Jessica baru saja menghabiskan cabai yang dipesan olehnya beberapa saat lalu, ia kemudian meneguk semua air mineral dingin yang ada di mejanya dengan begitu rakus. Terasa begitu lega, semua masalah yang ia punya kini teralih pada rasa pedas yang ada di mulutnya.
Wanita itu jelas saja tak menyangka jika harus melakukan hal konyol seperti saat ini, ia benar-benar dalam fase yang tak bisa untuk berpikir jernih. Dan karena hal itu ... sekarang banyak orang memerhatikan dirinya.
Tetapi ... Jessica tak peduli. Biarkan saja semuanya berpikir aneh, yang penting ia merasa sangat lega dan puas.
“Pelayan!” panggil Jessica. Ia mengangkat tangan, dan tersenyum kala seorang pelayan datang menghampirinya.
“Saya, Nona. Ada yang bisa dibantu?” tanya pelayan itu ramah, tidak lupa dengan senyuman manis.
Jessica membalas senyuman itu. “Bill, aku harus segera pergi.”
Pelayan yang mendengar ucapan Jessica menjadi bingung, pasalnya ... ia tak tahu harus mematok harga pada pesanan yang sudah Jessica makan sampai habis. Itu bukan menu yang ada pada tempat itu, dan jujur saja ia sangat bingung menjawabnya seperti apa.
“Pelayan?” tegur Jessica lagi.
“Nona, saya akan bertanya kepada Manajer berapa jumlah uang yang harus Anda keluarkan.”
Jessica mengangguk, lalu pelayan itu segera berlalu pergi. Ia terlihat terburu-buru, dan hal itu membuat Jessica ingin tertawa.
Wanita itu kemudian mendengar suara ponselnya, dengan cepat ia membuka tas, dan segera meraih benda yang terus saja berdering.
Matanya menatap, dan saat itu ia terlihat begitu kesal. Tetapi ... ah ... ia tetap harus menjawab panggilan itu.
Jessica segera mengusap layar ponselnya, ia menggeser ikon hijau, dan segera mendekatkan ponselnya pada telinganya.
“Ada apa?” tanyanya to the poin.
“Di mana kau?”
Jessica memutar bola matanya, merasa begitu malas.
“Aku ada di apartemenmu, cepat kembali, dan kita harus bicara.”
“Kita sedang bicara, jangan menambah masalahku lagi.”
Suara embusan napas kasar terdengar jelas, dan Jessica kembali menatap ke segala arah. Masih sama, beberapa pengunjung tetap memerhatikan dirinya walau tidak terlalu jelas.
“Cepat kembali, atau aku akan meminta polisi mencarimu!”
Ancaman ...
“Kembali, at-”
“Kenapa kau tak bisa membiarkan aku sendirian terlebih dahulu? Bisakah kau tenang? Aku tidak akan bunuh diri, aku akan menyelesaikan n****+ sesuai dengan tema yang atasan kita inginkan, dan selama aku mengerjakan n****+ tersebut, jangan ganggu aku!”
Wanita itu menghela napas, ia merasa begitu lelah setelah bicara panjang lebar.
“Baiklah, jika kau gagal, maka karier dan impianmu akan hancur.”
Langsung saja Jessica mematikan sambungan telepon, ia kembali menarik dan mengembuskan napasnya kasar.
“Permisi, Nona.” Pelayan yang tadi meminta izin untuk pergi segera menghampiri Jessica, ia terlihat sedikit kaget karena mendengar perdebatan Jessica dengan seseorang melalui telepon.
Jessica yang mendengar hal itu lekas menatap, ia kemudian tersenyum manis, dan sukses membuat pelayan kaget.
“Berapa?” tanya wanita itu dengan cepat.
“Manajer mengatakan, Anda tidak perlu membayar.”
Jessica yang mendapat keuntungan saat itu langsung berdiri. “Katakan padanya, aku sangat berterima kasih.”
Pelayan itu mengangguk, dan Jessica langsung mengemas barang-barangnya. Ia harus segera pergi, hari ini ia sudah menemukan satu tempat bagus yang akan dikunjungi.
Setelah selesai dengan semua kegiatannya, Jessica langsung beranjak. Senyuman Karen mendapatkan sesuatu secara cuma-cuma membuat hatinya begitu bahagia. Ia keluar dari tempat tersebut, tidak lupa sambil bersenandung merdu.
