Asmaraloka

1243 Kata
Sepasang anak manusia tengah merajut kasih di sudut kedai yang lampunya meremang. Secercah kebahagiaan terpanjar dari raut keduanya, bertukar canda melempar tawa, rasanya dunia hanya milik mereka. Namun, sedang asyik-asyiknya melewati detik bersama kekasih, ponsel si wanita berdenting. Dengan terpaksa tawa yang ada di antara mereka pun terhenti. Si wanita berambut ikal tersebut membuka layar kunci ponselnya, ada sebuah pesan masuk dari nomor yang tidak dikenal disana. Begitu membaca isi pesannya, suasana seketika berubah, yang semula hangat kini terasa dingin menusuk. "Dia lagi?" Tanya sang kekasih dengan menaikkan sebelah alisnya, rautnya menyiratkan ada amarah yang tertahan. Dan dengan ragu bercampur takut, si wanita itu menangguk perlahan, menatap ujung sepatu sang kekasih sebab tak berani untuk menatap wajahnya. "Coba aku lihat!" Katanya sembari merampas ponsel tersebut dari genggaman. "Aku sangat merindukanmu, apa kau benar-benar sudah melupakan semua malam kita?" Si lelaki itu membacakan isi pesan yang ada pada layar. Lantas ia menatap wanitanya yang masih tertunduk dan menghela napas. Buku-buku tangannya terkepal dan memerah, wajahnya juga merah padam. Jelas betul kalau lelaki itu kini berusaha mati-matian menahan amarah. Dalam hitungan detik, fokusnya kembali pada layar ponsel, melakukan pergerakkan dengan jemarinya di sana. "Sudah kublokir. Semoga kali ini si b******k itu tidak lagi mengganggumu!" Katanya dan menyerahkan ponsel itu kembali. "Sekarang ayo kita pulang!" Keduanya pun bangkit dan melangkah keluar kedai, beralih menuju sebuah mobil yang terparkir di depan. Perjalanan mereka diselimuti hening. Sesekali sang wanita melirik ke arah kekasihnya yang menatap lurus ke depan fokus pada jalanan. Benar-benar tak ada suara di antara keduanya, bahkan hingga mobil tersebut telah ditepikan pada sebuah pekarangan rumah. Wanita yang duduk di kursi penumpang itu segera melepas sabuk pengamannya, sebelum keluar, ia sempat menatap ke arah sang kekasih yang juga menatap ke arahnya. Lalu detik berikutnya lelaki itu menyunggingkan senyuman, meluruhkan semua siratan amarah pada rautnya, membuat si wanita pun tanpa sadar ikut tersenyum. "Selamat beristirahat!" Ujarnya seraya memajukan tubuhnya dan memberi kecupan lembut pada kening si wanita. Wanita itu membalasnya dengan seulas senyuman, kemudian segera keluar dari mobil dan melangkah untuk memasuki kediamannya. Sementara sang kekasih masih memperhatikannya dari dalam mobil sampai pintu rumah benar-benar kembali tertutup rapat. Si wanita segera menuju ke kamarnya, setelah membersihkan diri dan mengganti pakaiannya dengan pakaian tidur, ia memilih tepian jendela sebagai tempatnya berlabuh menikmati semilir angin dan pekatnya langit. Menengadah, tak ada bintang malam ini. Napasnya terhela, pikirannya kembali mengawang kepada pesan masuk yang didapatinya saat di kedai tadi. Pesan itu dari mantan kekasihnya. Bukan kini ia belum bisa melupakannya, bukan. Justru dirinya benar-benar sudah muak dengan lelaki satu itu. Tak bisa menghargai wanita, memaksa kehendak, berbuat kasar juga bertindak sesukanya. Setelah hubungan keduanya berakhir dan mengetahui kalau si wanita sudah memiliki kekasih baru, sang mantan ternyata malah gusar, ia tak tinggal diam. Berkali-kali mencari celah untuk mengusik wanita yang baru saja lepas dari belenggunya itu. Mulai dari; menjadikan sebuah jaket yang pernah dipinjamkannya kepada si wanita sebagai alasan, katanya ia ingin si wanita itu mengembalikan jaketnya. Lantas bertemulah keduanya di kediaman wanita itu. Sekilas memang tak ada yang perlu dikhawatirkan. Sang mantan datang hanya untuk mengambil lagi jaketnya, dan langsung kembali pulang tanpa berbicara banyak. Namun, ternyata kedekatan itu berlanjut dengan sang mantan yang berhasil memiliki nomor ponsel si wanita yang baru. Entah ia peroleh darimana, awalnya si wanita nampak tak terganggu sedikit pun, pikirnya tak ada salahnya untuk memperbaiki hubungan antar keduanya dengan menjalin pertemanan. Tapi ternyata tidak berlaku bagi sang mantan, ia justru mengharap lebih. Meminta si wanita untuk kembali dan mempercayai dirinya yang b******k itu sekali lagi. Hampir saja si wanita luluh akan bualannya kalau tak disadarkan oleh kejadian lalu dimana dirinya selalu mendapatkan perlakuan keras secara fisik dari lelaki itu. Iya, dia memang begitu. Tak bisa mengendalikan emosi, merasa kesal sedikit tangannya langsung melayang dan mendarat pada wajah si wanita. Tak sedikit lebam yang menghiasi tubuh wanita itu, memikirkan kejadian itu selalu membuat airmatanya terurai deras. Tanpa berdosa dan tanpa kata maaf yang terlontar dari mulutnya, lelaki itu masih terus berusaha. Namun, kini pendirian si wanita sudah lebih kokoh. Berkali-kali ia memblokir nomor ponsel mantan kekasihnya yang selalu berganti-ganti itu. Bahkan si wanita pun pernah mengganti juga nomor ponselnya dengan harapan hidupnya tak lagi diusik. Namun, harapan itu hanya menjadi angan belaka. Sekali lagi, entah darimana, sang mantan kekasih itu selalu saja bisa mendapatkan nomor ponselnya. Dentingan ponsel memecah keheningan. Wanita itu melirik ponselnya yang terletak di atas nakas, kadang ia merasa ada sedikit ketakutan kala membuka sebuah pesan masuk. Ia takut kalau itu dari mantan kekasihnya lagi. Sebuah ucapan selamat tidur dengan emoji hati berhasil membuat senyuman terlukis di wajahnya, sebuah pesan singkat sederhana dari kekasih hati selalu berhasil buat berdesir. Namun, senyuman itu tak bertahan lama, pesan masuk lainnya baru saja mendarat di ponselnya. Dari nomor tak dikenal berisikan kalimat pengantar tidur dengan embel-embel kata 'cantik' di akhir kalimatnya. Wanita itu tau betul kalau pesan masuk yang kedua pasti berasal dari mantannya lagi. Di tempat lain, seorang lelaki sibuk memandangi ponselnya dengan menyeringai, tangan kanannya ia gunakan untuk mengelus dagunya sendiri. "Apa yang ditakdirkan untukku, tidak boleh jadi milik orang lain..." Gumamnya. Pada malam setelah ia mengetahui kalau wanita pujaannya yang telah menyandang status sebagai mantan kekasih itu ternyata sudah punya kekasih baru, ia geram bukan main. Segera dirinya menggali informasi dari manapun itu mengenai kekasih baru mantannya. Merasa tak terima, dirinya mengusahakan beragam cara untuk menarik kembali perhatian sang mantan. Namun, usahanya itu selalu digagalkan dengan lelaki yang menjadi kekasih baru mantannya. Berkali-kali mengganti nomor ponsel demi untuk menghubungi wanita pujaannya yang telah jadi kekasih orang. "ARGHH!!!" Teriaknya frustasi sembari menendang kaleng kosong di sudut taman kota. "Kenapa kau lebih memilih lelaki seperti itu ketimbang diriku?!" Murkanya sendiri. "Apa yang kurang dariku?!! Kenapa kau sangat tega memperlakukanku seperti ini? Kenapa?!! Kau sangat jahat..." Lelaki itu berbicara meraung-raung kepada dirinya sendiri. "Kalau kau tidak bisa memilikinya... Maka jangan biarkan seorang pun bisa dengan tenang bersanding dengannya..." Ucap seseorang yang tiba-tiba saja muncul dari balik pohon, membuat lelaki yang tengah hancur hatinya itu menoleh. "Siapa kau?" Tanyanya. Orang tersebut menyunggingkan senyuman seraya melangkah mendekat ke arahnya. "Tidak penting siapa aku, kau tidak perlu tau itu. Yang terpenting, bagaimana caranya kau bisa meluapkan semua emosimu yang tertahan di sini," ucapnya sembari mendaratkan jari telunjuknya pada d**a lelaki itu. "Aku bisa membantumu, untuk melakukan apapun yang kau mau. Apapun, tanpa terkecuali... Aku bisa membuatnya merasakan penderitaan yang bahkan lebih pedih dari yang kau rasakan saat ini," ucapnya lagi. "Maksudmu? Apa kau akan menyakitinya? Aku tidak mungkin tega menyakitinya kau jangan gila!" Seru si lelaki itu. Lantas orang tersebut malah berdecis sinis, "bodoh!" Ujarnya. "Dia saja bisa setega itu menghancurkan hatimu lalu kenapa kau tidak tega untuk mengukir luka padanya barang segores?" Mendengar hal tersebut, si lelaki itu terdiam. Ia nampak berpikir dan agaknya ia mulai termakan pembicaraan dari orang yang tak dikenalnya itu. Sementara orang tersebut tak henti-hentinya mengukirkan senyum. "Ini kartu namaku, barangkali kau butuh!" Katanya sembari menyodorkan sebuah kartu berisi informasi mengenai data dirinya yang diraih dari balik blazer, setelah kartu tersebut berhasil disambut, ia pun segera bangkit dari duduknya dan melangkah meninggalkan lelaki yang pikirannya sedang teramat kalut itu. "Kartu nama? Untuk apa, sih?" Ucap si lelaki itu sembari memandangi sebuah kartu yang berada di tangannya. "Ah, tidak penting!" Nyaris ia membuangnya. Namun, detik berikutnya niatnya itu segera ia urungkan. "Tunggu! Tadi dia bilang... Bisa melakukan apapun yang kumau?" Katanya sembari memutar kartu tersebut di antara jari-jarinya. "Apapun?" Ujarnya lagi yang kali ini disertai seringaian. . . . . . "Huhh..." Daniel membuang napasnya bersamaan dengan tubuhnya yang mendarat ke atas ranjang. Ah, akhirnya lelaki itu busa sejenak merebah juga memejamkan mata sebelum disibukkan lagi dengan kasus-kasus yang ia tangani. Baru saja matanya hendak terpejam, ponselnya yang masih disimpan dalam saku celana tiba-tiba berdering. "b******k!" Umpat Daniel.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN