"Uh…" Carolina tiba-tiba terbangun dan merasakan sakit dikepalanya.
"Ha…" Carolina tiba-tiba terkejut ketika menyadari dia tidak memakai pakaian, dia menatap ke sekelilinginya dan menemukan seorang pria berambut merah yang tertidur di sampingnya. Pria itu juga tidak memakai apa-apa di bagian tubuh atasnya, untuk bagian bawah Carolina bisa menyimpulkan pria itu juga tidak memakai apa-apa, meski di bagian bawah pria itu tertutup selimut.
Tiba-tiba kenangan apa yang mereka lakukan semalam terlintas dibenak Carolina, bagaimana pria itu mulai menindih tubuhnya, menciumnya, dan sampai akhirnya melakukannya.
"Ahhh…. sialan! br*ngsek! T*i!" Carolina tiba-tiba mulai mengumpat, dan memukul-mukul kepalanya. Dia tak menyangka pengalaman pertamanya akan dilakukan seperti ini.
Merasa berisik, Ethan mulai terbangun, dan melihat wanita yang menghabiskan malam dengannya mulai mengumpat dan memukul-mukul kepalanya sendiri. Ketika kepala wanita itu berputar untuk memandangnya, Ethan kembali menutup matanya.
"Apakah dia menyesal? Tapi mengingat kejadian semalam, dia menikmatinya kok! Lebih baik pura-pura tidur aja dulu, canggung banget!" pikir Ethan akhirnya.
Setelah merasa puas mengumpat dan memukul dirinya sendiri, Carolina memandang Ethan.
"Pria ini siapa sih? Kenapa juga rambutnya merah kayak apel gitu?" ucap Carolina yang mengamati pria yang tidur disampingnya.
"Ahh… sialan! Gue kok tiba-tiba ngerasa kayak di cerita dongeng ya?! Seorang putri yang kehidupannya hancur karena memakan apel merah yang ditawarkan nenek sihir!" ucap Carolina tiba-tiba mengingat dongeng yang dulu diceritakan oleh papanya. Warna rambut pria itu tiba-tiba mengingatkannya pada buah apel merah.
"Huh, sudahlah, udah terjadi juga. Mandi dulu lalu turun, sebelum nih apel merah bangun," setelah menenangkan dirinya, Carolina kemudian berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Ethan yang yakin bahwa Carolina sudah masuk ke dalam kamar mandi membuka matanya,
"Siapa sebenarnya wanita itu? Jadi maksudnya dia yang tidur bersamaku adalah sebuah bencana?! Hah?! Padahal kamu juga menikmatinya! Lagi pula putri macam apa yang mengumpat kayak gitu!" Ethan tiba-tiba merasa tersinggung.
Kalau memang dari awal wanita itu tidak menyukainya, kenapa juga dia mau dibayar untuk masuk ke kamarku? Lalu setelah semalam menikmatinya, dia tiba-tiba merasakan bahwa tidur denganku adalah sebuah bencana?
Berapa sih jumlah uang yang diterima olehnya dari Agung?!
Suasana kamar itu kembali hening membuat Ethan bertanya-tanya.
"Bukankah wanita itu ingin mandi? Tapi kenapa tidak ada suara air yang terdengar," pikir Ethan. Baik shower atau bathtub sepertinya belum dinyalakan.
"Hiks… Hiks…" tiba-tiba Ethan mulai mendengar suara tangisan wanita, awalnya dia mengira dia hanya membayangkan saja, tapi lama kelamaan suara tangisan itu semakin terdengar dengan jelas dan berasal dari dalam kamar mandi.
"Dia menangis," tiba-tiba Ethan terdiam dan mencoba mengingat kejadian semalam, "Apakah aku terlalu kasar padanya? Apa dia menangis karena aku?" rasa bersalah mulai menyelimuti dirinya sendiri.
Dia ingin segera bangun, masuk ke dalam kamar mandi, dan memeluk wanita itu. Meminta maaf atas hal yang mungkin tanpa Ethan sadari sudah menyakiti wanita itu.
Tapi Ethan menahan dirinya, mungkin dia adalah orang terakhir yang ingin dilihat oleh wanita itu saat ini. Jadi Ethan hanya tetap berada di atas tempat tidur dan mendengar tangisan wanita itu.
Setelah kembali tenang, Carolina akhirnya mulai mandi di bawah shower. Dia membilas kuat-kuat tubuhnya yang dirasa sudah menjadi kotor.
Dia memang bukan wanita yang religius, tapi setidaknya dia memiliki fantasinya sendiri akan bagaimana malam pertamanya dengan pria yang telah menjadi suaminya, pria yang dia cintai. Bukan melakukannya dengan pria yang sama sekali tidak dia kenal!
"Ya! Begitu! Bersihkan tubuhmu! Menangis aja sepuasmu! Untuk kali ini saja! Lagi pula semuanya sudah terlanjur terjadi! Mau menyesal juga gak ada gunanya," pikir Carolina yang berusaha menenangkan emosinya dibawah air dingin yang mulai membasahi tubuhnya.
"Siapa sebenarnya wanita itu?" ucap Ethan ketika Carolina telah keluar dari kamarnya, dia bangkit berdiri dan mengambil handphonenya yang berada di ruang tamu untuk mengecek waktu saat ini.
7.00!
Ada sebuah pesan dari Agung.
[Selamat pagi, tuan Ethan. Pagi ini tuan mau sarapan di mana?]
Ethan langsung membalaskan pesan itu.
[Kita sarapan di hotel saja, carikan tempat duduk di pojokan]
Setelah membalas pesan itu, Ethan langsung menuju ke kamar mandi, tapi tiba-tiba sesuatu di atas tempat tidur menarik perhatiannya.
"Itu apa?" pikirnya yang kemudian semakin mendekat.
"Merah? Apa itu darah? Jangan-jangan…" ucap Ethan yang tidak melanjutkan lagi kata-katanya. Seingatnya tidak ada noda berwarna merah ketika pertama kali dia memasuki kamar hotel ini. Tapi sekarang ada noda berwarna merah di sprei tempat tidurnya.
"Apakah tadi malam adalah pengalaman pertama wanita itu?" pikir Ethan. Tiba-tiba rasa bersalah mulai menyelimutinya.
Apakah dia baru saja merenggut sesuatu yang sangat penting bagi wanita itu?
Tapi tiba-tiba Ethan menggelengkan kepalanya.
"Lupakan saja, Ethan. Lagi pula wanita itu adalah wanita bayaran," pikirnya untuk mengurangi rasa bersalahnya.
***
"Nah itu Carol," ucap Clara ketika melihat Carolina sedang makan di restoran hotel. Andrew memang sebelumnya sudah memesankan kamar dan sarapan untuk mereka berenam.
Carolina yang sedang menikmati sarapannya hanya tersenyum ketika menatap Clara, Vera, Riko dan Andrew yang sedang menghampirinya.
"Lo kok gak tungguin kita sih! Biar bisa turun bareng-bareng!" ucap Clara ketika duduk di salah satu kursi.
Carolina hanya menatap mereka dengan tatapan bingung sebelum akhirnya tersenyum, "Maaf, Ra. Aku lapar banget soalnya!"
Andrew hanya menatap Carolina dengan tatapan curiga, bukannya wanita itu tidak balik kamar semalam? Tapi kenapa saat ini dia memakai baju lain?
Setelah keluar dari kamar Ethan, Carolina memang langsung mencari toko pakaian untuk mengganti pakaiannya. Bisa gawat jika dia bertemu teman-temannya lagi tapi masih memakai baju yang dipinjamkan oleh Clara.
Beruntung! Di hotel itu terdapat toko pakaian yang menerima p********n cashless. Dia hanya perlu menscan barcode dari toko itu lewat handphonenya, dan p********n selesai dilakukan!
Tak lupa dia mengatakan ke pegawai hotel untuk menitipkan bajunya terlebih dahulu karena dia akan sarapan, jadi saat ini baju Clara ada di toko itu.
Jika Clara menanyakannya? Dia bisa beralasan akan mencucinya terlebih dahulu sebelum akhirnya mengembalikannya!
"Yuk, ndre! Ambil makanan dulu!" panggil Vera ketika Andrew hanya duduk diam di meja.
"Ah, iya," jawab Andrew yang kemudian menyusul teman-temannya.
Carolina menatap kepergian teman-temannya dan memikirkan kembali kejadian tadi malam.
Dia seratus persen yakin bahwa minuman tadi malam yang dia pesan ditaruh sesuatu.
Tapi siapa yang menaruhnya?
Apakah Vera yang membencinya? Tapi rasanya tidak mungkin karena wanita itu hanya berada tak lama di meja mereka.
Riko dan Clara juga tidak dia masukkan ke dalam list orang yang dia curigai.
Atau malah Dion? Pria yang memesankan minuman untuknya. Dia jelas mengingat bahwa Dion yang memesankan minuman yang dia pesan.
Atau jangan-jangan malah Andrew? Andrew memiliki banyak peluang untuk meletakkan sesuatu pada minumannya karena pria itu duduk di depannya. Dia juga bisa melakukannya ketika Dion mengajaknya untuk berfoto.
Ya! Pasti Andrew yang melakukannya!
"Apakah dia melakukannya karena aku menolaknya?" pikir Carolina.
Setelah memikirkannya lagi, Andrew juga yang bersikeras untuk mengantarnya ke toilet. Dia juga bersikeras untuk menunggunya di depan toilet.
Yang memiliki motif untuk melakukan hal tersebut kepadanya hanya Vera dan Andrew! Tapi Vera sudah tidak masuk lagi ke dalam list orang yang dia curigai.
Kalau begitu sudah pasti pelakunya adalah Andrew!
"Dia melakukan hal tersebut karena aku menolaknya?" pikir Carolina yang tiba-tiba marah!
Carolina mencoba untuk memikirkannya sekali lagi, tapi dia tidak ada list tersangka lagi!
Tersangkanya sudah pasti teman-temannya! Kenapa juga orang luar yang menaruh sesuatu pada minumannya?
Ya, pasti Andrew!
Dia juga memiliki motif!
Wah! Dasar b******k!