Wajah Andrea terangkat ketika suara kecil Naka mengagetkannya. Tangannya bergerak cepat, menjauh dari tangan Naka yang sempat ia genggam tanpa izin. Tidak hanya itu, ia segera menyeka air mata yang membasahi kedua matanya, agar laki-laki yang tengah menatapnya sendu, tidak curiga dan bertanya-tanya. Entah masih berhasil atau sia-sia, Andrea tidak peduli. Yang penting ia sudah berusaha untuk bersikap normal. “Kamu di sini?” tanya Naka kembali. Andrea mengangguk. “Kenapa Pak Naka bangun? Apa keberadaan saya mengganggu anda? Mungkin ada yang sakit biar saya panggilkan perawat atau dokter.” Naka mengulas senyum, lalu menggeleng pelan. “Sama sekali tidak. Saya baik-baik saja, bosan kalau harus tidur terus.” “Anda yakin?” tanya Andrea cemas. “Sangat yakin. Cuma beberapa luka dan sakitnya su