Yang Dicari Hilang

1119 Kata
Willy baru saja membuka matanya, malam ini tidurnya nampak begitu nyenyak. Kemudian dirinya melirik ponselnyang diletakkannya di atas nakas sebelah ranjang. Begitu layar kuncinya berhasil terbuka, ada beberapa panggilan tak terjawab dari rekannya. "Daniel?" Gumam Willy keheranan. Biasanya kalau lelaki itu menelepon sudah pasti ada sesuatu yang terjadi, lantas ia segera menghubungi Daniel kembali. Namun, kini giliran Daniel yang tak menjawab panggilannya. Sebab lekaki itu tengah sibuk di lokasi kejadian yang semalam, ponsel pribadinya itu kehabisan baterai jadi ia memutuskan untuk tidak membawanya. Daniel baru saja menanyakan kepada kepolisian setempat perihal cctv di ujung jalan yang ternyata sudah tidak berfungsi sejak beberapa bulan yang lalu dan belum sempat diperbaiki. Setelah memberi saran untuk segera memperbaiki atau menggantinya, Daniel kembali ke sekitar lokasi, pandangannya tertuju pada tempat kejadian perkara yang dikelilingi garis polisi. Pandangannya kembali mengedar, tempat ini sangat minim pengawasan. Berarti si pelaku adalah orang yang memang benar-benar tau seluk-beluknya lokasi disini. Mata Daniel menangkap salah satu mobil yang terparkir di tepi jalan. Mobil itu mengarah tepat ke arahnya. Itu artinya, kamera dahsboard mobil itu pasti merekam kejadian di sekitar. Tanpa membuang waktu, Daniel mulai mengetuk salah satu rumah yang berdekatan dengan jarak mobil terparkir. Barangkali ia pemilik mobil itu atau paling tidak dia pasti tau siapa yang memarkirkan mobildi dekat kediamannya itu. Seorang wanita paruh baya muncul dari balik pintu, menyambut kedatangan Daniel dengan raut agak bingung tentunya. "Selamat pagi!" Sapa Daniel sembari menunjukkan kartu pengenalnya. "Maaf mengganggu, apa ibu pemilik mobil yang terparkir disana?" Tanya Daniel. "Mobil itu? Itu milik anak muda yang tinggal di sebelah sana," jemarinya menunjuk ke arah sebuah rumah yang berada di seberangnya. "Dia jarang menggunakan mobilnya. Tapi memang belakangan ini sepertinya aku jarang melihat dia. Coba kau datangi saja rumahnya." kata wanita itu. Daniel menoleh menatap sekilas rumah yang dimaksud. "Baik, kalau begitu terima kasih! Saya permisi dulu." Ucap Daniel. Namun, baru saja ia membalikan tubuh dan melangkahkan kakinya. Wanita paruh baya tersebut kembali bersuara. "Hey! Apa kau tidak bisa tersenyum sedikit?" Tanyanya, membuat Daniel seketika menghentikan langkah dan terpaku. Memang sejak awal menyapa senyum Daniel sama sekali tak terlukis. Ya mana pernah sih Daniel tersenyum? "Kau itu masih muda, tapi wajahmu terlihat sangat muram. Ah, ya ampun! Apa anak muda zaman sekarang selalu tak bisa ramah kepada orang yang lebih tua? Hey apa orang tua mu tak pernah mengajarkan sopan santun?" Daniel menunduk sejenak. Kemudian ia berdecis, dan mengangkat lagi kepalanya, menatap wanita paruh baya itu dengan tatapan yang teduh namun dalam. "Aku tidak punya orang tua." Ucapnya dan segera melangkah meninggalkan wanita paruh baya itu yang merasa tertohok atas jawaban yang diberikan Daniel dan masih geming di ambang pintu. Apa orang tua mu tak pernah mengajarkan sopan santun? Kalimat tersebut berhasil terpatri dan menggema dalam kepala Daniel. "Tidak, tidak pernah. Aku tidak hidup dalam didikan orang tua." Ujar Daniel begitu ia tiba di depan pintu yang katanya kediaman sang pemilik mobil. Lantas Daniel segera mengetuk pintu bahkan menekan bel yang ada di sisi pintu. Namun, sepertinya rumah ini tak berpenghuni. Daniel mencobanya berkali-kali tapi tak kunjung mendapat jawaban. Akhirnya Daniel memutuskan untuk beranjak dulu dari sana, ada hal lain yang mesti ia kerjakan. "Hey, nak!" Seseorang berteriak begitu Daniel melintasi kediaman wanita paruh baya yang ia sambangi sebelumnya. "Kau bisa kembali lagi malam nanti, mungkin sekarang si penghuni masih bekerja." Daniel mengangguk dan melemparkan ucapan, "terima kasih!" Menanggapinya. . . . . . Willy baru saja selesai membersihkan diri, sembari menatap pantulan dirinya sendiri di depan cermin, ia masih memikirkan sebenarnya ada apa sampai-sampai Daniel meneleponnya beberapa kali tengah malam tadi. Dirinya tidur terlalu nyenyak hingga dering ponsel tak terdengar, maklum, belum tidur sejak malam sebelumnya. Dan yang semakin mengusik pikiran Willy adalah kenapa sekarang rekannya itu malah tidak bisa dihubungi. "Apa aku sambangi kediamannya saja?" Tanya Willy pada bayangan yang ada di cermin. Segera Willy bergegas meraih kunci mobil di atas nakas dan melangkah untuk menuju apartemen Daniel. Lalu lintas cukup ramai tapi tak terlalu. Daniel tak membutuhkan waktu lama untuk sampai di depan bangunan megah tersebut. Namun, bukannya segera masuk Willy malah berdiam diri mematung, memandangi bangunan itu dari luar. Ia lupa akan satu hal, dirinya tidak tau Daniel tinggal di lantai berapa. Kalaupun bertanya, apa ada orang lain yang tau nama asli Daniel? Bisa saja lelaki itu menggunakan nama lain demi menamarkan identitasnya. Willy terus memerhatikan aktifitas penghuni apartemen yang berlalu lalang, juga tentunya ada petugas keamanan yang berjaga di pintu masuk. Willy yang sempat akan balik arah itu tiba-tiba netranya menangkap sesosok yang tidak asing baginya. "Ben?" Lelaki yang merasa namanya disebut pun menoleh. Setelah sempat celingak-celinguk, lelaki itu lantas berjalan mendekat ke arah Willy. "Kau memanggilku? Kau kenal aku?" Willy terkekeh dan menepuk pundak lelaki yang memasang raut kebingungan. "Sial! Apa kau tidak ingat aku?" Ben nampak berpikir sejenak, keningnya mengkerut sembari memerhatikan lelaki di hadapannya ini lekat-lekat. Detik berikutnya, ia menjentikkan darinya. "Willy? Ah benar kau Willy, kan?" Begitu dirinya berhasil kembali diingat, Willy menganggukan kepalanya seraya menyunggingkan senyuman tipis. "Ya ampun, sudah lama sekali ini! Terdengar basa-basi tidak, jika aku melempar pertanyaan, apa kabar?" Kata Ben diiringi tawa. "Aku tidak menyangka bisa bertemu lagi denganmu! Bagaimana kau bisa sampai disini?" Ucap Willy, keduanya nampak sangat antusias berbasa-basi setelah sekian tahun tak jumpa. "Panjang ceritanya, kau sendiri bagaimana?" "Lain kali kuceritakan. Ah, iya! Sebenarnya aku kesini ingin bertemu Daniel," tutur Willy. "Daniel? Ah aku juga pernah dengar sedikit tentangmu dari Daniel. Mungkin dia ada di kamarnya, aku pun tidak tau sebab mesti bermalam di rumah sakit. Ayo ikut aku!" Jelas Ben seraya menggiring Willy untuk menginjakkan kakinya ke lobby apartemen dan menuju ke kamar yang Daniel huni. "Kau akan terkejut begitu melihat huniannya," bisik Ben ketika keduanya berada di dalam lift yang sebentar lagi tiba di lantai tujuan. Setelah keluar dari lift dan menyusuri koridor, akhirnya mereka tiba di depan pintu hunian Daniel. Ben segera menekan empat digit angka yang menjadi sandi pembuka, sementara Willy mengedarkan pandangannya ke sekeliling. "Daniel??" Teriak Ben begitu ia berhasil memasuki hunian rekannya itu. Willy masih mengedarkan pandangannya. Benar saja, begitu melihat hunian Daniel, Willy merasa sedikit terkejut sebab ini terlihat begitu mewah. Berapa banyak uang yang Daniel keluarkan untuk mendapatkan hunian seperti ini? Ben menyusuri tiap sudutnya, bahkan sampai ke lantai atas. Sedang Willy masih terpaku di ruang tamu. "Daniel tidak disini!" Kata Ben dari lantai atas setelah memeriksa ke kamar juga ruang kerja Daniel. . . . . . "Ini yang berhasil kuperoleh," Daniel menyerahkan beberapa lembar kertas yang disatukan di dalam amplop. "Hubungan antara si terduga pelaku dengan korban ternyata tidak terjalin baik. Diketahui, terduga pelaku sempat ingin membeli saham korban dengan cara yang cukup memaksa. Tidak hanya sekali dua kali, tapi berkali-kali. Bahkan ia cenderung menormalkan segala cara agar si korban mau menjual sahamnya. Entah apa yang menjadikannya sangat ini membeli saham si korban, tapi... Pasti pembunuhan inilah yang menjadi cara terakhirnya," tutur Daniel sembari menyeruput kopinya dari cangkir. "Tapi siapa yang melakukannya kalau pada saat hari kejadian si terduga pelaku sedang tidak disini?" Tanya seseorang yang menjadi lawan bicara Daniel yang tak lain adalah ketua tim penyidik. "Kaki tangan!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN