Semuanya adalah pertama kalinya bagi Lilo, duduk di dalam kereta, merasakan kecepatannya dan melihat pemandangan indah kota Bern. Bersama Kurt yang duduk tepat di sebelahnya, Lilo tak hentinya berseru oooh dan wah tiap kali menyaksikan pemandangan di luar jendela kereta. Bern adalah Ibu kota Swiss yang menyimpan banyak sejarah dan tua, terdiri dari gedung-gedung pencakar langit dengan struktur kota di abad pertengahan.
"Apakah nanti kita bisa mengunjungi Bern?" Lilo menoleh Kurt yang dari tadi hanya diam, mendengarkan semua seruan kagum Lilo yang tak henti. Ia menarik ujung lengan baju Kurt.
Kurt menoleh Lilo dan menjawab tenang. "Ya."
"Dengan kereta api ini lagi?" Lilo melebarkan senyumnya. "Kecepatannya keren." Ia menoleh kembali melalui jendela dan menunjuk gerakan pemandangan yang begitu cepat.
Kurt ikut melihat apa yang dilihat Lilo. Ia mengangguk dan melepas kacamata hitamnya. "Ya, kereta api menjadi jaringan pusat transportasi di Bern, menghubungkan dari semua wilayah di Swiss." Lilo benar, pemandangan di luar jendela begitu indah.
Lilo menoleh Kurt dan mendapati lelaki itu terlihat asyik melihat keluar jendela. "Wah, kau tahu?"
Kurt menurunkan pandangannya dan bertemu pada sinar mata ceria Lilo. Ia memundurkan wajahnya dan bersandar kembali pada sandaran kursinya. "Aku punya jaringan internet." Kurt selalu memegang ponsel.
Benda itu selalu menghubungkan Kurt pada Edith dan Nikolaus di Berlin. Atas perintah walikota, Kurt harus melaporkan setiap waktu tentang kondisi Lilo. Di sela-sela laporannya, terkadang terselip pikiran sinis Kurt. Jika sangat mengkhawatirkan Lilo, mengapa sang walikota mengasingkan putrinya dari lingkungannya sendiri? Apakah itu semua terkait karir di dunia politik?
Kurt mengggelengkan kepalanya dan hanya melaksanakan tugasnya. Namun, melihat betapa Lilo sangat antusias terhadap dunia luar yang baru saja dinikmati, diam-diam Kurt mencari tahu tentang negara Swiss termasuk kota-kotanya terutama Kota Bern yang membuat Lilo terkagum-kagum, itulah mengapa ketika Lilo mulai melontarkan rasa kagumnya pada kota itu, dengan tenang Kurt memberikan jawabannya.
Lilo menatap ponsel canggih Kurt dan menggembungkan pipinya. "Aku tidak bisa menggunakan ponselku."
Kurt menaikkan alisnya. "Kau punya ponsel."
Lilo tertawa dan menepuk tasnya. "Iya, dengan nada dering poliponiknya." Tapi Lilo masa bodoh memikirkan ponsel canggihnya yang tak bisa dinikmatinya. Dengan ponsel tua di tangannya, dia tak perlu membuka berita apapun di internet dan semua akun sosialnya. Ada semacama kelegaan di hatinya tak berada di lingkaran sosial media yang terkadang membuat jiwanya tertekan.
Kurt menunjuk keluar jendela. "Yeah, kau cukup menikmati saja dering poliponiknya. Sepertinya kita sudah memasuki wilayah Frisbourg."
Lilo tak melepas pandang matanya pada Kurt, menurunkan tatapannya pada lengan kanan Kurt yang kini dilindungi jaket. Ia tertawa pelan. "Aku masih penasaran dengan gambar tatomu."
"Sudah kubilang itu hanya gambar tak berarti."
"Aku bisa menggambar lebih baik dari pada itu," cetus Lilo dengan nada bergurau. "Aku akan melukis wajah kekasihmu tanpa tanduk itu."
Kurt mendengus pendek. "Sudah kukatakan aku tak punya kekasih." kereta mulai memelan.
"Mungkin istri?" Lilo masih keras kepala.
Kurt membalas tatapan Lilo dengan garang. "Aku lajang. Kenapa kau berpikir aku memiliki isteri dan segala macam."
Kereta benar-benar sudah berhenti. Lilo bertatapan dengan Kurt yang terlihat kesal.
"Habisnya kau sabar sekali menghadapiku. Menjawab semua pertanyaanku yang membosankan." Lilo menyentuh ujung hidungnya sendiri. "Padahal baru sekali ini kau menjagaku tapi kau sabar sekali menghadapiku."
