihat tak ada kutil dan borok di tubuhku?" desis Rizki karena Danita tak merespon, hanya menatap tubuhnya atas ke bawah dan sebaliknya berkali-kali mata Danita bergerak turun naik tanpa bibirnya bicara. Bagaimana Rizki yang tak tahu apa yang dipikirkan Danita bisa tetap berpikir waras dengan keadaan ini? "Aku ingin memakai lagi pakaianku kalau kau sudah selesai!" "Aku belum selesai mengujinya!" Sungguh jawaban yang mencengangkan. Apalagi yang mau dilakukan oleh Danita? Jujur saja mengikuti keiginannya ini membuat Rizki depresi. Dia tak tahu apa kegilaan dalam benak Danita itu. "Berputar!" Lagi-lagi Rizki harus menurunkan egonya dan melakukan apa yang diinginkan Danita. "Coba jalan dari kanan tiga langkah ke kiri tiga langkah bolak-balik! Jalan biasa saja." Apakah dia akan dipilih menjadi model hingga harus dilihat jalannya? "Hmm, oke bagus!" Rizki juga tak tahu kenapa dia menurut. "Jalanmu tegap! Pandangan matamu oke juga, tatapan teduh dan tenang. Aku suka cara kau berjalan tadi. Tidak terlihat seperti seorang yang miskin. Berwibawa dan tak bergetar meski tanpa pakaian. Cool!" Dan memang Rizki tidak dilahirkan dalam kondisi miskin. Lagi-lagi dia hanya bisa menghempaskan napas dengan ekor matanya melirik pada Danita. "Sudah selesaikah Nona Danita?" "Oh, belum!" tegas Danita lagi. "Kau mau apa berdiri?" Bahkan sekarang Danita sudah melangkah mendekat pada Rizki. Jelas dia merasa khawatir. Rizki juga sudah membulatkan matanya menyorot pada Danita. Akankah Danita melakukan sesuatu yang lebih ekstrim? "Jelas menguji ke-sensitifan-mu!" Suara stiletto heels milik Danita juga terdengar saat dia menjawab Rizki. "Sen-- heish, kau mau apa?" Rizki mencegah tangan wanita itu untuk bergerak lebih dekat. "Jauhkan tanganmu! Ingat dalam perjanjian ini aku yang memutuskan, Rizki!" Danita menentang. "Apa aku akan tetap bekerja sama denganmu atau tidak. Dan aku juga harus menguji seberapa dirimu bisa dipercaya!" Bagaimanapun Rizki adalah laki-laki normal. Seorang wanita mendekat padanya dan dia harus menunjukkan ketidaktertarikan. Jelas ini adalah ujian berat. "Ya iya kalau yang datang wanita yang tidak berpenampilan seperti dia, itu gak masalah! Tapi dia yang ada di hadapanku. Ish, aku ini kan masih perjaka!" hati Rizki berdegup. Rizki jadi mati-matian berusaha untuk membuat miliknya tidak bangun disaat yang bersamaan ... "Kenapa dia harus menyentuhnya? Padahal yang seharusnya menyentuh itu adalah istriku sendiri dan ini, wanita gila! Salahku apa Tuhan? Kenapa Engkau mengirimkan wanita gila?" Rizki menggerutu dalam hatinya karena memang Danita menggerakkan tangannya untuk memegang satu bagian yang sangat sakral untuk laki-laki dan bisa memanjang. "Bagus juga penjagaanmu! Dia stabil ukurannya, gak bangun. Kamu lemah--" "Aku normal! Tapi aku gak tertarik pada wanita gila sepertimu!" Danita memegang itu cukup lama sekitar dua menitan tapi Rizki berusaha untuk tetap diam dan tenang dan bahkan bisa menjawab begitu. "Ya Robb! Kalau dia terus saja memegang itu bisa-bisa jantungku meledak karena aku sudah tidak kuat lagi menahan degup jantungku! Aduh sampe kapan siksaan ini?" Tapi siapa yang tahu apa yang ada di hati Rizki? Dari tadi memang dia terus saja mengingat Tuhan-nya untuk menguatkan diri. Rizki khawatir kalau dia kelepasan juga. Godaan wanita di hadapannya sudah maha dahsyat untuknya. Sudah kamar