Kelima lelaki kampung yang sedang beronda itu menggiring Milly dan Agas kerumah pak Rt. Duduk bersebelahan diruang tamu. Sementara lima pria itu menatap keduanya tak ramah.
Beberapa menit berlalu, pak Rt yang berkumis tebal, keluar dari dalam rumah. Seperti yang lainnya, ia menatap Agas dan Milly sangat tak ramah. Menatap motor Agas yang terparkir didepan rumahnya.
“Di lihat dari motormu, kamu bukan anak orang miskin. Masa’ nyewa hotel aja nggak sanggup? Sampai harus berbuat mesuum diruko kosong yang gelap seperti itu.” Sembur Pak Rt.
“Pak, kami nggak mesuum. Kami nggak ngelakuin apa pun.” Bantah Milly. Sementara Agas memilih diam dengan permen karet dimulutnya.
“Mbak, kita tadi lihat.” Seru bapak yang pakai sarung kotak-kotak.
“Jelas-jelas kamu nggak pakai baju. Pelukan mesra sama pacarnya. Masih aja nggak mau ngaku.” Si bapak yang bawa senter ikut komentar.
“Semua nggak seperti yang kalian kira. Kita beneran nggak mesuum.” Terang Milly sedikit meninggi. Sangat kesal karna tak ada yang percaya dengan ucapannya.
“Hadeew, sudah tiga kali ini kita nemu pasangan mesuum diruko tadi itu. Mereka juga mengelak seperti kalian.” Bapak yang pakai peci nimbrung.
“Iya, dan akhirnya ngaku juga kalau pacaran, nggak kuat nahan naffsu, makanya mesuum di tempat sepi yang gelap.” Pak Rt ikutan ngomong.
“Tapi kita ini bukan mereka. Kita beda. Murni, tadi itu ada cowok yang mau melecehkan saya, lalu dia datang menyelamatkan saya.” Milly bercerita, sambil menunjuk kearah Agas yang hanya diam.
Enam lelaki diruang tamu ini menatap kearah Agas yang diam dengan wajah yang terlihat sangat santai. Menyadari diperhatiakan, Agas mulai bergerak, menatap mereka semua.
Milly nyenggol lengan Agas. Menyuruhnya ikut menjelaskan yang sebenarnya terjadi.
“Kenapa? Kenapa natap gue kek gitu?” tanyanya pada bapak-bapak itu.
Milly dan yang lainnya membuang nafas kesal. Udah diperhatikan serius malah nggak peka!
“Lo bisa ngomong, kan?” Milly menarik lengan kaos Agas, berbisik tepat disamping telinga Agas.
“Ngomong apa?” tanyanya tak mengerti.
Ekspresi cengo dengan keterkejutan membuat wajah Milly terlihat sangat lucu. Milly kembali menarik lengan kaos Agas.
“Jelasin ke meraka yang sebenarnya terjadi.” Ungkapnya lagi.
“Jangan bisik-bisik deh. Mending kalian kabari orang tua kalian aja. Suruh kesini, biar orang tua kalian liat seperti apa kelakuan anaknya.” Pak Rt gemas dengan kedua remaja yang malah berbisik-bisik sejak tadi.
“Saya nggak punya orang tua.” Jawaban yang sama keluar dari mulut Agas dan Milly.
Keenam lelaki itu saling berpandangan, detik kemudian kembali fokus menatap Milly dan Agas yang berpandangan karna jawaban mereka sama.
“Panggil ustad Husain.” Suruh pak Rt pada salah satu lelaki yang ada disana.
“Baik, pak.” Si bapak yang pakai sarung itu beranjak, keluar dari rumah pak Rt.
Milly menarik lengan Agas kencang, kembali berbisik tepat ditelinga Agas. “Keknya mereka bakalan nikahin kita deh.”
Karna terkejut, Agas menoleh cepat kearah Milly, membuat bibirnya bertubrukkan dengan bibir Milly. Keduanya sama-sama melotot. Sementara kelima bapak-bapak itu geleng kepala melihat tontonan didepannya.
“Seperti ini masih mau ngaku nggak mesuum?”
Pertanyaan pak Rt membuat Agas kembali keposisi semula. Jantungnya mulai berdetak tak baik. Sementara Milly diam menatap kearah lain, tangannya meremas ujung hoddie yang ia kenakan. Sama seperti Agas, jantungnya mulai tak normal. Menggigit bibir bawahnya, menahan malu dan debaran yang membuat kedua pipi memanas.
“Assalamu’alaikum.”
Semua orang yang berada di ruangan Pak Rt menoleh kearah pintu. Ustad Husain dan pak wahid yang tadi memanggilnya ada diambang pintu.
“Wa’alaikumsalam.” Jawab mereka serempak.
Pak Rt berdiri dari duduknya. “Silakan masuk, pak.” Sambutnya ramah.
Pak ustad menyalami para lelaki yang ada didalam ruangan, termasuk Agas. Lalu duduk tepat disamping pak Rt.
“Ada masalah apa, pak?” tanya ustad Husain sambil menatap pak Rt dan bapak-bapak yang lainnya.
“Begini, pak ustad. Kami tadi sedang ronda keliling. Lalu menemukan pasangan muda ini yang sedang meesum di ruko sebelah—“
“Sekali lagi, pak. Kita enggak mesuum, kita juga bukan pasangan kekasih. Dan satu hal lagi, kita berdua nggak saling kenal.” Milly memotong penjelasan pak Subar.
Semua mata terarah ke Milly.
“Yang tadi itu apa? Bisa jelaskan?” sahut pak Rt.
“Tadi ... tadi itu nggak sengaja.” Jawab Milly. Sedangkan Agas tetap diam tak menunjukkan ekspresi apa pun.
Senyum smirk terlihat diwajah para lelaki yang ada disana. Membuat Milly makin frustasi.
“Pak ustad sudah hafal kan, dengan semua pasangan yang kita grebek beberapa kali. Pasti ada aja alasan yang mereka buat.” Bapak yang membawa senter tetap kekeh menyudutkan Milly dan Agas.
Milly membuang nafasnya kesal, kedua bahu sudah melemah karna kehabisan kata-kata untuk menjelaskan kebenaran. Memilin jari-jemarinya untuk sedikit mengurangi ketrenyuhan.
“Orang tua kalian nggak ada yang kesini?” tanya ustad Husain, menatap Milly dan Agas bergantian.
Kedua anak itu sama-sama geleng kepala dengan wajah menunduk. Membuat semua pria didalam ruangan itu saling tatap.
Pak ustad mengeluarkan tiga lembar kertas hvs berisi surat nikah siri. Meletakkan diatas meja, sekalian mengeluarkan pena.
“Silahkan isi nama kalian dan tanda tangan.” Perintah ustad Husain.
Agas melirik kertas yang disodorkan didepannya. Lalu melirik Milly yang serius membaca kertas yang sekarang berada ditangan.
Setelah membaca semuanya, Milly menatap Agas. Saling tatap, Milly mengerjap lucu.
‘Cuma nikah siri. Kan? Nikah siri itu kan beda. Nggak kek nikah beneran.’ Batinnya.
Sementara Agas menatap kertas yang menyatakan jika ia akan memegang tanggung jawab sebagai seorang suami.
‘Gue masih sekolah, masa’ iya. Udah nikah? Tapi bukannya kalo kita nikah jadi sah enaena ya? Nggak ada lagi dong mimpi basah kek biasanya?’ suaranya dalam hati.
Agas menatap semua lelaki yang memperhatikannya. “Nggak masalah dinikahin sekarang. Tapi gue minta rahasiain ini. Bisa?” ucap Agas kali ini.
Semua lelaki didalam ruangan saling pandang, menit kemudian kembali menatap Agas dan Milly yang juga menatap meraka.
“Terserah sih, mau cerita kalo abis nikahin anak orang. Asal nggak ceritain nama kita.” Lanjut Agas. “Bisa nggak? Malah pada cengo!” kesalnya.
Mendengar suara Agas yang sejak tadi banyak diam, semua beringsut dari duduknya.
“Iya, mas. Kita akan merahasiakan semua ini.” Pak Rt yang bersuara.
“Gue pegang kata-katanya. Kalo sampai ada orang luar yang tau tentang ini, rumah ini bisa gue bakar.” Agas ngomong dengan sangat santai. Membuat pak Rt dan yang lain menelan ludah.
Agas menatap Milly yang masih diam memegang kertas ditangannya. “Isi nama lo, tanda tangani.” Suruhnya.
Tanpa menjawab apa pun, Milly mengambil pena dan menyoretkan tinta dikertas itu.
**
Pukul 11.00pm
Ninja putih milik Agas berhenti didepan gerbang kost Milly. Cewek yang memakai hoddie kebesaran itu turun dari boncengan. Menunduk, ada rasa canggung dan getaran yang aneh jika berada didekat Agas.
“Uumm ... gue mau nanya sesuatu.”
“Nanya aja.” Jawab Agas cuek, membuat Milly ragu untuk menanyakannya.
Beberapa menit berlalu, tapi Milly masih diam ditempat dengan kedua tangan yang dimasukkan kesaku hoddie.
“Jadi nanya enggak?” Agas manatap Milly yang mengerjap beberapa kali karna gugup. Hanya melihat Milly seperti ini, membuatnya gemas setengah mati. Memilih mengalihkan pandangan untuk menutupi dadanya yang berdebar tak menentu.
“Tadi ... uum ... tadi Putra ada ngomong. Uumm ... soal di club ... iya itu yang mau gue tanyain.” Ngomongnya gagu, lengkap dengan cengiran karna terlalu malu untuk menanyakan aibnya sendiri.
“Kenapa di club?” santai Agas menatap Milly.
“Lo yang ... yang ... yang nolongin gue?” tanyanya pelan, sedikit berbisik.
Agas terlihat mengerutkan kening. “Emang lo kenapa? Kenapa ditolongin?” menyembunyikan semuanya. Anggap aja karna ingin lebih lama ngobrol sama Milly.
Milly diam, menatap tajam wajah Agas. “Lo beneran nggak ngerti apa nggak mau jujur?” tanyanya serius.
Agas tertawa kecil. “Mending lo masuk. Ini udah malam banget. Gue juga mau pulang.”
Milly menoleh, menatap gerbang yang masih sedikit terbuka., sedikit tersenyum menatap Agas. “Makasih, tadi udah nolongin. Dan ... maaf malah bawa kamu kedalam masalah. Kamu sih ... nggak mau ikut jelasin.” Manyun, sangat kesal mengingat Agas tadi tak mau mengatakan apa pun.
Agas menyalakan mesin motor, tersenyum tipis menatap Milly. “Emang gue sengaja. Pengen aja bisa punya ikatan sama lo, biar basahnya gue tambah afdol.” Setelah ngomong itu Agas langsung menjalankan motor dengan cepat.
Menyisakan Milly yang melotot, terkejut mendengar penuturan Agas. “Tadi dia bilang apa ya? Ini kan nggak ujan.” Menatap langit yang menampakkan banyak bintang disana.