Kurt terdiam. Bagaimana menjelaskan pada Lilo jika itu juga pertama kalinya Kurt berbicara banyak dengan orang lain selain keluarganya dan Nikolaus. Lilo mengingatkannya pada remaja-remaja yang sering berkunjung di toko bunga ibunya di Munchen, bertanya ini itu dan berakhir dengan membeli sebatang bunga secara acak. Tambahan lagi Kurt sudah bertekad akan meningkatkan komunikasinya pada Lilo sejak menerima tugas secara paksa menjaga gadis itu meski itu berujung pada hal menghapal nama-nama anggota Boyband kesukaan Lilo.
"Kau selalu berbicara tanpa henti. Apa sih isi dari otakmu?" Kurt beranjak dari duduknya.
Lilo mendongak dan tersenyum lebar. "Banyak hal tentang apa yang kulihat." ia berdiri dari duduknya, melewati Kurt yang memberi jarak, melihat Nyonya Hedy yang menunggunya. Lilo selalu ingin berlari hingga Kurt memegang lengannya.
"Cobalah berjalan dengan tenang. Tak ada hal yang membuatmu harus terburu-buru di sini." Kurt berkata pelan seraya berdiri di samping Lilo. Berlari menjadi kebiasaan Lilo yang dimaklumi Kurt mengingat kegemaran gadis itu kabur dari penjagaan bodyguard dan paparazzi. Kurt berusaha membuang kebiasaan itu agar Lilo benar-benar merasa menjadi remaja biasa.
Lilo mendongak pada Kurt yang kokoh dan kaku bagai tembok dingin, tapi pegangan lelaki itu pada lengannya terasa hangat dan lembut. Kalimat yang terlontar dari bibir Kurt hampir bernada ketus dan wajahnya sekecut siraman jeruk nipis. Tapi Lilo selalu merasa bahwa Kurt memerhatikannya dengan baik.
"Aku boleh merasa aman jika ada kau kan?" Lilo bertanya polos. "Kau akan berada di belakangku dan melindungiku kan?"
Kurt melepas pegangan tangannya pada siku Lilo. "Ya."
Lilo tersenyum lebar. "Terima kasih, Kurt." ia membalikkan tubuhnya dan mendekati Nyonya Hedy dan berjalan bersama penumpang lainnya menuruni kereta. Kurt, seperti janjinya, selalu berjalan di belakang Lilo dalam jarak dekat bersama Klaus.
Kurt mendatangi bagian bus yang akan membawa mereka menuju desa Gruyere. Duduk di sebelah Lilo dan kembali mendengar seruan-seruan histeris gadis itu akan indahnya hamparan rumput hijau yang berkelok - kelok, bentangan puncak - puncak gunung bersalju serta rumah-rumah penduduk di tiap lembah. Gadis itu bahkan nyaris menempelkan wajahnya di kaca jendela hingga Kurt memutuskan untuk menaikkan kaca jendela agar Lilo merasakan embusan angin sejuk Swiss di kulitnya.
"Nikmati udaranya. Itu baik untuk kandunganmu." Selain ingin Lilo merasa senang, Kurt tak henti mengingatkan "kehamilan" Lilo, menilai tiap reaksi yang diberikan gadis itu.
Angin sejuk menerpa wajah Lilo, membaur rambut pirangnya yang lembut dan dia tertawa senang, mengabaikan kalimat terakhir Kurt tentang "hamil" dadakannya. Lilo hanya ingin memuaskan pandangannya akan keindahan desa-desa kecil yang dilaluinya sebelum mencapai Gruyere.
Kurt, memilih membiarkan Lilo melihat semua keindahan itu. Ia menunduk dan menulis pesan pada Nikolaus.
"Apakah walikota tak ingin mencari tahu siapa yang bertanggung jawab "menghamili" Fräulein Lilo?"
"Kami selalu melacak tentang itu namun walikota berkata hal itu bisa membuat beberapa pihak curiga. Untuk sementara urusan itu disisihkan dulu. Kau cukup menjaga Fräulein Lilo tanpa bertanya siapa yang menghamilinya." - Nikolaus.
"Jika benar dia hamil. Bayi itu takkan tahu siapa ayahnya."
"Bukankah kau tak pernah percaya bahwa gadis itu hamil? Berdoalah jika dugaanmu benar. Walikota beranggapan jauh dari Berlin baik bagi Fräulein Lilo yang kerap kali membuat masalah dengan aksi kaburnya." - Nikolaus.
Kurt menggerakkan jempolnya dengan cepat. "Itu bukan untuk kebaikan Fräulein Lilo melainkan kepentingan walikota sendiri."
"Aku akan menghapus seluruh pesanmu karena isi percakapan kita masuk dalam sistem. Jaga lidah dan jempolmu, Dalheimer! Laporkan saja yang harus kau laporkan. Edith akan datang berkunjung dalam beberapa hari ke depan untuk mengecek Fräulein Lilo. "- Nikolaus.
"b******k!" Kurt mengumpat pelan. Dia menyimpan ponselnya ke dalam saku jaket. Sebuah terikan keras pada lengan jaketnya memaksa Kurt mengalihkan perhatian pada wajah merona Lilo.
"Gruyere!!"
La Gruyère , Greyerz Jerman, wilayah dan distrik paling selatan di Fribourg canton, Swiss barat. La Gruyère terletak di sepanjang jangkauan tengah Sungai La Sarine (Saane), di tepi dataran tinggi Vaudois dan Bernese Oberland (dataran tinggi), di selatan Fribourg. Nama ini berasal baik dari gruyer, petugas kehutanan, atau dari derek ( grue ), lambang burung dari jumlah yang kuat La Gruyère (923-1555). Kota-kota utama kabupaten adalah Bulle, ibukota, dan Gruyères , ibukota bersejarah, situs kastil abad pertengahan yang diperhitungkan. Salah satu distrik pencinta daging terkaya di Swiss, La Gruyère terkenal dengan ternak dan keju. Produk kayu dan keju Gruyère diproduksi di Bulle, dan cokelat dibuat di Broc. Populasi distrik ini berbahasa Perancis dan Katolik Roma. - sumber : wikipedia.
Hal itu disadari Kurt saat turun dari bus dan mendengar percakapan yang terjadi meski ada pula yang berbahasa Jerman. Kelima orang itu berada di tengah stasiun bis dan keempat dari mereka menatap Kurt penuh pengharapan.
Lilo dan ketiga lainnya hanya mengharapkan Kurt dalam pengambilan keputusan atas langkah selanjutnya. Mirisnya, Kurt menyadari hal itu hingga dia membuka peta Gruyere yang ditandai Nikolaus, di mana rumah sewaan mereka berada.
"Aku akan mencari taksi." Kurt mendekati satu taksi, berbicara perancis fasih pada sang supir.
"Aku tak menyangka Kurt mahir berbahasa perancis." Klaus mencetuskan rasa kagetnya. "Kupikir dia hanya tahu bahasa Jerman dan kepalan tinju saja."
"Kita memiliki 4 bahasa resmi, Perancis salah satunya!" bantah Nyonya Hedy.
Klaus menyeringai. "Tapi kita lebih memilih bahasa jerman ketimbang Perancis. Itu hanya menjadi mata pelajaran wajib ketika di sekolah."
Nyonya Clotilda tertawa. "Aku setuju pada Hedy. Lagipula Kurt bukan tukang pukul. Dia bodyguard elit dan penjaga walikota bersama Niko. Aku yakin ia menguasai beberapa bahasa."
"Apakah dia jago bertinju?" Lilo menatap Klaus. "Kau tadi bilang kepalan tinju?"
Klaus menepuk kepala Lilo dengan lembut. "Ya, kita boleh merasa tenang ada Kurt di sisi kita, Fräulein Lilo. Lelaki itu memiliki keahlian bertinju dan mewarisinya dari ayahnya yang seorang petinju asal Munchen."
Lilo membulatkan mulutnya. "Oh.. Apakah dia kelas bulu atau kelas berat?" dia bertanya tertarik.
Klaus ngakak. "Kau boleh bertanya pada Kurt."
"Kita akan naik taksi tapi dia menolak membawa kita hingga ke rumah. Katanya jalannya terlalu curam dan dia mengkhawatirkan ban mobilnya." Kurt menatap Lilo yang tengah menatapnya bulat. "Ada dengan wajah melongo itu?"
"Kau seorang petinju? Kata Klaus kau jago bertinju."
Kurt menoleh Klaus. "Kau koki atau tukang gosip?"
Klaus terbahak. "Aku koki yang suka bergosip dengan bacon."
Kurt mencibir. "Aku seorang bodyguard." kali ini jawabannya terarah pada Lilo. "Penjaga gadis cerewet yang tak henti bertanya."
Lilo terlihat tersenyum lebar dan memegang ujung lengan jaket Kurt. "Pantas kepalan tanganmu besar ya?"
"Entahlah." Kurt memutar bola mata dan meminta semua masuk ke dalam dua taksi yang Disewa Kurt. Walikota sungguh tidak bermain-main dengan mengatakan bahwa seluruh biaya untuk Lilo berada di kartu tipis yang diberikanya pada Kurt.
Desa Gruyere sangat cantik. Alamnya indah dan segar. Penduduknya ramah dan menuju rumah sewaan mereka, Lilo melihat lembah-lembah subur serta kastil besar yang diketahuinya berfungsi sebagai pabrik keju Gruyere. Tapi kesenangan Lilo harus tertunda ketika dia dan yang lainnya berjalan menuju rumah sewaan mereka yang berada di atas bukit kecil. Supir taksi menurunkan mereka tepat di bawah lembah dan kelima orang itu berjalan menanjak di jalanan kerikil. Meski pemandangannya indah, Lilo merasa sepasang betisnya berubah ukuran menjadi betis seekor gajah.
Udara dingin bahkan membuat Lilo berkeringat. Matahari mulai condong dan harusnya Lilo menikati keindahan alam. Yang ada adalah dia berjalan kaki, menanjak seperti sekumpulan bebek berjejer.
"Capeknya!" Lilo menekan lututnya.
"Sabarlah Fräulein Lilo." Nyonya Hedy mengusap keringat di dahi Lilo.
"Akukan sedang hamil! Tega sekali supir taksi itu!" Lilo berseru kesal, melirik Nyonya Clotilda yang tersenyum kecil.
Kurt yang berada di belakang Lilo melangkah ke arah depan. Lelaki itu memunggungi Lilo dan secara mendadak menekuk kedua lututnya. "Naiklah ke punggungku."
Lilo melongo saat melihat punggung Kurt. Tubuhnya yang jangkung bahkan bisa dijangkau Lilo. Naik? Apa artinya aku akan berada di punggungnya?
"Kau serius? Aku kan berat."
Kurt menoleh melalui bahunya. "Ya. 59 kilo." Ada senyum tipis membayang di sudut bibirnya.
Lilo memukul punggung Kurt. "Jangan membahas berat tubuhku!"
Kurt menjawab tak bersalah. "Aku cuma membenarkan kalimatmu. Ya, kau berat." ia menegakkan tubuhnya. "Tapi aku cukup kuat untuk membopongmu sampai ke rumah."
Lalu Kurt kembali merendahkan tubuh dan berkata ringan. "Naik ke punggungku."
Lilo menatap Nyonya Hedy dan Nyonya Clotilda yang menyuruh Lilo menerima bantuan Kurt. Dengan senyum lebar, Lilo memegang kedua bahu Kurt, melompat ke punggung lelaki itu. Ia melingkarkan kedua lengannya di leher Kurt dan berseru senang ketika tubuhnya berada jauh dari tanah.
"Waaah! Kau tinggi sekali!" Lilo kegirangan dan kedua kakinya secara otomatis mengapit pinggang Kurt.
"Tolong, jangan mencekikku!" Kurt mengomel seraya menahan kedua kaki Lilo yang melingkar di pinggangnya. Dia melanjutkan langkahnya.
Lilo memiringkan wajahnya hingga ujung hidungnya nyaris menyentuh cambang Kurt. "Berapa tinggi tubuhmu?"
"190 cm. Jangan banyak gerak!" Kurt berkata cepat. Lilo semakin erat mencekik lehernya. Sialan!
"Tinggi sekali!"
"Biasa saja."
"Tinggi! Seperti jerapah." Lilo menoleh ke samping. "Kastilnya keliatan!"
"Karena kita di bukit." Kurt menjawab Lilo. "Tolong jangan bergerak!"
Lilo tersenyum dan meletakkan dagunya tanpa beban di bahu Kurt. Lelaki itu memang tidak berbohong mengatakan cukup kuat untuk menggendong Lilo di punggung. Nyatanya, di saat Lilo bergerak saja, langkah kaki Kurt tetap kokoh.
"Dulu Papa sering menggendongku di punggungnya. Waktu kecil maksudku." Lilo memiringkan kepalanya. "Kau dengar kan?"
Mereka sudah mencapai halaman rumah. Puncak yang indah. Dan lingkaran lengan Lilo pada leher Kurt melonggar. Kurt menurunkan Lilo di halaman berumput. Dia mendapati gadis itu menatapnya dengan sepasang mata berlinangan.
"Ya, aku mendengarnya." Kurt menggerakkan tangannya, sejenak terhenti, bingung dengan apa yang hendak dilakukannya pada Lilo. Sekejab gadis itu terlihat rapuh, segala keriangan itu menguar bagai asap. Kurt menatap Lilo dengan lekat.
Lilo mengusap matanya yang akan mengalirkan airmata. Dia tertawa kecil. "Aku cuma bercerita saja." ia melepaskan tangannya dari lengan Kurt.
Dan seketika Kurt mendapati keriangan Lilo kembali. Tapi tangannya sudah bergerak tanpa disadarinya, mengusap puncak kepala berambut pirang itu.
"Jangan bersedih." Kurt menarik tangannya secepat kilat dan menghampiri Klaus untuk membuka pintu rumah, menghindari tatapan kaget Lilo. Gadis itu mengusap kepalanya yang barusan disentuh Kurt.