“Naif itu iming-iming dekat tanpa harap.”
.....
Gadis itu terlihat sibuk di depan cermin dengan beberapa kali bolak-balik mencocokkan pakaian yang akan ia pakai.
Siang tadi, Gwen mengundangnya datang ke birhday party yang ke-17 sepupunya.
Dengan susah payah mengatur penampilan, pilihannya jatuh pada atasan knit off-shoulder black yang dipasangkan dengan flared mini skater skirt brown rose. Ia melengkapinya dengan sneakers putih polos.
Melihat sebentar pantulannya di cermin, mengambil sling-bag di atas nakas, iapun melangkah keluar kamar.
“Kamu mau kemana, sayang?” tepat di undakan tangga terakhir, Leina menanyainya. Bergeser ke samping, ada Vino yang sudah rapi dengan jaket jeans. Perasaan Beby jadi tidak enak.
“Apa kamu juga mau ke party-nya Ellisa?” sudah diduga. Ellisa adalah nama sepupu Gwen. Dan ia baru ingat kalo Vino berada di kelas yang sama dengan Ellisa. Tentu saja cowok itu di undang.
“Kalian bareng aja kalo gitu. Bahaya loh, cewek cantik kaya kamu pergi sendiri.”
“Ma—”
“Iya. Beby, kamu pergi sama Vino, ya.” sela Ratu yang baru saja tiba. Beby melemparinya tatapan dingin.
Tanpa kata Beby melengos pergi. Toh, membantah pun akan percuma. Hasilnya pasti ia yang mengalah.
Ratu tersenyum kecil ke arah Vino dan Leina lalu menyambungkan langkahnya yang tertunda.
“Tunggu sebentar.” ucap Leina pada Vino. Wanita berusia 41 tahun itu berjalan terburu-buru dan mengambil sesuatu di dalam laci.
“Pakai ini.” ia memberikan sebuah kunci mobil pada Vino.
“Bunda?” Vino menatap tak mengerti maksud Leina. Tidak mungkin kan bundanya itu lupa kalau dia lebih suka mengendarai moto sport nya kemana-mana.
“Kamu bawa Beby, Vino. Kamu mau rambut dia jadi berantakan karna kamu ngebut nanti? Gak ada untuk malam ini. Lagian angin malam gak bagus.” menghela napas pasrah, Vino menyalimi Leina sebelum pergi.
Di dalam ruang mobil tercipta keheningan antara keduanya. Dering ponsel khas i-phone berasal dari sling bag milik Beby berbunyi.
“Apa Gal?”
“.....”
“Ya ampun maaf gue lupa. Gue pergi bareng—-bareng Vino.” ucapannya mengecil diakhir. “Bilangin Gildan, langsung ke lokasi aja.”
“.....”
“Ok. Makasih. See you.” menutup panggilan situasi kembali seperti semula.
Pesta ulang tahunnya begitu meriah. Dari pintu masuk hingga ke kolam berenang yang dijadikan tempat acara terdapat berbagai hiasan kerlap-kerlip dan balon berbagai bentuk. Di samping kanan kiri terdapat beberapa meja panjang yang diatasnya tersedia banyak minuman berwarna.
Senyumnya terbit ketika mendapati Galuh, Gwen dan Gildan tengah tertawa di samping salah satu meja bundar yang tersedia.
“Hai!” sapanya kala tiba dihadapan ketiga cowok itu. Atensi mereka sontak terambil mendengar sapaan tersebut.
“Hey!” balas Gwen. Gwen menarik Beby berdiri tepat di sampingnya. Meneliti dari bawah sampai atas, Gwen tersenyum manis. “Lo cantik banget sih, sayang.” Beby merotasi matanya sembari terkekeh geli.
“Mode playboy on.”
“Nggak honey, gue gak gombal, beneran. Lo gak tau dari tadi banyak yang liatin lo?” memang benar ucapan Gwen. Sedari tadi, banyak mata yang mencuri perhatian ke arah Beby.
“Cowok tuh. Liat yang bening dikit langsung belok. Gue penasaran, kalo misalkan gue ini jelek, bodoh, apalagi nerd, kalian mau gak ya temenan sama gue?” Gildan, Gwen dan Galuh mengerutkan dahi mendengarnya.
“Mau. Kalo pun gitu, kita yang bikin lo cantik.” timpal Galuh. Beby mengulum bibirnya menahan senyum.
“Tetep aja, kalian deketin gue awalnya karna fisikkan?” ketiga cowok itu saling pandang melempar tatapan heran.
Dia lagi kenapa sih?
