Part 10 [Darrel tidak menduga hal ini dari Laura]

1667 Kata
Sampai detik ini, Kai belum mengatakan pada ibunya tentang apa yang terjadi padanya. Kai pulang di jam seperti biasanya dan membuat wajah ceria seolah semuanya baik-baik saja. Ibunya pasti akan percaya kalau ia tidak melakukan hal seburuk itu, tapi ibunya akan terus khawatir padanya dan Kai tidak bisa membiarkan hal iti terjadi. Kai tidak tahu sampai kapan bisa menyembunyikan semua ini dan sampai detik ini ia masih tidak tahu harus melakukan apa untuk membuktikan dirinya tidak bersalah. Sedangkan Laura masih menunggu Darrel kembali untuk bicara lagi dengannya. Ini sudah di atas jam 1 malam dan Darrel masih belum kembali juga. Laura sempat bicara dengan Devian untuk meminta nomor telepon Darrel dengan alasan perlu segera bicara dengannya, tapi tidak mengatakan alasannya dengan jelas. Laura sempat berhasil menelepon Darrel, tapi pria itu langsung menutup telepon setelah mendengar suaranya, dan setelah itu dia tidak bisa dihubungi lagi. Laura mendengar suara berisik tadi, jadi berpikir kalau Darrel mungkin ada di club malam saat ini. Devian yang akhir-akhir ini kesulitan untuk tidur karena ada mimpi buruk yang hampir selalu datang setiap malam, kini memutuskan untuk keluar dari kamar. Devian tidak tahu akan melakukan apa, ia hanya merasa keluar dari kamar mungkin sedikit lebih baik. Devian hanya berpikir kalau meminum sekaleng bir bisa sedikit membantunya. Saat akan pergi mengambil bir, Devian melihat Laura yang sedang duduk sendirian di sebuah sofa, padahal ini sudah larut malam. Benar, tadi, Laura meminta nomor telepon Darrel dan mengatakan perlu segera bicara dengannya. Devian menebak kalau Darrel pasti belum pulang sekarang. "Laura," panggil Devian dan membuat Laura langsung menoleh padanya. "Kenapa kau tidak tidur? Apa semuanya baik-baik saja? Kau tiba-tiba meminta nomor telepon Darrel dan sekarang kau diam di sini. Apa dia melakukan sesuatu yang buruk padamu?" Devian kini bertanya pada Laura. Laura berdiri dan kekhawatiran terlihat jelas di wajahnya. "Tidak terjadi apapun padaku." Seperti inilah caranya menjawab pertanyaan Devian. Laura tidak yakin menceritakan semuanya pada Devian adalah pilihan yang tepat. Devian dan Darrel bisa bertengkar karena hal itu, Laura tidak ingin situasi menjadi lebih buruk dan akhirnya merugikan Kai. Devian yakin terjadi sesuatu karena mata Laura tidak bisa berbohong. Mungkin sesuatu tidak terjadi pada Laura, tapi bisa terjadi pada orang terdekatnya. Tapi, apa itu? "Darrel belum pulang?" tanya Devian lagi. "Dia ..." Kalimat Laura terhenti karena ia melihat Darrel akhirnya pulang. Devian hanya menatap Laura yang langsung mendekati Darrel. Darrel, adiknya terlihat agak mabuk sekarang. Biasanya, Laura seperti selalu berusaha menghindari Darrel, tapi sekarang dia langsung mendekati Darrel. Hal itu membuat Devian semakin yakin memang ada sesuatu yang terjadi. Laura sudah sangat menderita sekarang dan Devian tidak ingin hal yang lebih buruk terjadi padanya, tapi entah apa yang bisa ia lakukan. "Bisakah kita membahas hal itu lagi?" ucap Laura dan Darrel tahu pasti apa yang dimaksud. Darrel menatap ke arah Devian, lalu menatap Laura lagi. "Apa yang kalian lakukan berdua di sini?" tanyanya. "Aku tidak bisa tidur dan ingin sedikit mencari minuman, lalu melihat Laura di sini. Itu saja." Devian yang menjawab pertanyaan Darrel. Darrel menoleh lagi ke arah kakaknya yang memberikan jawaban padanya. Darrel ingin menyahut, tapi Laura sudah lebih dulu bicara. "Jangan mengalihkan pembicaraan." Inilah yang Laura katakan, membuat pandangan Darrel kembali mengarah pada Laura. "Aku tidak ingin membicarakan apapun denganmu." Darrel membalas ucapan Laura dengan nada ketusnya, lalu mendekatkan wajahnya ke telingat Laura. "Tapi, kita mungkin bisa sedikit bicara jika kau bisa bersikap selayaknya seorang istri saat di kamar kita. Kau hanya milikku sekarang, jadi bersikaplah selayaknya kau adalah milikku. Jika aku merasa lebih kesal setelah semua itu, maka kau akan tahu akibatnya. Mengerti?" ucap Darrel dengan cara berbisik pada Laura dan setelah itu menatap kembali menatap Laura. "Akan aku lakukan." Dan Laura bicara tanpa keraguan sedikit pun. Darrel sudah sering menyentuhnya, jadi Laura tidak tahu apa bedanya sekarang. Darrel seharusnya senang karena Laura menyetujui apa yang ia katakan, tapi Darrel tidak terlihat seperti orang senang. Darrel menatap Laura dalam diam selama beberapa saat dan setelahnya pergi ke kamar. Laura mengusap setetes air mata yang jatuh di pipinya dan setelah itu pergi menyusul Darrel. Sedangkan Devian masih berdiri di tempatnya, masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi, tapi tidak memiliki kesempatan untuk bertanya pada Darrel. *** Di kamar, Darrel terlihat duduk di ujung ranjang dan menatap Laura yang berdiri di depannya. Walau tadi Laura terlihat tidak memiliki keraguan, tapi sekarang dia terlihat jelas ragu untuk melakukan apa diminta. Laura memiliki harga diri yang tinggi dan dia tidak menyukai semua ini, jadi Darrel yakin dia tidak akan melakukan semua ini. Laura tidak mungkin menyerahkan harga dirinya begitu saja. "Kenapa kau diam saja? Kau tidak bisa melakukannya, kan? Kalau begitu, lupakan saja," ucap Darrel dan ia telah bersiap untuk tidur, tapi seketika terdiam saat melihat Laura mulai membuka kancing piyamanya. Darrel tertawa pelan dan sempat mengalihkan pandangannya karena tidak menyangka kalau Laura akan membuka kancing piyamanya. Bahkan saat Darrel menatap Laura lagi piyamanya sudah tergeletak di lantai. Laura masih berdiri di depannya dengan memakai celana pendek setelan piyamanya, sedangkan tubuh bagian atasnya ditutupi oleh bra berwarna merah muda yang terlihat manis. "Pria itu bahkan masih baik-baik saja sekarang, tapi kau sudah bertingkah seolah hidupnya dalam bahaya. Jika seseorang memintamu untuk menjual diri demi menyelamatkannya, maka kau pasti tidak akan ragu untuk melakukannya," ucap Darrel. "Jaga ucapanmu!" Laura terdengar seperti memperingatkan Darrel. Darrel kini berdiri di depan Laura. "Jadi, itu tidak benar? Karena itulah kau tidak bisa melepaskan semuanya. Tidak masalah, aku tidak akan memaksa." Darrel pikir, Laura akan berhenti sekarang. Memang sebesar apa cintanya pada Kai sampai bisa melakukan sesuatu yang dia benci? Namun, Darrel salah besar karena Laura kini melepaskan pengait branya. Walau wajahnya terlihat ragu, tapi dia tetap melakukan semua ini dan itu demi Kai. Darrel tidak merasa menang karena berhasil membuat Laura menderita kali ini, tapi Darrel merasa harga dirinya telah diinjak, karena wanita yang secara sah telah menjadi istrinya, kini melepaskan pakaiannya demi pria lain. "Apa kita akan melakukannya sekarang? Aku tidak akan mengececewakanmu kali ini. Aku tidak akan memohon agar kau berhenti," ucap Laura setelah bra itu tidak melekat lagi di tubuhnya. Laura mendekati Darrel dan memberikan ciuman di bibirnya. Laura menangis saat melakukan ini, tapi ia tidak akan berhenti. Jika hari ini Kai diselidiki, maka bukan tidak mungkin besok dia bisa masuk penjara karena kesalahan yang tidak dia lakukan. Seseorang yang punya uang dan kekuasaan bisa melakukan sesuatu yang tidak mungkin dilakukan oleh orang seperti Kai dan juga dirinya. Secara mengejutkan Darrel mendorong Laura menjauh darinya, kemudian mengambil pakaian Laura yang berserakan di lantai dan dilemparkan pada Laura. "Aku tidak tertarik lagi padamu. Aku ingin istirahat dan jangan berani-berani menggangguku atau aku akan melakukan hal yang lebih buruk padanya!" Darrel menekankan kalimatnya dan setelah itu berbaring di ranjang untuk tidur. Laura masih berdiri di tempatnya tadi, memegang erat baju yang menutupi dadanya. Laura menatap ke arah Darrel dengan air mata yang terus menetes dari matanya. Pria itu selalu berhasil membuatnya menjadi seseorang yang tidak berdaya dan seperti tidak punya harga diri. Seakan kakinya tidak sanggup lagi menopang tubuhnya, Laura kini merosot ke lantai. Laura menyandarkan tubuhnya di sisi ranjang dan memeluk kedua lututnya. Baju itu ada di antara lutut dan d**a Laura, membuat punggungnya tereskpos dengan jelas dan itu terasa cukup dingin, tapi Laura tidak begitu peduli. Laura hanya menangisi dirinya sendiri yang entah sampai kapan akan hidup seperti ini. *** Sejak hari itu, Darrel tidak pernah lagi ingin membahas tentang Kai dan Laura tidak diberikan kesempatan untuk membicarakannya. Namun, tidak lama, Laura mendapat kabar dari Kai kalau semua masalahnya telah selesai. Kai mengatakan itu hanya kesalahpahaman dan dia bisa bekerja lagi, tapi Kai menolak bekerja di tempat itu lagi. Kai juga menceritakan ia sudah menemukan alasan yang baik untuk diberikan pada ibunya kenapa berhenti bekerja, yaitu mendapat tawaran lebih bagus di tempat yang lain. Kai sangat bersyukur karena bisa mendapatkan pekerjaan baru lebih cepat dari perkiraannya. Laura senang mendengar hal itu, tapi sekaligus sedih karena ini menjadi terakhir kalinya ia akan bicara dengan Kai. Laura tidak ingin terus berhubungan dengan Kai karena itu akan membuat hal yang lebih buruk terjadi pada Kai. Laura tidak akan menyebut Darrel masih memiliki sisi baik karena akhirnya tidak mengganggu Kai lagi, karena itu adalah usaha Darrel untuk membuatnya lebih menderita dengan menjauhkannya dari semua orang yang ia cintai. "Aku senang mendengarnya. Aku harus ke pesta malam ini, jadi aku akan bersiap-siap sekarang." Laura langsung memutuskan sambungan telepon setelah mengatakan itu dan setelahnya memblokir nomor Kai dan semua media sosialnya. "Maafkan aku," gumam Laura. Laura sungguh ingin mengatakan itu secara langsung di depan Kai. Sementara itu, Kai yang sedang menikmati akhir pekan dengan memasak bersama ibunya merasa ada yang aneh dengan Laura. Biasanya, Laura selalu bertanya dengan detail tentang setiap hal yang terjadi padanya karena dia sangat khawatir, tapi sekarang tidak dan bahkan Laura terkesan seperti buru-buru menutup telepon. "Kenapa kau tidak menjemput Laura dan membawanya ke sini? Ini akhir pekan, dia tidak sesibuk itu, kan?" lalu ucapan ibunya yang baru saja kembali dari kamar mandi membuat lamunan Kai buyar. "Dia harus pergi ke pesta kerabatnya bersama ayahnya." Karena tadi Laura mengatakan pesta, maka Kai mengatakan kebohongan ini pada ibunya. "Lalu, kenapa kau tidak pergi bersamanya?" "Apa?" Kai cukup terkejut mendengar pertanyaan ibunya. "Kenapa kau terkejut? Hubungan kalian sudah sejauh ini, kau bahkan sampai memohon untuk meminta restu dari ibu, jadi bukankah kau seharusnya sudah mengenal kerabat Laura? Bukan hal aneh untuk pergi ke pesta kerabat calon tunanganmu, kan? Apa kalian baik-baik saja?" Mina terlihat khawatir. Mina merasa ada yang aneh dengan semua ini, tapi ia tidak bisa berkata apa-apa. "Hubungan kami belum resmi dan itu pesta tertutup, jadi itulah alasannya. Kami baik-baik saja. Ibu tidak perlu khawatir." Kai berusaha meyakinkan ibunya. Kai tidak tahu sampai berapa lama bisa melakukan semua ini. "Tapi ibu merasa ada yang berbeda darimu. Kau tidak pernah membahas Laura lagi, padahal biasanya kau sangat senang membahasnya. Jujurlah pada ibu, apa yang terjadi pada hubungan kalian? Apa dia menyakitimu?" "Apa yang Ibu katakan? Bagaimana Laura bisa menyakitiku? Dia bukan tipe wanita seperti itu. Kami sungguh baik-baik saja." Kai terus meyakinkan ibunya dan setelah itu mengajak ibunya makan untuk mengalihkan pembicaraan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN