Pasrah.
Lagi-lagi kata itu yang mampu mendeskripsikan kondisi Julian saat ini. Duduk dengan kepala tertunduk di kantor polisi. Menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terasa berputar-putar.
"Jadi kamu memanfaatkan ketidaksadaran korban untuk melakukan tindak pelecehan tersebut?"
"Saya tidak dengan sengaja memanfaatkan kondisi korban Pak." Julian jelas tidak terima meskipun ia bersalah namun awal mula petaka ini adalah karena Lita yang terus memaksanya. Namun berkali-kali menjelasakna toh tetap saja kesimpulan yang polisi ambil dirinyalah tersangka. Pelaku pelecehan terhadap wanita yang setengah sadar dari pengaruh alkohol.
Setelah proses interogasi yang berjalan alot dan terasa sangat lama, Julian dimasukkan ke dalam sel tahanan sementara. Dalam kepalanya tak henti memutar awal kejadian yang membuat ia berkahir di balik jeruji besi.
Takut, sedih, frustasi entah apalagi yang ia rasa. Kenyataan bahwa ia memang bersalah juga adanya bukti serta saksi pastilah akan menambah gelarnya menjadi narapidana. Belum lagi kekuasaan dari Wiratama yang pastinya akan menyewa pengacara handal untuk menahan dirinya selama mungkin di balik tembok derita.
Seluruh wajahnya masih terasa sangat sakit, namun memikirkan perasaan kecewa Wiratama lebih membuatnya sakit. Bagaimanapun lelaki itu sudah ia anggap ayah. Dialah yang membiayai kuliah strata satu hingga lulus strata dua juga memberikan pekerjaan bergaji tinggi agar Julian bisa menghidupi kedua adiknya.
Tapi karena kesalahan yang awal mulanya dimulai oleh putri tunggal Wiratama ia harus rela berpisah dari kedua adiknya. Entah akan bagaimana nasib keluarganya jika ia harus mendekam dipenjara bertahun-tahun. Tabungannya mungkin masih cukup membiayai kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah sang adik untuk satu tahun ke depan tapi selanjutnya?
Hah~
Ia hanya bisa menghela nafas frustasi. Pantaslah agama melarang minuman keras dan juga berduaan dengan lawan jenis. Kedua hal tersebut nyatanya memang tipu muslihat dari setan yang akhirnya hanya bisa membuat manusia menyesal.
*.*.
"Papi ... jangan nangis lagi. Lita minta maaf, Lita nggak bisa jaga diri dan bikin Papi kecewa."
Wiratama membiarkan tangan halus sang putri menghapus aliran basah di pipinya. Hati orangtua mana yang tak hancur jika melihat anak kandungnya mendapat musibah buruk. Belum lagi, rasa kecewa akan perbuatan seseorang yang ia anggap dapat diandalkan dan sejak dulu selalu ia banggakan.
Kenapa Tuhan memberikan cobaan seperti ini pada keluarganya? Ia hanyalah seorang single father yang membesarkan anak tunggal seorang diri sejak istri tercintanya meninggal belasan tahun lalu.
"Papi yang salah Sayang, Papi minta maaf karena terlalu percaya pada orang itu. Kebaikan Papi ternyata tidak membuat dia bisa menjaga harta berharga Papi satu-satunya."
Lita memeluk Papinya erat. Ya Tuhan ... ia tidak tahu bahwa sang Papi akan sesedih ini. Sejak lama ia merasa sang Papi hanya memanjakannya dari segi harta, Papi terlalu sibuk dengan perusahaan dan semakin semangat sejak Julian menjadi 'anak kesayangan'.
Ia terkadang iri akan kedekatan Julian dengan Papi namun ia sadar, passion-nya bukan dalam bidang bisnis dan hal itu tidak membuat Wiratama bangga. Tapi, begitu Sang Papi mengemukakan permintaan akan pernikahan antara dirinya dan si 'anak kesayangan' Lita ingin berontak.
Dan hal yang terlintas dalam benaknya adalah rencana semalam. Menjebak Julian si lelaki kaku nan penurut dalam kesalahan yang akan membuat ia diusir dari sisi Wiratama.
Sedikit pun tak ada sesal harus mengorbankan diri, toh selama ini pergaulannya juga cukup bebas meski yang semalam adalah hal terjauh dan pertama kalinya ia lakukan dengan lawan jenis.
Asal hasil akhirnya sesuai rencana, Lita rela.
*.*.
"Pihak kepolisian tentu membutuhkan keterangan secara langsung dari putri Bapak juga tes visum untuk membuktikan adanya tindak kejahatan tersebut. Setelah itu, baru status Julian bisa di naikan dari saksi menjadi tersangka."
Wiratama menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan. Mengerti akan maksud dari surat tersebut, hanya saja ia takut sang putri masih trauma jika harus menceritakan pengalaman buruknya meski hal itu adalah untuk kepentingan proses hukum.
"Saya akan tanyakan lebih dulu pada Putri saya. Tolong kamu sampaikan pada pihak kepolisian dulu ya, Rud."
Pengacara tiga puluh lima tahun bernama Rudi itu mengangguk atas permintaan kliennya. Beberapa tahun yang lalu, Wiratama pernah memintanya sebagai kuasa hukum atas kasus aset perusahaan yang disalahgunakan oleh salah seorang petinggi di perusahaannya. Sedikit banyak Rudi mengetahui bahwa Wiratama adalah orang yang baik namun juga tegas. Ia tidak pandang bulu dalam memperlakukan orang. Siapa pun orangnya, meski itu orang terdekat, jika salah maka tidak akan dianggap benar oleh pengusaha sukses itu.
Kali ini kasusnya mungkin lebih mudah terselesaikan karena lawannya jelas bersalah dan didukung oleh barang bukti juga saksi yang dapat memberatkan. Tapi jelas, kasus kali ini membuatnya miris.
Bagaimana tidak, Wiratama adalah pengusaha bersih dan sukses. Menjadi seorang single father untuk putri sematawayang yang malah mendapat pelecehan dari orang kepercayaan sekaligus anak angkat kesayangan.
Membayangkannya saja sudah mampu mebuat Rudi meringis tak tega. Betapa kejam jika nafsu sudah mengambil alih hati juga pikiran.
"Nanti saya akan telefon kamu kalau sudah dapat jawaban dari Lita."
"Baik Pak. Kalau begitu saya pamit dulu, kebetulan ada beberapa hal yang harus diurus di Polsek."
"Hati-hati di jalan," menepuk pelan bahu Rudi, Wiratama mempersilahkan tamunya pulang.
.*.*.*.*.*.
To Be Continue~