Brak ...
Jessica langsung mundur beberapa langkah, beruntung ia tidak jatuh, dan orang yang ditabrak olehnya juga baik-baik saja.
“Apa kau tak punya mata?” tanya seorang wanita.
“Aku punya,” balas Jessica. Ia kemudian tersenyum lagi, dan sukses saja hal itu membuat wanita di hadapannya ingin berteriak karena sangat kesal.
“Wanita miskin!” maki wanita tadi pada Jessica.
Jessica akui, ia memang sering berpenampilan sederhana, tapi jika dikatakan sebagai orang miskin, ia tidak termasuk. Kehidupannya biasa saja, setidaknya yang dalam tabungannya melebihi lima puluh juta Dolar Hongkong, dan itu semua hasil dari menulis.
“Nyonya Cua, sebaiknya kita segera masuk. Bukankah Anda ingin bicara beberapa hal dengan saya?”
Jessica bersedekap, sesungguhnya ia juga tak sengaja menabrak pasangan aneh di depan matanya ini.
Hanya saja ... ah ... akan sangat merepotkan jika berurusan dengan orang tak dikenal, lebih baik ia segera pergi, daripada masalah semakin berlarut.
Wanita bernama Nyonya Cua segera melangkah pergi, tak lupa ia menarik tangan pria tampan yang bersamanya.
“Sepertinya, nyonya kaya raya lebih suka menghabiskan waktu dengan pria muda daripada suaminya sendiri,” komentar Jessica saat kedua orang itu sudah berlalu pergi.
Wanita itu menggeleng, ia kemudian menuju parkiran, dan segera masuk ke dalam mobilnya lalu meninggalkan tempat itu dengan damai.
...
Malam hari pun tiba, dan Jessica belum juga kembali ke rumahnya. Ia baru saja menyelesaikan beberapa kegiatan berat, dan sungguh membosankan.
Ya ... membaca n****+ romantis, komik romantis, dan menonton film romantis di bioskop.
Sungguh ... semuanya hanya membuat waktu, dan membuatnya nyaris bunuh diri karena bosan.
Wanita itu kini duduk di kursi taman, ia menatap langit yang terlihat begitu kelam. Sepertinya hujan akan turun, dan hal itu jelas membuat Jessica sangat senang.
Jessica menyukai hujan, ia suka dengan suasana malam. Baginya itu surga, baginya itu kenikmatan dunia, dan tak akan bisa digantikan dengan hal lain.
Ponselnya kembali berdering, dan ia segera memeriksa siapa yang menghubunginya kala itu.
“Ada apa, Shu-ai?” tanya wanita itu dengan nada malas.
Sekedar informasi singkat. Shu-ai adalah sepupu Jessica, ia sudah menikah, dan tinggal di Tiongkok.
“Jessica ... apa kau tak ingin datang ke Tiongkok dan melihat beberapa hal menarik di sini? Akan ada banyak pria tampan, dan siapa tahu kau bisa menemukan jodoh.”
Jessica menghela napas, kenapa semua orang selalu membicarakan masalah jodoh? Apa pentingnya menikah? Hal itu hanya akan merepotkan dikemudian hari.
“Jessica ... ayolah. Kau sudah matang, dan kau sudah waktunya untuk menikah.”
“Shu-ai, aku tak ingin membahas hal itu. Ah ... kebetulan sekali kau menghubungiku.”
“Ada apa? Apa kau ingin membicarakan hal penting?”
“Dulu, suamimu bekerja sebagai seorang Host, bukan?” tanya Jessica tanpa basa-basi.
Shu-ai malah tertawa di seberang sana.
“Apa ada yang lucu?”
“Ya, dia seorang Host. Ada apa ini? Kenapa tiba-tiba kau bertanya masalah pekerjaannya dulu?”
“Tidak, bukan apa-apa.”
“Apa kau ingin mencari seorang Host? Ada apa ini? Kau tidak seperti biasanya.”
Jessica yang mendengar pertanyaan itu hanya diam, ia bingung ... apa yang harus dilakukannya?
“Hei, apa kau tak mendengarkanku?” tanya Shu-ai.
Jessica akhirnya menceritakan semua yang terjadi padanya, dan ia juga mengungkapkan jika ingin mencari bantuan seorang pria yang bisa membuatnya jatuh cinta.