“Itu salah satunya sih. Tapi lebih dari itu, lo orangnya bikin nyaman. Gak lebay kaya mantan. Dan gak brisik kaya pacar.” curcol Gwen tanpa sadar. Beby mangut-mangut saja melihat wajah mereka.
“Glen mana?” timpal Beby sedari tadi tak melihat wujud temannya yang satu itu.
“Noh, panjang umur.” mengikuti arah tunjuk Gildan, Glen dengan kemeja marunnya mendekat ke arah mereka dengan seorang gadis cantik di sebelahnya.
Gadis bersama Glen tersenyum manis dan menyapa mereka. Berkenalan satu persatu, Beby baru ngeuh saat gadis itu memberitahu namanya. Gadis itu adalah Jelita. Pantas saja aura Gildan sedari tadi terlihat masam.
Glen si Mr.Jutek itu gerak cepat juga.
“Gimana orang rumah?” Galuh melempari pertanyaan ketika Gwen dipanggil orang tua Ellisa yang diikuti Gildan karena cowok baperan itu tidak mau melihat sahabatnya bersama perempuan yang disukai.
“Jangan bahas itu deh. Btw, cewek lo mana?”
“Nggak diundang.”
“Yakan lo di undang. Bisa aja lo bawa dia.”
“Udah ya, kita bahas yang lain aja. Oh ya, gue punya sesuatu buat princess number one kita ini.” Beby memincingkan matanya.
“Alay banget.”
“Diem deh. Tutup mata.” perintahnya yang langsung dilakukan Beby.
Galuh mendekat dan memasangkan sebuah kalung berantai putih dengan bandul simple dihiasi permata indah.
“Selesai.” bulu mata lentiknya ikut bergerak kala kelopak matanya terbuka. Mengambil benda yang baru saja disematkan di lehernya, Beby tersenyum. “Hadiah buat lo.” Beby menghambur memeluk Galuh yang disambut balik oleh cowok itu.
“Thankyou,” keduanya saling melempar senyuman.
Dari banyaknya tamu yang ada, diantara ratusan manusia di pesta, sepasang mata biru terang milik Vino tak sedikitpun beralih dari perhatiannya kepada kedua orang yang katanya 'bersahabat' itu.
•••
“Lo pulangnya bareng Vino?”
“Mau gak mau.”
“Kalo udah nyampe, calling ya,” pinta Galuh yang diangguki Beby.
Galuh mengantar Beby sampai ke samping mobil silver milik Vino. Awalnya Beby menolak. Emangnya dia anak kecil yang bakal hilang di culik orang kalau nggak di antar? Tapi Galuh ya Galuh. Harus iya kalau masalah beginian.
Beberapa menit kemudian sosok Vino datang. Galuh langsung pamit dan mengucapkan hati-hati pada Beby. Seperginya Galuh, Beby masuk ke dalam mobil sesaat setelah bunyi “Beep” terdengar tanda kunci dibuka.
Beby merasa ada yang beda dari mereka ketika satu mobil saat berangkat tadi dan yang saat ini.
Walau matanya lurus ke depan, firasat Beby pasti tidak salah. Vino sesekali melirik ke arahnya. Dan tatapan itu terasa sangat intens hingga Beby merasa aura intimidasinya.
“Berhenti liatin gue.” sarkas Beby ketika menagkap basah. Dan apa yang ia liat selanjutnya? Cowok itu tersenyum. Apa coba?
“Yakin sama cowok yang tadi cuma temen?” Beby mengeryit. “Dari awal sampai akhir tangan gak pernah lepas.” dahinya makin mengerut.
“Maksud lo apa tiba-tiba ngomong gini?” tuntutnya tak terima. Kenapa dia ngerecokin hidup orang lain?
“Pantas gak punya temen sejenis. Sifat kamu terlalu egois.” cukup. Bukannya menjawab, mulut merconya malah menjadi.
“Denger ya, mau gue deket sama siapapun itu bukan urusan lo. Gue gak butuh komentar apapun. Diem kalo gak tau asal-usulnya.” tukasnya.
Ketika sampai, Vino mematikan mesin mobil dan kala itu juga Beby keluar dari mobil tanpa kata dan menutup pintu lumayan keras.
Vino memperhatikannya hingga tubuh yang tingginya sekitar 160 centimeteran itu berjalan menuju pintu utama dengan wajah kentara kesal.
Setelah objek sudah menghilang dibalik pintu, Vino pun turun. Namun gerakannya terhenti saat melihat benda pipih di bangku samping kemudi. Diambilnya benda itu, memperhatikannya sebentar dan berujung masuk saku celananya.
“Ceroboh.”
......