Hari sudah hampir sore tapi tanda-tanda kemunculan Prima belum juga nampak. July cemas, berulang kali ia menyibakkan korden ruang tamu dan menengok ke luar rumah. Selain Prima tak bisa ia hubungi, July merasa ada yang tidak beres tengah terjadi. Biasanya, Prima selalu menepati janji ucapannya dan mudah dihubungi, kali ini ia tak mudah dihubungi. Mendadak, ia takut istri Prima mengetahui hubungan gelap mereka.
July meraba perutnya yang rata dan lapar, sejak siang hari ia belum makan sama sekali. Sebenarnya ia bisa keluar rumah dan mencari makanan sekedarnya di sekitar rumah kontrakan Prima. Banyak pedangan kaki lima yang ada di daerah itu, hanya saja ia takut kalau nanti Prima kembali dan malah membawa istrinya serta lalu mereka berpapasan. Lebih baik di bersembunyi, kan? Mengintai sesuatu yang ia cemaskan sembari berharap Prima pulang sendirian dengan segera.
Karena merasa lapar, July bergerak menuju dapur, ia menemukan beberapa bungkus mie instan di rak lemari dan beberapa butir telor di dalam kulkas. Gegas ia menyalakan kompor dan memasak satu mie instan itu beserta telor ceplok kegemarannya. Sembari memasak, pikirannya menerawang jauh, ia teringat akan mamanya yang keras padanya hingga membuatnya keluar dari rumah. Bahkan, sampai detik ini pun sang mama tak pernah mencari atau menghubunginya. Mata July memanas, ia tiba-tiba rindu dengan sosok mamanya, meski keras ia tahu kalau itu demi kebaikannya. Perlahan, July menyesali kenapa dia tak bisa menahan diri ketika bertengkar dengan sang mama, padahal dia tahu bagaimana susah matinya sang mama berjuang untuknya dan sang adik.
July meraih ponselnya, dia memutuskan untuk menelepon mamanya. Cukup lama ia menunggu sampai panggilan terangkat juga, “Halo,” suara berat sang mama terdengar di seberang.
“Mama …” July menahan air matanya agar suaranya tidak serak.
“July? Akhirnya kamu hubungi mama juga. Di mana kamu? Kamu baik?” tanya mamanya di seberang.
“Maafin July, Ma,” kata July seraya menghapus air matanya.
“Adik kamu akhirnya pulang kemarin. Kalau kamu mau pulang, mama bisa jemput kamu,” kata sang mama. July makin sedih, ia pikir mamanya akan langsung memarahinya, nyatanya malah mau menjemputnya.
“Nggak, Ma,” kata July.
“Baiklah. Mama cuma mau pesen, dimanapun kamu berada, kamu perempuan dan jaga diri kamu baik-baik. Gunakan uang dari mama kalau kamu mau, meski mama tahu kalau kamu pasti bisa menghidupi dirimu sendiri. Kamu anak mama, mama tahu kamu, jadi kamu akan bertahan sekuat apapun masalahmu,” kata sang mama. July makin sedih.
“Sudah dulu, ma,” kata July, July menutup panggilan cepat-cepat karena ia tak mau sang mama mendengar suaranya menangis. July ingin sekali jadi model, tapi sang mama melarang karena mamanya teringat akan bibi July yang terjerumus dalam dunia gelap model yang salah dan akhirnya memilih bunuh diri karena tak kuat dengan tuntutan. Sang mama ingin July menekuni segala bidang yang ia inginkan, tapi bukan dengan modeling. Melihat July pandai dalam berbisnis, sang mama bekerja keras menyekolahkannya ke luar negeri untuk mendalami ilmunya, sayang, July memilih keluar dari kampusnya di tahun pertama dan itu membuat sang mama murka. Alasan July keluar sangat sederhana, karena ia putus dari pacarnya.
Kesalahannya dengan Prima membuat July sadar bahwa mungkin itu adalah bentuk teguran dari Tuhan untuknya karena menentang sang mama dan mengecewakannya berkali-kali. Meski mamanya keras, sang mama sadar diri bahwa bentuk kenakalan July dan adiknya adalah buah hasil pernikahannya dan suami yang gagal. Pertengkaran yang terjadi antara sang mama dan papa di hadapan July dan adiknya, membuat July dan adiknya tidak tahu siapa yang salah dan benar. Kekesalan mamanya karena diduakan oleh sang suami, membuatnya lupa bahwa ia memiliki anak yang harus dijaga mental dan emosinya.
Meski begitu, perempuan mana yang tak kesal jika diduakan oleh sang suami padahal ia menemaninya dari nol lantas sang suami abai padanya dan keluarga dan hanya memeras hasil kerja kerasnya saja? itulah yang dirasakan mama July pada suaminya. Karena luka hatinya itu, sang mama berulang kali mengingatkan July agar tak menjadi pengkhianat atau penghancur rumah tangga orang lain. Nyatanya, July malah jadi simpanan pria yang sudah beristri. Apa kata mamanya jika tahu bahwa July mencintai pria yang sudah beristri?
July tak bisa membayangkan hal itu, menjadi yang kedua akan membuat mamanya sangat kecewa dan itu akan berakibat lebih buruk pada kehidupannya.
Apa yang harus aku lakukan?
Mie kuah dengan telor ceplok yang ia santap tak mampu ia habiskan. Ia meminggirkan mangkok mienya dan beranjak dari sana menuju kamar tidur. Ia memilih tidur sembari menunggu kekasih gelapnya dengan perasaan sedih yang luar biasa. Ia tak tahu bahwa hamil membuat dirinya semakin sensitive seperti sekarang ini.
***
Mira tak menyangka kalau Prima memiliki kartu kredit yang digunakannya untuk belanja perlengkapan di mall. Ia makin penasaran dengan gaji yang diterima suaminya sekarang ini, hanya saja ia tak berani bertanya, selama ia dicukupi oleh sang suami, ia akan bersyukur. Semula Mira pikir ia akan mengajak suaminya berbelanja dari hasil uang tabungannya yang ia simpan di ATM milik ibunya yang diberikannya saat Mila rutin mengirim uang tiap bulan. Selama ini Mira memiliki penghasilan lain dari hasil merajutnya, ia memiliki toko online di aplikasi orange untuk menjual baju rajut bayi-bayi mungil yang ia buat dan beberapa diantara mereka telah laku. Harga yang Mira patok memang mahal, tapi dari segi kualitas tak akan mengecewakan. Terbukti, beberapa customer yang membeli baju rajut padanya selalu repeat order kembali.
Mira sengaja membuat uang tabungannya sendiri terpisah dari uang hasil menjual gorengan dan dari suaminya, semata-mata ia lakukan hanya untuk masa depan yang sudah ia rencakana di otaknya. Dan hari ini rencananya ia akan menggunakannya untuk membeli perlengkapan suaminya di kost barunya, tapi ia yang malah terkejut menyadari bahwa suaminya berbelanja sendiri kebutuhannya dengan kartu kredit dan di Mall besar pula. Mira makin bungkam dan penasaran.
Selesai berbelanja yang menurut Mira terlihat mewah, mereka mencari kost rumah tangga yang kondisinya lumayan ramai dan nyaman. Mereka menemukan kost tersebut dengan harga yang mahal bagi Mira. Mira sempat ragu dengan harganya, tapi sang suami malah membayar tiga bulan di awal untuk kost rumah tangga yang akan mereka huni. Lagi-lagi, Mira tambah penasaran dibuatnya.
“Mas, apa menurut mas ini gak kemahalan?” tanya Mira pada Prima.
“Nggaklah, ini kan Surabaya. Wajar harga segitu,” kata Prima.
“Kita bisa cari yang lebih murah,”
“Ini yang paling dekat dengan kantor,” jawab Prima, dan yang paling dekat pula dengan rumah kontrakan yang ia kontrak. Prima yakin, July masih di rumah kontrakannya.
“Baiklah,”
“Kamu mau makan apa? terakhir kita makan jam satu siang tadi, aku akan keluar cari makan buat kita,” kata Prima.
“Apa saja, mas,”
“Tapi kamu tunggu, ya. Mungkin agak lama karena weekend gini pas maghrib juga, biasanya semua pedagang kaki lima pada antri,” kata Prima yang hanya mencari alasan.
“Gak papa, lagian aku mau berebah,” jawab Mira tanpa curiga sama sekali.
“Oke, aku juga mau sekalian mampir ke rumah teman yang aku tumpangi kost, mau ambil beberapa baju saja yang tertinggal di sana,” kata Prima dan Mira mengangguk saja, “kamu gak keburu lapar, kan?” tanya Prima lagi.
“Nggak, mas. Lagian tadi ada roti bolen yang kita beli,” kata Mira.
“Baiklah, aku pergi, jangan ke mana-mana. Kamu belum tahu daerah sini, nanti malah tersesat,” kata Prima dan Mira mengangguk. Prima keluar dari kostnya dan gegas menuju motornya lalu keluar halaman kost dan menuju rumah kontrakannya. Ia yakin July pasti kesal karena lelah menunggunya.