Kamera Dashboard

1160 Kata
Untuk yang kesekian kali, Daniel kembali lagi ke kediaman sang pemilik mobil. Kali ini Daniel datang lebih larut, barangkali sang pemilik mobil itu sudah berada di kediamannya. "Hey!" Seorang wanita berteriak dari rumah yang ada di seberang, Daniel pun seketika menoleh. Itu wanita paruh baya yang tempo hari lalu sempat Daniel sambangi kediamannya, wanita itu pula yang memberitahu Daniel dimana kediaman si pemilik mobil. "Kemarin ada seorang lelaki yang mengunjunginya juga. Kupikir mungkin rekanmu!" Ujar wanita itu. "Lelaki?" Tanya Daniel memastikan. "Ada apa ini? Kau siapa?" Orang yang selama ini Daniel cari akhirnya menampakkan diri. Ia baru saja kembali dari kantor, terkejut ketika ada seorang lelaki lagi yang berada di depan rumahnya. Namun, kali ini terlibat pembicaraan dengan tetangga yang tinggal di seberang rumahnya. "Orang ini sejak kemarin mencarimu! Dia ingin menanyakanmu terkait mobil!" Kata wanita paruh baya itu. "Terkait mobil? Apa kau juga mau meminta rekaman kamera dashboardku?" Dilempar pertanyaan seperti itu tentunya membuat Daniel keheranan. Memangnya siapa lagi yang mengincar kamera dashboard itu? "Apa ada seseorang yang telah mengambilnya?" Tanya Daniel, lelaki itu mengangguk tanpa dosa. "Dia anggota kepolisian, mungkin itu rekanmu. Coba kau tanyakan saja," Daniel menggaruk pelipisnya sendiri. Bukan, jelas itu bukan rekan Daniel. Bukan Ben, bukan Willy, bukan juga Tony. Tidak mungkin mereka. Tapi siapa? "Apa kau ingat bagaimana orangnya? Atau mungkin namanya?" Selidik Daniel. Lelaki itu menyipitkan matanya, berusaha mengingat lagi sosok yang mendatanginya kemarin. "Ah... Aku tidak mengingatnya. Saat itu aku benar-benar lelah, ingin segera berisitirahat jadi aku segera memberikan apa yang ia minta setelah aku membaca kartu identitasnya kalau dia seorang polisi," "Lalu, apa kau juga membaca namanya?" Lelaki itu menggeleng, "maaf tapi aku benar-benar tidak ingat... Tapi mungkin aku bisa mengenali kalau melihat wajahnya!" "Ah, kalau begitu sebentar!" Cetus Daniel sembari meraih ponselnya yang tersimpan di saku celana. Menghidupkan layar kunci kemudian jemarinya menjelajah mencari foto Willy dari laman media sosial lelaki itu. "Apa dia orangnya?" Lelaki itu lagi-lagi menyipitkan matanya, lalu memperbesar gambar yang Daniel tunjukkan. Detik berikutnya, hanya gelengan kepala yang Daniel dapatkan. Lantas Daniel kembali menunjukkan foto lain, kali ini giliran wajahnya Ben. Namun, lelaki itu kembali menggelengkan kepalanya. Dan yang terakhir, giliran Tony. Cukup lama lelaki itu menegaskan potret wajah Tony. Menyipitkan mata juga memperbesar fotonya berkali-kali. Namun, pada akhirnya ia menggelengkan kepalanya lagi. Daniel menghela napas dan memasukkan kembali ponsel pada saku celananya. Berarti benar, bukan rekannya yang mengambil rekaman kamera dashboard itu. Lantas siapa? "Baiklah kalau begitu, maaf mengganggu," ucap Daniel. "Dan ini..." Daniel mengeluarkan sebuah kartu dari balik jaketnya, "ini kartu nama saya. Kalau nanti lelaki yang mendatangimu itu kembali lagi, kau bisa kabari aku. Permisi!" Daniel melangkahkan kakinya menuju ke tempat di mana mobilnya terparkir. Namun, baru saja ia membuka pintu, ponselnya yang lain berdering, kebetulan kali ini Daniel turut serta membawanya, disimpan di dalam mobilnya, digeletakkan begitu saja pada kursi penumpang di sebelah kemudi. Pun Daniel segera masuk dan meraih ponsel tersebut, menjawab panggilan suara yang diterimanya. "Ya?" Kata Daniel sembari memasangkan sabuk pengaman menggunakan sebelah tangannya. "Oh, Tony! Ada apa?" Tanya Daniel, kini lengan kirinya ia gunakan untuk mengemudi, mobilnya mulai melaju bertolak dari tempatnya semula terparkir. Sangat tidak patut dicontoh, menerima telepon sembari mengemudi itu jelas membahayakan. "Baiklah aku segera ke sana!" Seru Daniel sebagai kalimat penutup panggilannya. Setelah benar-benar terputus, ponselnya kembali ia lemparkan ke kursi di sebelahnya. Dan Daniel pun mulai tancap gas untuk menuju ke lokasi yang diberitahu Tony barusan. Sementara itu, Tony ternyata emang sejak tadi sudah tiba lebih dulu di tempat janji temu mereka. Menempati sebuah meja kosong di sudut kedai, Tony mampir karena melintas ketika perjalanan pulang. Sedang Daniel baru saja memarkirkan mobilnya di depan kedai. Begitu kakinya menembus pintu masuk kedai, pandangan Daniel pun segera menyapu ke seluruh penjuru untuk menemukan sosok yang dicarinya. Tony yang sudah menangkap kehadiran Daniel pun segera melambaikan tangan agar lelaki itu melihat ke arahnya. Daniel sedikit keheranan, ia pikir Tony datang bersama Willy, tapi nyatanya tidak. "Kau mau pesan?" Tawar Tony kepada Daniel yang baru saja duduk. "Tidak usah, ada apa kau memintaku kemari?" Seperti biasa, Daniel selalu langsung menuju inti. "Maaf mengganggumu, aku hanya ingin mendiskusikan pasal kasus yang tengah kita tangani," tutur Tony. "Kemana Willy?" Tanya Daniel karena dirinya benar-benar tidak menemukan Willy di sini. "Sudah pulang lebih dulu," jawab Tony, lalu lekaki itu mulai merogoh ranselnya yang ia letakkan di bawah bangku. "Aku sudah memeriksa ini," kata Tony seraya menyerahkan lembaran kertas berisi salinan data yang dicetak Willy pagi tadi. "Dan aku juga sudah melakukan konfirmasi lagi ke pihak MGM Grands, setelah diperiksa... Pada malam ditemukannya mayat korban, si terduga pelaku ini sedang berada di kasino dan baru meninggalkan lokasi itu pada pagi harinya," Mendengar apa yang dituturkan Tony, Daniel nampak berpikir sejenak. Mengetukkan jemarinya ke atas meja. "Jadi menurutmu... Ada orang lain yang diperintah untuk menghabisi nyawa korban?" Tony menjentikkan jari, "that's it! Tepat sekali! Si terduga pelaku ini memang bukan orang sembarangan. Dia pengusaha yang namanya cukup terkenal, kebetulan aku memiliki koneksi dengan sekretarisnya, dia bilang... Ada seorang lelaki yang akhir-akhir ini sering ditemuinya. Bisa jadi, lelaki itulah pembunuhnya!" "Kalau begitu... Aku juga akan mencari tahu tentang ini lebih lanjut, sekarang aku mesti pergi," kata Daniel sembari melirik arloji hitam miliknya. "Ah, iya. Silakan, aku juga mau pulang," kata Tony sembari memasukkan kembali berkas yang tadi ia keluarkan ke dalam ranselnya, lalu mulai menanggalkan tali ransel itu ke pundak sebelah kanannya, dan pada saat itulah Daniel melihat dengan jelas aksesoris yang tergantung pada ransel Tony. Lambang pentagram. Namun, Daniel hanya memerhatikannya tanpa bertanya satu kata pun pada sang empunya. Begitu keduanya hendak melangkah keluar kedai, ponsel Tony berdenting. Dapat terlihat jelas oleh Daniel raut Tony berubah kala membaca isi pesan tersebut, dan dengan senyuman yang terukir di wajahnya, Tony pun membiarkan jemarinya menari di atas layar ponsel untuk mengetikkan balasan. . . . . . Wanita berambut ikal itu baru saja melemparkan kantung sampah ke tempat pembuangan yang ada di belakang kediamannya. Setelah mengeratkan jaket yang membalut tubuhnya, ia pun bergegas untuk kembali ke dalam kediamannya. Namun, netranya menangkap sosok yang sepertinya tidak asing. "Kau..." Ujar wanita berambut ikal tersebut. Wanita lain yang kebetulan melintas itu pun menoleh. "Iya?" Katanya yang nampak agak bingung. "Ah, kau! Yang beberapa waktu lalu itu kita hampir bertabrakan, bukan?" Tambah si wanita yang satu. Sedang wanita berambut ikal itu terkekeh, "kau tinggal di sekitar sini juga? Sepertinya aku baru melihatmu," "Iya, aku tinggal di ujung jalan sana!" Jemarinya mengarah ke sebuah rumah yang berada di ujung. "Ah, iya. Perkenalkan, aku Dilla!" Kata wanita yang mengaku tinggal di ujung jalan. . . . . . "Pendatang?" Tanya Daniel memastikan. Kini ia tengah berada dalam perjalanan untuk kembali pada kediamannya, dan sedang berbicara melalui panggilan suara dengan si pemilik mobil yang tiba-tiba saja menghubunginya. Dia bilang, lelaki yang mendatanginya kemarin itu memiliki raut wajah seperti pendatang, tidak seperti penduduk asli kebanyakan. "Baiklah terima kasih, informasinya!" Kata Daniel di akhir panggilan suaranya. Setelah memarkirkan kendaraannya di basement, tentunya Daniel segera menuju ke lantai tempat dimana dirinya tinggal. Apartemen sudah lumayan sepi, sebab sekarang memang sudah hampir larut. Lagi-lagi, tetangga sebelahnya membiarkan pintu huniannya dalam keadaan yang sedikit terbuka. Dan di dalamnya itu seperti sengaja selalu dibiarkan gelap. Tidak punya lampu atau bagaimana? Ah entahlah, untuk apa juga mengurusi tetangga. "Hey Daniel!!" Sergah Ben kala Daniel baru saja memasuki kediamannya. "Kenapa tidak angkat teleponku? Ada hal penting yang mesti kusampaikan!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN