Jari jemarinya menggenggam handle pintu masuk ke dalam ruangan Elang secara perlahan. Kosong, sepi tak ada orang di sana. Teresa menaikkan sebelah alis memasukkan kepala lebih dulu mencari keberadaan sang suami. Samar-samar ia mendengar ada suara dari dalam kamar mandi membuat dahinya mengerut dalam.
Ia merasa tidak asing dengan suara itu. Suara itu, sudah beberapa bulan ini tak pernah dia dengar, bukan suara Elang, melainkan suara seorang wanita. Tapi siapa? Atau mungkin itu adalah tamu yang dimaksud resepsionis tadi.
Lamat-lamat terdengar suara perempuan itu sedang menangis. Mendorong rasa penasaran dalam diri Teresa untuk mendekat, mendengar lebih jelas lagi.
Tangis suara itu semakin terdengar sakit. Teresa yang khawatir ingin melihat untuk memeriksa apakah dia sedang baik-baik saja. Ia menggenggam gagang pintu untuk membuka seperempatnya. Jantungnya seketika berdentum.
Terhempas dan hancur berkeping-keping. Kakinya melemas seolah tak mampu lagi menopang tubuh yang memaku di ambang pintu.
Ia merasa batas waktu telah berakhir ketika melihat sesosok yang membuatnya gamang selama ini. Akhirnya hari-hari yang dia takuti telah tiba. Keyla kembali, dia kembali. Dan apa itu, bahkan dengan perut yang membesar. Ya Tuhan ... apa ini?
Hati Teresa bergetar, ini sungguh surprise seperti kado yang berada di tangannya setelah dibuka menimbulkan keterkejutan luar biasa. Air matanya luruh tak terasa. Ketika melihat Elang memeluk Keyla hangat. Bahkan mereka sama sekali tidak menyadari kehadiran Teresa.
Teresa memegang dadanya begitu nyeri sampai keulu hati. Sesak, getir, semua berbaur jadi satu. Berusaha menegakkan kepala sambil mengusap air mata dengan tangan, bahunya terguncang menahan tangis.
"Memang apa lagi yang kuharap selain ini. Mas Elang sudah jelas pilih kak Keyla setelah dia datang. Dan aku? Aku tidak tahu harus pergi ke mana setelah ini."
“Sudah kamu nggak usah nangis, kasian anak itu kalau kamu terus saja kayak gini.” Suara barinton Elang terdengar parau menenangkan Keyla.
Dia sedang menyuruh Keyla untuk berhenti menangis. Sedangkan Tere? Dia yang merasa sesak di sana. Ia butuh pertolongan untuk membantu keluar kepelikan ini.
“Aku nggak akan nangis kalau aku nggak hamil, Lang! Dan saat aku balik kamu kayak gini."
"Tapi ini sudah terlanjur, Key, kamu sendiri yang ninggalin aku, kamu nyuruh Teresa buat gantiin aku!"
Keyla tak bersuara. Terus saja menangis-nangis di dalam dekapan Elang. Semudah inikah semua berakhir?
Teresa memilih tidak ingin mengganggu mereka. Ia menutup pintu lagi secara perlahan. Namun, ia terhenti saat mendengar suara Elang bicara.
"Aku akan bertanggung jawab atas bayi ini. Dan akhir-akhir ini bukannya aku sudah menuhi semua tanggung jawabku? Aku selalu datang tiap kamu minta, dan bahkan aku ninggalin Teresa tiga hari hanya buat nemenin kamu."
Teresa tidak bisa berkata apa-apa lagi. Hanya air mata yang mampu mewakilkan semua perasaan telah dia rasakan. Mengusap wajah, ia berusaha untuk menegakkan kepala untuk kuat.
"Bahkan kamu minta ke Jakarta pun aku turutin. Aku membawamu ke apartemen, aku menyediakan keperluan yang lengkap. Apa lagi yang kamu inginkan?"
Teresa rasa ia tak kuat lagi menahan sakit ini. Rasanya sangat amat sakit darahnya memanas. Elang, lelaki yang begitu dia cintai beberapa bulan ini, ternyata sudah mengetahui di mana Keyla. Dan apa tujuan mereka membuat Teresa seperti ini.
Membawa beban di hati, gadis itu menggenggam kotak yang ia pegang begitu erat. Keluar dari ruangan Elang dengan perasaan berkecamuk tak tertahan. Bersusah payah ia menahan air mata supaya tidak tumpah.
Memilih membuang kotak tersebut ke dalam tong sampah. Meninggalkan hotel itu tanpa menoleh lagi menggunakan taxi.
"Aku bisa lakukan apa pun yang kamu mau, Key, tapi asal jangan yang satu itu. Jangan lupakan, aku menikah dengan Teresa, juga sangat mencintainya." Elang membalik tubuhnya dengan berapi-api.
"Tapi Lang, aku lagi hamil anak kamu, gimana kalau dia lahir nggak punya seorang ayah? Kamu nggak kasian sama dia kalau teman-teman sekolah memperolok dia?" tanya Keyla tak terima. Perempuan berambut panjang dikuncir kuda tampak putih dan tinggi. Sangat memperlihatkan kalau dia adalah seorang aktris.
"Kan udah kubilang aku mau tanggung jawab." Elang terlihat frustasi meninju dinding lalu meletakkan kepalan tangannya di kening.
"Kamu mau nikahin aku?" tanya Keyla antusias.
"Nggak! jangan mimpi, karena aku cinta banget sama Teresa."
"Tapi Lang, aku di sini yang dibohongi, Tere janji sama aku, dia bilang mau ngembaliin kamu setelah aku balik."
"Aku bukan barang, Keyla!" bentak Elang membuat Keyla diam seketika.
"Kalau kamu nggak pergi nggak mungkin Kejadian seperti ini. Akar sumber maslah itu adalah kamu sendiri. Mengerti?" Sambil menatap tajam Elang berlalu pergi ke luar.
Ketika memegang handle tiba-tiba merasakan ada sesuatu yang tidak enak. Ia mengerjap kemudian, lalu memilih untuk mengabaikan.
***
"Re? Kamu kenapa kamu datang malam-malam ke sini?"
Kinan langsung terkejut ketika Teresa memeluk erat dengan tubuh terguncang. Ia bingung melihat teman baiknya itu tidak datang bersama siapa pun. Tanpa membalas pelukan Teresa ia mengerutkan dahi.
"Re, kamu baik-baik, kan? Re, bilang, apa yang terjadi? Kenapa kamu nangis kayak gini." Menjauhkan tubuh Tere untuk menatap.
"Kamu nggak papa, kan?"
Teresa mengusap dengan tangan kanan lalu kiri. Kemudian ia menggeleng sambil tersenyum getir.
"Aku nggak papa, kok, Nan. Cuma lagi kangen nongkrong sama kamu aja suasana kayak gini."
"Kamu mau, kan, main gitar buat aku?"
Memeluk lututnya sendiri Teresa dengan tatapan kosong terus saja meneteskan air mata meskipun sudah berusaha untuk menahan. Di depan kos-kosan Kinan suasana tampak sepi lokasinya di lantai dua langsung berhadapan dengan luar di atas balkon.
Di sebelahnya Kinan memegang gitar yang biasa mereka mainkan. Gadis berambut panjang yang kini dicempol tinggi itu memeriksa gitarnya sambil melirik Teresa.
Dengan kaki menyilang Kinan sambil memegang gitar mencoba senar gitarnya dengan nada pelan. Sesekali dia memutar kuping gitar yang ada di ujung kiri, untuk menyesuaikan senar yang nadanya masih dia rasa kurang pas.
"Udah lama banget kita nggak pernah mainin gitar ini, Re. Aku mau coba dengerin ya? Suaraku sekarang lebih bagus dari pada suaramu."
Teresa menoleh sambil menyematkan sebuah senyuman. Meskipun hatinya terasa begitu sakit.
Cinta memang tak selamanya bisa indah ...
Cinta juga bisa berubah menjadi sakit...
Begitu yang kurasakan kini perih hatiku tinggal kehancuran...
"Suaramu tambah jelek, Nan." Setidaknya Teresa bisa tersenyum walau seperti topeng.
Maafkan aku... atas keadaan ini...
ST12 Cinta tak harus memiliki.
"Sepertinya gitar itu rusak, Nan. Aku sampai nangis dengarnya," ucap Tere menghentikan permainan gitar Kinan.
"Ye ... kamu mah dari tadi udah nangis sebelum aku main gitar." Kinan meletakkan gitar itu ke sampingnya lalu memiringkan posisi untuk menatap Teresa.
"Sebenarnya kamu itu kenapa, sih, Re? Kenapa dari tadi nggak cerita sama aku? Kamu nangis kayak gini buat aku jadi bingung tau nggak sih."
"Dia kembali, Nan. Dia kembali...."
Kinan tampak bingung dengan alis mengkerut. "Siapa yang kembali?" tanyanya.
"Kak Keyla balik, aku lihat sendiri tadi."
Kinan tertegun dalam beberapa saat. Ia benar-benar terkejut mendengar ini semua. Ia tahu selama ini, Teresa begitu sangat mencintai Elang. Bahkan begitu pula sebaliknya. Tapi dengan tiba-tiba kakak tirinya itu datang ingin memisahkan mereka semua. Ini tidak bisa dibenarkan, benar-benar keterlaluan.
"Terus, Elangnya gimana, Re? Dia nggak mungkin ninggalin kamu, kan?"
Teresa menggeleng. "Aku nggak ahu, Nan. Kepalaku benar-benar pusing mikirin ini. Mas Elang ternyata bohong sama aku, dia tau di mana kak Kayla, dia biayain semua kebutuhan dia sama anaknya. Tapi kenapa mas Elang nggak jujur sama aku? Apa ini mereka lakuin buat nyiksa aku?" Teresa berapi-api menganggap Kinan adalah Elang dan Keyla.
"Aku ngerti, di posisimu pasti sangat sulit. Apa lagi, Keyla dari dulu memang nggak pernah lihat kamu senang." Kinan menghela napas, kemudian menghembuskan berat.
"Dua orang itu sudah mempermainkan aku, Nan. Aku dianggap boneka. Apa ini caranya kak Keyla ingin balas dendam atas perbuatan Mamaku ke Mami?"
Ada kalanya, Tere terlihat tegar mencoba menahan air matanya yang telah tumpah. Tapi entah kenapa air mata itu tumpah dengan sendirinya. Tapi apa gunanya dia seperti ini? Jika dia lemah pasti akan orang orang terdekatnya tertarik untuk menyakiti.
"Kamu harus kuat, Re. Elang pasti nggak akan ninggalin kamu, aku tau, dia cinta banget sama kamu. Mungkin ada alasan kenapa dia nggak mau bilang sama kamu tentang keberadaan Keyla."
"Nah gitu dong ... kan aku lihat jadi ikut seneng. Keep strong, kamu pasti bisa. Masalah kalian akan selesai setelah semua membicarakan solusinya." Kinan tersenyum melihat Teresa tersenyum walau samar.
-TBC-