itu mengandung aroma afrodisiak, bibir merah Danita dan kemolekan tubuh Danita, termasuk aroma parfumnya, ini luar biasa. Rizki juga sudah polosan dan bagian itu dipegang. Bisa dibayangkan betapa kacaunya sistem saraf dan proses biokimia di tubuh Rizki menampik gelora alami tubuhnya. "Belum tangannya yang di bawah dilepaskan, tangan yang di atas juga menyentuhku, duh! Bener-bener wanita ini membuat aku bisa kejang-kejang! Penghinaan apa lagi ini? Jangan bangun!" Rizki hampir tak kuat saat jari Danita memilin salah satu bagian sensitif di atas jantungnya. "Apa Anda sudah puas Nona Danita?" makanya dia menyentak. "Kau tak kuat menahannya?" suara itu mendayu. "Kenapa juga dia harus menggerakkan itu di sana?" Hingga Rizki menunjukkan senyum tipis di bibirnya yang tak dilihat Danita karena wanita itu menempelkan indra pengecapnya di salah satu bagian atas kembar yang satu sisinya masih dipilin oleh jari Danita. Tiga bagian sensitifnya sudah dikuasai. Bisa dibayangkan bagaimana Rizki harus menahan diri? "Atau jangan-jangan Anda yang menginginkan saya makanya Anda memegang bagian sensitif saya, merangsangnya, karena Anda mau, hmm?" "Hahaha!" Ada tawa yang tersemat di bibir Danita ketika dia mendengar cicitan dari Rizki dan sudah mengangkat bibirnya menjauhi bagian yang masih terlihat basah karena liurnya. "Apa aku terlihat tertarik pada dirimu, hmm?" Untung saja ada pembicaraan ini sehingga Rizki teralihkan dan dia tidak terlalu lepas kontrol. "Sudah selesai belum?" dan dengan wajah dinginnya Rizki bertanya lagi. "Sssh, baiklah yang ini kau lolos! Milikmu tak sama sekali bangun, sepertinya memang punya masalah ya?" "Kau--" "Well, kalau begitu kita coba ke tahap selanjutnya!" Danita tak mau mendengarkan protes Rizki, dia sudah memotong lagi sambil menjauhkan tangannya dari tubuh Rizki. Tapi ini tak membuat Rizki lega. "Hei, hei, kau mau apa lagi sekarang Nona Danita?" Okelah kalau dia tidak tertarik tidak apa-apa. Itu bagus untuk Rizki. Tapi Danita baru saja melepaskan blazernya ini membuat Rizki khawatir. "Aku harus mengujimu lebih jauh! Ini tahapan selanjutnya!" Danita kembali tersenyum dengan bibir merah merona yang penuh makna itu. "Kau gila!" Sungguh mengesalkan bagi Rizki. "Jangan bilang kalau kau juga akan-" "Apa yang ada dalam otakmu sebagai seorang pria dewasa itu aku rasa sesuai dengan apa yang akan kulakukan!" Danita bicara sambil membuka kancing di lengan bajunya. "Wanita gila!" "Ya, anggap saja begitu! Tapi bukannya kau beruntung karena bisa melihat tubuh wanita sepertiku?" cicit Danita yang sudah melepaskan kancing bagian atas kemejanya. "Sssh, pasti kau senang kan sampai tak bisa bicara?" Danita bicara sambil melepaskan semua kancing di seluruh kemejanya. "Levelmu, bisa dapat OB yang dekil dan bau juga sudah beruntung!" Rizki bersumpah dalam dirinya seumur-umur dia tidak akan pernah tertarik pada wanita yang ada di hadapannya ini. "Siapa juga yang rela untuk mempersunting seorang wanita yang sudah tidak lagi gress bahkan sangat dominan macam dia? Bisa-bisa hidupnya akan seperti singa dalam sangkar!" "Hahaha!" "Sial! Aish, tubuhnya putih s**u, bersih dan, ampun Ya Robb! Tapi aku juga tidak bisa menampik kalau dia adalah tubuh wanita pertama yang pernah kulihat dan menggairahkan!" Tawa Danita yang bukan diharapkan oleh Rizki namun hatinya juga tak bisa berbohong makanya Rizki makin kesal saat melihat wanita itu melemparkan kemejanya sembarang. Rizki bukan orang yang suka menonton video-video aneh yang ada di media. Dia tak suka melihat yang seperti itu. Dan ini jujur yang pertama kali untuknya. Sangat mengganggu hati, pikiran dan seluruh fungsi saraf tubuhnya saat dia mulai berimajinasi dalam kesadarannya. Rizki tak menyangka Danita senekat ini sebetulnya. "Kau tahu aku sudah tak original dari mana?" "Tak perlu ditanya! Kau bisa PD begini, jelas kau pernah disentuh lelaki!" "Untung dia bicara, kalau tidak bisa bangun aku!" Tapi sudah terlanjur basah. Rizki sudah melangkah sejauh ini. Masa iya tak ada hasil? Ya Rizki menyadari itu dan sekarang waktunya dia menahan diri demi menjatuhkan Linda. Bukankah dia tidak tertarik dengan wanita yang ada di hadapannya? Kenapa dia harus selalu khawatir? "Napasmu tenang?" "Hmm. Memang aku harus menderu saat kau memeluk dan menempelkan tubuhmu yang polos padaku?" cicit Rizki saat Danita menempel padanya. Mereka masih dalam posisi berdiri. "Itulah kupikir kau sakit dan tak bisa bangun!" "Tidak untuk wanita sepertimu! Aku tak sudi!" Ini juga yang membuat Rizki bertahan ketika tangan yang menjalar ke tubuhnya itu bergerak-gerak menguras kewarasannya dan Danita juga berbisik di tengkuknya dengan napas yang membuat bulu kuduknya bisa saja membangunkan yang di bawah kalau Rizki tak menjaga konsentrasinya. "Hahaha! Apa yang ada dalam pikiranmu?" Danita masih berani bertanya itu pada Rizki yang jelas sudah kesal padanya. "Kenapa wanita sepertimu yang terlihat terpelajar dan seperti yang kau bilang, kaya raya dan pintar harus merelakan dirinya melakukan ini seperti w************n?" "Demi adikku!" Danita memindai netra Rizki. "Aku ingin tahu siapa pembunuh adikku dan aku tidak akan pernah bisa tenang sebelum aku bisa membuka tabir kematiannya!" Danita tak lagi terlihat seperti penggoda. Dia terlihat sangat ambisius. "Dendam bisa membunuhmu!" "Aku tak peduli. Kau pun penuh dengan dendam makanya merendahkan dirimu di hadapanku, kan Rizki? Jadi jangan menasihatiku!" Ya, cinta kadang membuat orang menjadi buta. Rizki juga menyadari kalau dirinya juga pantas mendapatkan hinaan Danita barusan yang membuat dirinya menyesali keputusannya, meski timbulnya jadi complicated dalam benaknya. "Danita buka pintu!" Suara ketukan pintu membuat Rizki kaget dan ingin mendorong Danita. "Diam!" "Apa maksudmu?" Rizki tak mau tahu, dia ingin memakai pakaiannya. "Aaakh, apa-apaan wanita ini memitingku!" Rizki sulit bergerak. Danita yang bisa bela diri memang mengekang tubuh Rizki. "Lepaskan, kau mencekikku!" Tak peduli Rizki yang dipitingnya memekik, Danita sangat sigap sekali mengambil remote di meja lalu menyeret Rizki. "Hei, mau apa kau?" Danita tak menjawab. "Hey, di depan itu suara laki-laki!" Rizki belum sempat berpikir banyak karena tubuhnya sudah dijatuhkan di tempat tidur oleh Danita, di mana wanita itu langsung menindih di atas tubuhnya, lalu menatap serius pada Rizki sebelum bicara, "Buktikan kau tidak sakit!" "Huh? Apa maksudmu?" Rizki tak paham dengan perintah Danita yang kini dua jarinya memilin lagi dua bagian atas Rizki. "Danita buka pintunya!" Dan orang yang yang ada di depan sudah makin tak sabaran. "Jangan banyak tanya! Besarkan ukuran milikmu sebelum aku buka pintunya!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN