Pernikahan Kita Harus Dirahasiakan
"Uh.. ini di mana?" Carolina perlahan membuka matanya. Hal yang pertama kali dia lihat adalah ruangan yang asing baginya. Namun, dia sedikit bersyukur karena melihat sosok pria berambut merah sedang duduk di samping tempat tidurnya sambil sedang berbicara di telepon.
Pria itu tiba-tiba merasakan ada seseorang yang menatapnya, dia melirik sekilas ke arah Carolina dan benar saja wanita itu saat ini sedang menatapnya.
"Kita lanjutkan pembicaraannya nanti, aku saat ini sedang ada urusan mendadak," ucap pria itu kemudian mematikan sambungan telepon tadi.
"Ah.. syukurlah kamu sudah sadar, saat ini kamu lagi di rumah sakit, tadi kamu pingsan. Kamu membuatku khawatir," ucap Ethan - si pria tadi - yang sedang duduk disampingnya itu.
"Oh, begitu," jawab Carolina.
Suasana tiba-tiba hening sejenak sebelum akhirnya Ethan memegang tangan Carolina. Carolina menatapnya dengan tatapan mengerikan seolah-olah pria itu adalah makhluk mengerikan dan berusaha melepaskan genggaman pria itu. Namun, Ethan tetap memegangnya dengan erat.
"Ayo kita menikah... Aduh!" setelah Ethan mengeluarkan kata-kata lamarannya, tangan Carolina yang satunya langsung memukul kepalanya.
"Lo sakit ya? Apa perlu juga ikut dirawat di sini?" ucap Carolina kasar kemudian menarik kembali tangannya.
"Aku serius! Ayo kita menikah!" ucap Ethan kemudian mengatakan sesuatu lagi. Sesuatu yang membuat Carolina menatapnya dengan tatapan tidak percaya.
Suasana kembali hening sejenak. Baik Ethan maupun Carolina tidak mengucapkan apa-apa. Sampai akhirnya terdengar suatu ketukan di pintu kamar ruangan Carolina.
"Halo, pasiennya sudah bangun ternyata. Bagaimana keadaanmu?" tiba-tiba dua orang wanita masuk ke dalam. Salah satunya mengenakan jas berwarna putih dan usianya sekitar tiga puluhan dan yang satunya adalah seorang suster yang usianya sekitar dua puluh pertengahan.
"Saya baik-baik saja dok. Apakah saya sudah bisa pulang?" tanya Carolina pada orang yang bertanya tadi padanya.
"Sepertinya keadaan kamu sudah baik-baik saja. Kamu sudah bisa pulang." ucap dokter setelah memeriksa keadaan Carolina.
"Dia akan menginap satu malam lagi untuk memastikan bahwa keadaan dia baik-baik saja," Ethan tiba-tiba saja menghentikan dokter itu, membuat Carolina langsung melemparkan tatapan tak sukanya pada Ethan.
"Ah, kalian..." tiba-tiba suster yang ikut masuk ke dalam menatap Ethan dan Carolina. Seolah-olah ingin bertanya apa hubungan antara mereka. Si dokter yang berada di situ memelototkan matanya pada si suster itu.
"Dia..." belum sempat Ethan akan menjelaskan hubungan antara mereka. Tiba-tiba Carolina langsung memotongnya.
"Saya adalah anak magang di kantor pak Ethan. Pak Ethan memang bos yang baik makanya tetap memperhatikan saya meskipun saya cuma anak magang. Kalian tahu kan pak Ethan ke Indonesia untuk mengurus perusahaan keluarga mereka sementara. Bahkan, ada artikel yang keluar tentang itu," jawab Carolina dengan cepat.
"Ah! Ternyata kamu benar aktor Korea itu ya? Sung Woo kan? Yang main di drama Pria Istriku, kan?" dokter wanita itu tiba-tiba antusias. Sejak melihat pria itu dia merasa seperti mengenal pria itu dan ternyata dugaannya tepat! Pria itu adalah aktor di drama yang dia ikuti selama beberapa minggu terakhir.
"Iya dok, saya berperan sebagai Sung Woo di drama Pria Istriku. Terima kasih sudah menonton dramanya," jawab Ethan tersenyum.
"Apa syuting dramanya sudah selesai terus kamu sudah ada di sini? Besok episode 8 nya, kan? Terus si wanita jahat itu balikan sama suaminya nggak?" tanya dokter itu saking penasarannya.
"Syuting dramanya belum selesai kok, hari ini di korea akan tayang episode 8 nya, mungkin di Indonesia nanti besok atau lusanya, dan soal jalan ceritanya, dokter nonton saja ya!" jawab Ethan sambil tersenyum.
"Dokter juga ternyata nonton drama itu ya? Memang dramanya bagus sekali sih! Ngomong-ngomong.." suster itu mulai tersenyum malu-malu dan mengeluarkan handphonenya.
"Ethan oppa~ bisakah kita foto bareng?" tanya suster itu sambil tersenyum malu-malu.
"Ah.. iya," suster itu akhirnya tersenyum dan mulai melakukan selca bareng dengan Ethan.
"Dokter, bisa tolong fotoin?" merasa tak cukup dengan foto selca, suster itu meminta tolong pada dokter itu untuk memotret mereka berdua.
Dokter itu hanya bisa geleng-geleng melihat kelakukan suster itu, tetapi akhirnya dia mengambil handphone suster itu untuk memotret mereka.
Kesempatan itu tidak di sia-siakan oleh suster itu. Dia langsung memeluk lengan Ethan dan menyandarkan kepalanya pada pundak pria itu. Gerakan suster itu terlihat lancar seolah-olah dia sudah ahli melakukan gaya foto seperti itu.
"Oke tiga.. dua.. satu… Nih, tolong fotoin saya juga ya, boleh, kan? Ethan oppa~" tanya dokter itu malu-malu.
"Ah dokter, oppa itu sebutan untuk laki-laki yang lebih tua. Tuaan dokter kali daripada Ethan oppa," jawab suster itu, tetapi tetap menerima handphone dokter yang diberikan padanya.
"Gak apa-apa, semua cowok ganteng itu disebut oppa!" jawab dokter itu. Ethan hanya tersenyum dan melakukan foto bareng dengan dokter itu. Namun, tidak seperti suster tadi yang posenya terlalu mesra, si dokter hanya berpose normal saja.
"Kalau begitu kami permisi dulu! Ini ada resep yang bisa pak Ethan ambil di apotik." kata dokter itu kemudian menyerahkan kertas yang tadi sempat dia coret-coret.
"Iya dok! Makasih, ya!" jawab Ethan sambil tersenyum setelah menerima kertas resep itu.
Ketika dokter dan suster itu telah pergi, Ethan kembali duduk di samping ranjang Carolina dan memegang tangan wanita itu.
"Carolina, ayo kita menikah!" ucap Ethan lagi. Carolina menatapnya sebentar, kali ini dia tidak menepis tangan kokoh yang memegangnya dengan lembut.
"Baiklah, tapi ada syaratnya," jawab Carolina setelah menghembuskan nafas panjang.
"Menikah ya menikah! Apaan ada syarat-syarat segala!" protes Ethan yang langsung tidak setuju.
"Kalau begitu gue gak mau menikah!" jawab Carolina kemudian menarik kembali tangannya dan mengambil handphonenya. Dia mulai mengetikkan sesuatu.
"Apa yang kamu lakukan? Ini kita lagi membahas sesuatu yang serius!" protes Ethan lagi ketika dia melihat Carolina sedang asik dengan handphonenya.
"Ngecek harga ojek online. Anjir! 25 ribu! Lah ini kode promonya kok sudah habis digunakan? Gue kan belum pake nih hari! Coba deh aplikasi yang satunya, kali aja lebih murah," gumam Carolina. Ethan menatapnya dengan pandangan tidak percaya. Berani-beraninya wanita itu malah mengecek harga ojek online sementara suaminya ada di sini dan bawa mobil? Oke ralat, calon suaminya.
Setelah tenggelam dalam pikirannya sendiri sebentar mengenai rencana pernikahan mereka, Ethan kemudian melirik Carolina yang masih sibuk dengan handphonenya.
"Ampun deh! Yang satunya malah 27 ribu! Mahal amat sih! Mana duit gue tinggal sedikit juga ini… Hei! Kembalikan handphone gue!" Ethan langsung merebut handphone Carolina dari tangan wanita itu, berdiri menjauh dari tempat tidurnya dan menatapnya dengan pandangan putus asa. Sepertinya dia memang harus extra sabar dengan calon istrinya ini.
"Kamu bakal balik kantor bareng aku! Titik! Gak ada syarat-syarat segala!"
"Oke, yaudah kembalikan handphone gue!" Carolina yang langsung menjawabnya membuat Ethan sedikit terkejut. Tumben wanita ini langsung setuju, tidak protes seperti biasanya.
"Lagi pula balik ke kantor harus bayar minimal 25 ribu kalo naik ojek online! Rugi boo! Mending gue ikut lu kan, bisa gratis," batin Carolina sambil senyum-senyum sendiri.
"Yaudah nih handphone kamu, pokoknya nanti balik sama aku, ya! Awas aja!" Ethan kemudian kembali duduk di dekat ranjangnya dan mengembalikkan handphone Carolina.
"Ehem, mengenai yang tadi, soal pernikahan kita.."
"Gue mau tapi ada syaratnya!" potong Carolina sebelum Ethan menyelesaikan kalimatnya.
Ethan menghembuskan nafas panjang, sepertinya keputusan wanita di depannya sudah benar-benar bulat. "Apa syaratnya?"
Carolina menatap Ethan tepat di pupil mata milik pria itu, mencoba mencari tahu apakah ada sedikit keseriusan di sana.
Ditatap seperti itu, Ethan tidak menghindar, malahan dia membalas tatapan Carolina dengan lembut dan mendalam.
"Ahh, kenapa ini harus terjadi sih?! Seandainya bulan lalu kamu gak ikut ke acara ulang tahun si b******k itu, pasti ini gak akan terjadi!" batin Carolina. Dia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa, berbagai pikiran dan emosi berkecamuk dalam dirinya.
Melihat Carolina yang lagi-lagi terdiam, Ethan kembali meraih tangan Carolina dan menguncinya dengan jari-jarinya.
"Aku benar-benar belum yakin apakah perasaanku padamu sudah sampai pada tahap cinta, tapi aku memang tertarik dan menyukaimu sejak pertama kali kita bertemu saat itu. Mungkin kamu saat ini berpikir bahwa aku mengajakmu menikah karena kamu sedang mengandung anakku…"
"Tunggu, kenapa lo sangat yakin anak ini adalah anak lo?" potong Carolina. Dia tadi terlalu syok mendengar Ethan yang mengatakan bahwa dia kelelahan sampai akhirnya pingsan dan setelah diperiksa oleh dokter, ternyata ada "jagoan kecil" yang saat ini sedang berada dalam perutnya. Dia hamil!
Sekarang dia akhirnya sadar kenapa pria itu ngotot ingin menikahinya. Pria itu yakin bahwa "jagoan kecil" di dalam perutnya adalah anaknya!
"Kenapa? Jelas-jelas saat kita melakukannya itu adalah pengalaman pertamamu. Jadi setelah kita melakukannya, kamu juga pernah melakukannya dengan pria lain? Aduh!" tangan Carolina yang satunya langsung memukul kepalanya, lagi!
"Tentu saja ini adalah anak lo, dasar apel merah bodoh!" ucap Carolina.
Yah, setidaknya ayah dari anaknya tidak sebodoh dan b******k yang dia takutkan. Jika itu pria lain mungkin mereka akan memberikan alasan: "kita hanya melakukannya sekali dan meski itu pengalaman pertamamu, kamu bisa saja melakukannya dengan yang lain setelah denganku"
Uh.. memikirkan hal itu saja sudah membuat Carolina bergidik.
"Karena itu adalah anakku, jadi ayo kita menikah! Ini sudah keempat kalinya aku mengatakan ayo kita menikah! Aku sampai sudah melamarmu sebanyak empat kali!"
"Salah, lo mengatakannya dengan cara ajakan, bukan meminta. Jadi itu tidak dianggap sebagai lamaran," bantah Carolina.
Ethan terdiam sejenak, memang sejak tadi dia seperti "menyuruh" Carolina untuk menikah dengannya, bukan "meminta" tapi tetap saja baginya dia sudah melamar wanita itu! Lagi pula, bukankah wanita itu tadi sudah mengiyakan untuk menikahinya tapi dengan syarat? Lalu kenapa sekarang wanita itu ingin dia mengatakannya dengan cara "meminta"? Dasar wanita aneh!
"Huftt… maukah kamu menikah denganku, hidup tua bersamaku dan membesarkan anak-anak kita, Carolina?"
"Nah yang kayak gini baru dibilang melamar. Oke, gue akan menikah dengan lo, tapi ada syaratnya."
"Apa syaratnya, babe?"
"Eww, yang pertama jangan pernah memanggil gue dengan sebutan babe!" jawab Carolina.
"Kalau begitu, baby?"
"Nggak!"
"Darling? Sweety? Sayang? Chagia? Yeobo? Bu-in? Wife?" tanya Ethan sambil mengedipkan matanya. Menggoda wanita itu.
"Nggak! Eww, cukup panggil gue dengan nama gue, lagi pula kita belum resmi menikah" balas Carolina yang tidak tahan lagi dengan kelebayan pria itu!.
Ethan tersenyum melihat ekspresi wajah Carolina yang menggemaskan ketika dia menggodanya. Sepertinya pernikahannya akan benar-benar menyenangkan.
"Oke, Lina, apa syarat keduanya?" tanya Ethan serius kali ini.
"Pernikahan kita harus dirahasiakan!"
"Hah? Apa? coba bilang sekali lagi?" tanya Ethan yang berpikir dia salah mendengarnya.
"Pernikahan kita harus dirahasiakan."
"What the-, apa kamu bercanda?! Ini bukan n****+ atau drama, Carolina!" jawab Ethan, dia benar-benar tidak menyangka bahwa wanita itu akan meminta syarat aneh seperti itu,
Dia awalnya mengira wanita itu akan meminta syarat seperti, "aku mau kita tinggal berdua saja, tidak tinggal sama mertua," atau mungkin seperti, "aku tidak bisa masak, jadi jangan paksa aku untuk ke dapur," atau mungkin seperti, "ayo umumkan pernikahan kita, panggil wartawan dan gelar pesta mewah, kan kamu selebriti populer saat ini, pasti akan menggemparkan!" bukannya hal tak masuk akal seperti pernikahan kita harus dirahasiakan, omong kosong macam apa itu.
"Kalo gak mau yaudah, gak jadi nikah kalau begitu," jawab Carolina acuh tak acuh, membuat Ethan tercengang.
"Hei wanita! Saat ini kamu sedang hamil, dan aku ingin bertanggung jawab! Apa-apaan itu kalo gak mau yaudah," batin Ethan yang sama sekali tidak mengetahui jalan pikiran wanita itu.
Ethan menarik nafas dalam-dalam, mencoba bersabar menghadapi betapa anehnya calon istrinya ini.
Sebenarnya dia bisa saja untuk tidak bertanggung jawab tapi akhir-akhir ini mamanya sering memintanya untuk segera menikah karena pengen segera menggendong cucu. Bahkan, dia sering disuruh untuk segera berhenti menjadi selebriti karena dikhawatirkan dia akan melajang terlalu lama, padahal usianya saat ini baru 24 tahun!
"Baiklah, tapi kamu harus janji dulu kalau kita benar-benar menikah! Bukan kayak cerita di drama-drama atau n****+ yang pernikahan kontrak, oke?!" tanya Ethan memastikan. Entah kenapa dia memiliki firasat calon istrinya akan mengatakan sesuatu seperti itu.
"Ya gak lah, lo pikir mentang-mentang lo aktor, hidup lo bakal kayak drama, gitu?" balas Carolina sengit.
"Lah ternyata kamu masih ingat juga kalo aku itu aktor, aktor yang tahun lalu dapat penghargaan best new actor, terus kenapa kamu malah pengen pernikahan kita harus dirahasiakan? Bukankah seharusnya aku yang menawarkan itu?"
Ethan benar-benar heran dengan pemikiran wanita itu. Bukankah seharusnya dia yang menawarkan hal itu? Mengingat pekerjaannya saat ini sebagai selebriti? Kenapa malah wanita itu yang menawarkan hal tersebut?
"Atau jangan-jangan kamu punya cowok yang sangat kamu cintai, ya? Atau mungkin tunangan atau suami? Eh tapi sepertinya sih nggak, kan kamu pertama kali melakukannya denganku.. aduh!" lagi-lagi Carolina memukul kepala Ethan
"Rasain! Sekali lagi lo bahas pertama kali pertama kali, gue hajar lo!" umpat Carolina yang terlihat kesal, meskipun di dalam hatinya dia benar-benar malu. Kenapa pria itu selalu membahas hal itu sih! Dasar apel merah bodoh!
"Soal kenapa pernikahan kita harus dirahasiakan, ya suka-suka gue lah, jadi nggak nikahnya?"
Ethan menghela nafas dan menghembuskannya.
Apakah dia keputusannya benar untuk menikahi wanita yang sudah memukulnya tiga kali hari ini?
Bagaimana pun, wanita itu sedang mengandung anaknya, bukan?
Melihat Ethan yang tampak sedang berpikir membuat Carolina sedikit gugup namun dia tak memperlihatkannya.
"Ya Lina, kamu sudah membuat keputusan dengan benar, apa pun yang terjadi kamu harus tetap low profile! Ah sial, coba saja bulan lalu kamu benar-benar gak pergi ke acara ulang tahun si b******k itu. Ah, sudahlah, single mom atau jadi seorang istri," batin Carolina.
"Jadi, bagaimana? Apakah kita bakal menikah?" tanya Carolina sekali lagi.