[-Café, pukul 08:17-]
Jessica saat ini sedang duduk di depan laptopnya, ia sedang memeriksa beberapa naskah n****+ yang ditolak oleh pihak penerbit, dan merasa agak pusing karena hal itu.
Padahal ia sudah berusaha membuat cerita itu, melakukan riset ke berbagai tempat agar suasana yang digambarkannya terasa nyata dan juga bisa dengan mudah menggiring pembaca untuk masuk.
Tetapi …
Ah sudahlah, saat ini kepalanya sudah begitu pusing, dan karena hal sepele seperti ini ia harus kembali memutar otak untuk membuat cerita baru.
Jessica kemudian menatap ke daerah sekitar, pengunjung di café tempatnya berada belum begitu ramai, dan itu kondisi yang sangat menguntungkan untuk menulis.
Wanita berusia dua puluh lima tahun itu kemudian mencoba untuk membangun imajinasinya, tetapi sial … ia malah gagal melakukan hal itu, dan teringat kejadian beberapa saat lalu.
Jessica memijat kepalanya, ia tak menyangka jika saat ini penerbit dan editor memintanya untuk lebih menguatkan sisi romantis dan juga berhenti menulis cerita dengan suasana yang kelam dan juga sadis.
Jessica mengakui jika dirinya memang tak mampu dalam membangun suasana biasa yang sehat dan bisa diterima oleh banyak orang. Kisah yang ia tulis selalu saja berat, dan minim akan percintaan.
Benar … bagi Jessica, semakin banyak konflik yang berat, maka semakin baik dirinya dalam menuliskan cerita. Semakin sadis dan kejam tiap karakter, maka akan semakin seru dalam mengkhayalkannya, dan pastinya karakter itu akan menjadi hidup karena kata demi katanya yang menyugesti pembaca.
“Kau harus bisa membuat cerita ringan, dengan percintaan yang menonjol. Hal itu juga demi mempertahankan nama baikmu, serta pihak penerbit yang sudah melindungimu dari kasus yang baru saja terjadi.”
Tapi … bukan hanya karena masalah itu saja tiga naskahnya dikembalikan. Alasan utama dan utama karena pihak penerbit sudah menerima beberapa keluhan dari masyarakat.
Orang-orang yang membaca novelnya sering kali bersikap aneh, bahkan mempraktikkan kejadian yang ia tulis sebagai inspirasi melakukan kejahatan ringan, atau juga berat.
Mulai dari bunuh diri, p*********n, balas dendam, dan pembunuhan.
Total ada lebih dari sepuluh kasus, dan ketika sang pelaku ditangkap, dilakukan penyelidikan, dan ditemukan fakta jika orang-orang itu penggemar novelnya.
Adegan demi adegan yang ia tulis di lakukan dengan baik. Dan karena hal itu ada petisi yang datang untuk menghentikan dirinya menjadi penulis, bahkan sampai ia nyaris berada di jalur hukum hanya karena tulisannya sendiri.
Terima kasih saja kepada pihak penerbit dan juga pengacara yang memberikan pembelaan kepadanya, dan ia bisa selamat karena hal itu.
“Kau juga harus mengganti semuanya, itu agar tak ada lagi kejadian gila hanya karena tulisanmu. Ingat … impianmu adalah menjadi penulis, dan untuk itu kau harus berjuang. Jessica, ganti nama penamu, dan buatlah warna baru dalam ceritamu.”
Lagi dan lagi ucapan sang editor mengganggunya.
Jessica kembali merebahkan kepalanya di atas meja, kenapa ia harus mengalami nasib menyedihkan seperti itu?
Bukankah yang membaca ceritanya adalah orang yang membuat kesalahan karena keinginannya sendiri/
Lantas … kenapa ada orang bodoh yang tidak memerhatikan rating n****+ miliknya? Ia sudah memberikan peringatan, ia sudah mengatakan apa pun yang terjadi di dalam n****+ tersebut hanyalah adegan. Tidak untuk dipraktikkan.
“Permisi, Nona, apa Anda ingin memesan sesuatu?” tanya seorang pelayan.
Jessica yang merasa kepalanya begitu pening menatap, ia memang belum memesan apa pun sejak tadi.
“Nona, apa Anda baik-baik saja?” tanya pelayan itu agak khawatir.
“Aku ingin air mineral dingin, lalu aku ingin cabai merah paling pedas.”
Pelayan itu merasa aneh, kenapa ada pelanggan yang memesan hal aneh? Apa pelanggan itu masih waras?
“Bawakan saja pesananku, aku sedang mengalami masalah, dan dengan hal seperti itu aku akan melupakan masalahku walau hanya sekejap saja.”
Pelayan itu hanya bisa menuruti apa yang sang pelanggan inginkan, ia segera mencatat, lalu pergi dari sekitar Jessica.
…
[-Apartemen-]
Seorang pria baru saja selesai dengan acara mandinya, ia mengulas senyuman manis, dan menatap tubuhnya yang begitu indah di depan kaca.
Sesekali pria itu berputar, dan tetap mempertahankan senyumannya. Ia merasa puas, merasa dirinya semakin di atas angin, dan semua yang ada padanya sesuatu yang selalu diincar oleh lawan jenis.
Pria itu adalah Ansel, umurnya dua puluh tujuh tahun, bekerja sebagai seorang Host, dan memiliki banyak pelanggan tetap.
Wajar saja, Ansel memiliki tinggi badan 1,87 cm, berat badannya 73 kg, dengan wajah tampan dan beberapa otot perut yang begitu sempurna.
Setelah puas mengagumi diri sendiri, pria itu segera masuk ke dalam walk in closed, ia mencari baju mana yang sesuai, dan bisa dikenakannya hari ini.
Maklum saja, ia memiliki janji dengan salah satu pelanggan tetapnya, dan mereka akan pergi ke beberapa tempat hari ini.
Ada banyak sekali yang ingin sang pelanggan curahkan kepadanya, dan sebagai pria serta Host yang baik ia harus melakukan yang terbaik.
Ah … bicara mengenai pekerjaan sebagai seorang Host, itu bukanlah Host atau pembawa acara yang sedang memandu acara di televisi atau acara-acara lainnya. Tetapi Host yang menjadi profesi Ansel adalah seseorang yang akan menjadi teman bicara, dan memberikan banyak saran. Atau juga orang yang akan menemani pelanggan kesepian untuk melakukan banyak hal menarik.
Intinya … mereka melakukan segalanya untuk sang pelanggan, berperan sebagai seseorang yang sangat diperlukan bagi sang pelanggan.
Setelah sekian lama, akhirnya Ansel selesai memilih pakaian. Kemeja berwarna hitam, dengan celana yang juga memiliki warna senada.
Ya … Ansel menyukai pakaian berwarna hitam, dan nyaris semua pakaian yang ia punya berwarna hitam, atau juga dengan warna gelap. Ia tak suka pakaian dengan warna mencolok, menurutnya itu sangat mengganggu.
Ketika Ansel sedang memilih aksesoris apa yang akan dikenakan, ponselnya tiba-tiba saja berdering. Ia kemudian segera meninggalkan pakaiannya pada sofa, dan berjalan ke arah meja di dekat jendela.
Panggilan dari atasannya, dan ia sangat yakin jika ada beberapa hal yang tak penting. Hanya saja … jika ia mengabaikan panggilan itu, maka ia akan mendapatkan masalah.
Segera saja Ansel menggeser ikon hijau, dan secara otomatis panggilan segera tersambung.
“Halo,” sapa Ansel dengan ramah.
“Apa kau punya acara di luar bersama pelangganmu?”
“Ya, hari ini aku sudah memiliki janji. Ada apa ini?” Ansel memilih keluar dari ruangan, ia kemudian menuju ke arah pintu kaca, dan segera membukanya.
Pria itu keluar, berada di balkon, dan menatap lautan di pagi hari. Ia masih menunggu sang atasan untuk bicara, dan di seberang sana terdengar suara agak berisik.
“Apa kau bisa datang ke club setelah janjimu selesai? Ada beberapa hadiah dari penggemarmu, dan mereka juga ingin langsung memberikannya kepadamu.”
Ansel menghela napas, ia sebenarnya sangat malas dengan hal seperti itu. Tetapi … mau tak mau ia harus melakukannya, mencari muka di depan banyak wanita akan membuat popularitasnya meningkat, tentu saja itu begitu berpengaruh pada pekerjaannya.
“Apa kau menolak?”
“Baiklah, malam ini aku akan datang.”
Sambungan telepon segera terputus, dan Ansel merasa lebih baik dari sebelumnya. Pria itu kemudian kembali masuk, ia harus segera bersiap, dan pergi ke tempatnya membuat janji dengan sang pelanggan.