Damien merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, mencoba meredakan gelombang panas yang memenuhi tubuhnya. Bayangan adegan panas di kamar sebelah terus bermain di benaknya, wajah cantik Miranda yang tengah merintih kenikmatan terus memenuhi pikirannya, membuat miliknya seakan meronta di dalam celana.
“Ah, Tyler… apa kamu bisa sehari saja tanpa melakukan itu?” desis Damien dalam hati sambil menutup mata, mencoba meredakan ga irahnya yang memuncak. Dia merasakan denyut-denyut yang tidak bisa dia kendalikan.
Setelah beberapa saat mencoba meredakan diri, Damien akhirnya membuka mata dan bangkit dari tempat tidur. Dia merasa tidak bisa duduk diam, pikirannya terus dipenuhi oleh adegan yang baru saja dia saksikan.
Damien yang awalnya hendak mengajak Tyler makan malam di restoran hotelnya, memutuskan untuk makan malam di kamarnya saja. Dia tahu Tyler pasti tidak akan menyelesaikan pertarungan panasnya dengan Miranda dalam waktu cepat. Dengan langkah tergesa, Damien beranjak menuju meja kecil yang ada di sudut kamar, lalu mengambil telepon untuk menghubungi resepsionis hotel.
"Selamat malam, Tuan Damien. Ada yang bisa saya bantu?" sapa seorang resepsionis dengan suara ramah.
"Selamat malam, tolong bawa makan malam ke kamarku. Aku ingin beberapa hidangan spesial," ucap Damien sambil menyebutkan hidangan yang diinginkan.
Beberapa menit kemudian, terdengar suara pintu kamar Damien di ketuk, dia segera bangkit dari duduknya dan membuka pintu kamarnya, Damien sedikit terkejut tatkala mendapati jika Resepsionis yang dia hubungi tadi yang mengantarkan pesanannya.
Damien mempersilakan resepsionis cantik itu masuk, resepsionis itu tersenyum ramah dan mendorong troli berisi makanan memasuki kamar mewah yang di tempati Damien.
Damien berdiri di dekat pintu, memandangi resepsionis yang sedang sibuk mengatur hidangan di atas meja. Resepsionis itu memiliki paras cantik, kulitnya yang halus dan rambutnya yang terurai panjang menambah pesona. Bentuk tubuhnya terlihat indah, dengan dua bongkahan indah di bagian dadanya yang menonjol membuatnya sulit diabaikan.
Damien tiba-tiba membayangkan resepsionis itu tengah berbaring di atas tempat tidur tanpa sehelai benang pun. Fantasi liar memenuhi pikirannya, merintih kenikmatan seperti Miranda, di mana dirinya mendaki puncak kenikmatan bersama sang resepsionis. Ga irahnya kembali memuncak, dan dia berusaha keras untuk mengendalikannya.
Nafas Damien kian memburu, dia perlahan menutup pintu kamarnya tanpa sang resepsionis sadari dan menguncinya. Dengan langkah ringan, dia mendekati meja di mana resepsionis itu sibuk mengatur hidangan.
Damien tidak bisa lagi menahan desakan ga irahnya, dia memegang kedua lengan resepsionis itu dengan lembut. Resepsionis itu menoleh padanya dengan raut muka bingung, namun senyum Damien yang penuh ga irah menutupi kebingungannya.
"Pa… Pak Damien," ucap resepsionis cantik itu dengan raut wajah gugup.
Resepsionis itu tersentak kaget, namun tidak menolak ketika Damien membalik tubuhnya dan langsung mencium bibirnya. Awalnya, dia terkejut, tetapi segera merespons ciuman dari Presdirnya itu.
Tangan Damien menjelajahi lembut tubuh resepsionis itu, menyisir setiap lekuk yang memikat. Damien merasakan napas resepsionis itu yang semakin memburu seiring dengan meningkatnya ga irah di antara mereka.
Damien memutuskan ciumannya untuk sejenak menatap mata resepsionis itu, "Siapa namamu?" tanyanya dengan napas yang tersengal.
"Lily.. Pak," jawabnya dengan suara lembut dan mata yang penuh hasrat.
"Lily," ulang Damien, melumat bibirnya kembali dalam ciuman yang penuh nafsu, mereka tenggelam dalam kenikmatan.
Damien perlahan membimbing tubuh Lily menuju tempat tidur, tangannya menelusuri punggung Lily lalu merebahkan tubuh Lily di atas tempat tidur, tangan Damien terus bergerilya di setiap lekukan indah tubuh Lily.
Ciuman yang terjadi pun semakin intens dan liar, tak ada dari mereka yang hendak mengalah, hingga.
"Hah… maaf Lily aku sepertinya kelepasan," ucap Damien yang berusaha keras menjaga kesadarannya agar tidak melampaui batas.
Namun, reaksi Lily sontak membuat ga irah Damien kembali bangkit, Lily tersenyum nakal dengan wajah kemerahan, lalu berkata, "Pak Damien, a… aku tidak keberatan selama itu bisa membuat Pak Damien senang."
Damien sejenak terlihat ragu sebelum kembali membungkuk dan mencium bibir Lily. Namun, ada sedikit keraguan yang terlintas di pikirannya, tidak yakin apakah dia siap menghadapi apa yang akan terjadi.
Lily menyadari hal itu, dia melepaskan ciuman mereka, lalu mendekatkan mulutnya ke telinga Damien.
"Jangan khawatir, Pak… aku tidak keberatan sama sekali, jadi Pak Damien bisa melanjutkan apa yang Pak Damien ingin lakukan," bisiknya yang langsung menghilangkan semua keraguan Damien.
Lily merasakan napas Damien di kulitnya saat sang Presdir mulai mencium dan menggigit pelan lehernya. Dia mengerang lembut, semakin terang sang oleh sentuhan yang di berikan Damien.
Tangan Damien dengan terampil menanggalkan pakaian Lily, ia melakukan segalanya dengan sentuhan yang lembut, membuat Lily terhipnotis dengan kepiawaian pria tampan itu.
Bahkan tanpa ragu damien mencicipi area sensitif Lily dengan begitu laparnya, membuat Lily memegang kepala Damien dengan kedua tangannya, meremas rambut bagian belakang sang Presdir diiringi desahan tipis yang keluar dari mulutnya.
Matanya menutup rapat, kepalanya mendongak keatas saat Damien terus saja menyentuhnya dengan lembut.
Tak hanya itu, tangan damien un bergerak semakin berani ke area lainnya, dan hal itu membuat Lily semakin menegang dan tanpa malu meloloskan suara-suara yang semakin membangkitkan ga irah sang presdir tampan.
Lily dapat merasakan bagaimana terampilnya Damien menyentuh area sensitifnya, ia seakan ingin lebih dan lebih, bahkan ia menjerit, memohon meminta lebih kepada Damien, saat ia merasakan sesuatu yang menggelikan di dalam perutnya.
“Pa.. Pak… Ahh..” Lily berusaha menahan desahannya, dia menggigit bibir bawahnya sendiri.
Sang Predsir berhasil membuat seluruh tubuhnya gemetar dan bahagia, ia membiarkan Damien melakukan dan melanjutkan apapun yang Presdirnya itu inginkan, karena ia sendiri tak mungkin bisa menolak sentuhan senikmat ini dari seorang pria tampan, bahkan ia berpikir ini seperti mimpi bisa melakukannya dengan Predir tempat ia bekerja, “Oh Pak Damien...”
Bersambung...