8. Delapan

1181 Kata
--Yuwen*Aqsa-- * “Huuh, lega.” Keluar dari kamar mandi dengan tangan yang sibuk mengeringkan rambut. “Kalo udah nyabun sekarang, harusnya ntar malem nggak keluar lagi dong.” Bergumam sendiri. Meraih kaos warna hitam, lalu memakainya. Selanjutnya ngambil celana kolor warna senada. Merebahkan tubuh diatas kasur setelah memakai celana. Meraih ponsel yang tadi ia lempar di kasur. Ada pesan masuk dari El. El bangke [club kuy] Agas mengetik pesan balasan. [otw] send El bangke. Melempar kembali ponsel keatas kasur. Ganti pakai celana jeans panjang yang sobek dibagian lutut. Meraih hoddie, ponsel, kunci motor, lalu keluar kamar. Menuruni anak tangga dengan bersenandung lirih. Begitu keluar rumah, pandangannya tertuju kerumah depan yang memperlihatkan Milly keluar dari sana. Matanya menyipit. ‘Mau kemana dia? Kok udah rapi gitu?’ tanyanya dalam hati. Berpura-pura tak melihat. Segera mengunci pintu, berjalan ke garasi. Melajukan motor meninggalkan halaman. Nggak noleh sama sekali saat Milly berdiri di pinggir halaman menatapnya. “Agas!” teriakan gadis itu. Agas menghentikan motor, sedikit menoleh kebelakang. Milly berlari kecil mengejar motor Agas. “Lo mau kemana?” tanyanya setelah berdiri disamping motor Agas. “Keluar rumah.” Jawabnya singkat, seperti biasa, sok cool tak ada ekspresi apapun. Milly mencebik. “Iya, tau keluar rumah.” Kesalnya. “Gue nebeng ya.” Pintanya. Ada sesuatu yang menghangat didada, tentu mau bangeet, apalagi ngeboncengnya sambil dipeluk, mepet lalu mueheheh ... bayangin itunya. “Ogah.” Lah, ini yang keluar dari mulut Agas. Milly cemberut, mulutnya manyun. Menelakupkan kedua tangan didepan d**a. “Ppliis, gue mau ke swalayan, mau beli bahan makan buat ntar malam sama besok pagi.” “Nggak nanya.” Melipat kedua tangannya didepan d**a, menatap Milly tanpa ekspresi apapun. Milly terlihat kesal. “Iya tau, lo nggak nanya. Tapi gue ngasih tau.” “Oo ...” Milly tercenung dalam. ‘Cuma o doang? Apaan sih! Dasar es lilin! Dingin tapi manis.’ “nggak jadi?” melirik Milly yang masih diam disampingnya. “Eh, jadi lah.” Segera naik keboncengan. Motor kembali berjalan pelan meninggalkan area rumah mereka. Milly sedikit mepet kepunggung Agas. “Gas, swalayan yang lengkap dimana? Anterin gue kesitu yah. Gue pengen beli bumbu-bumbu dapur sekalian.” Agas mencengram stang erat, ada yang terasa seperti sengatan saat tubuh Milly menyentuh tubuhnya. Memilih fokus liat depan. Diam menstabilkan dirinya yang tak normal. Dasar si Agas sangean! Agas membuang nafas kasar melalui mulut saat melirik paha putih Milly yang sedikit terpampang. Ya, Milly sore ini pakai celana pendek diatas lutut. ‘Derik, awas aja sampai lo mengeliat tak tau tempat. Gue karetin baru tau rasa lo!’ merutuki si derik yang beberapa bulan ini mudah on. ** Ninja putih Agas berhenti didepan mall. Menatap mall yang lumayan rame, karna ini malam minggu, alias sabtu malam. Melirik Milly yang masih nangkring dibelakangnya. “Turun.” Suruhnya. “Lo nggak ikut turun?” tanya Milly yang masih diboncengan. Agas geleng kepala, dia sendiri hampir nggak pernah ke mall. “Temenin yuuk. Masa’ gue masuk sendirian. Liat deh, mereka semua pada berpasangan. Lo nggak kasihan sama gue, hum?” menuding kebeberapa orang yang keluar masuk mall. Agas melirik Milly yang masih dibelakangnya. “Nggak.” Jawabnya singkat. “Gas.” Menepuk pundak agas sedikit keras. Agas meringis, tabokan Milly lumayan panas. “Iya, iya, gue temenin.” ** Diam mengikuti Milly. Mendorong troly dibelakang gadis cantik itu tanpa ngomong apapun. Benar-benar terlihat pasangan suami istri. Milly menoleh, menatap troly yang udah hampir penuh. Mengetuk kening dengan jari telunjuk, mengingat apa yang belum ia beli. “Gue mau ambil sabun.” Agas ngeloyor meninggalkan Milly yang masih terdiam mengingat yang dia lupakan. Mendorong trolynya menuju ketempat pembalut, mengambil sebungkus, memasukkan kedalam troly. Diam menanti Agas di depan kasir. Bahkan sampai selesai p********n, agas masih belum muncul. Milly menunggunya, duduk dikursi panjang depan swalayan. Beberapa menit berlalu, Agas muncul dengan keranjang belanjaannya. Menghampiri Milly setelah pembayarannya selesai. “Yok, gue anter pulang.” Milly ngangguk, beranjak dari duduknya. Mengejar langkah Agas yang lebih dulu jalan. ** “Bisa nggak?” Milly jongkok disaping Agas, memperhatikan suaminya masang gas sejak tiga puluh menit yang lalu. “Ppcck! Ini regulatornya yang bermasalah.” gerutunya kesal. Milly hanya diam memperhatikan, dia susah nyambung kalo soal beginian. Otaknya dipenuhi oleh buku perpustakaan. “Dah, nih. Nyala. Nggak ngeses lagi.” Menyalakan kompor, kembali mematikan setelah si kompor nyala semua. Milly pun tersenyum senang. “Lo tungguin diruang teve yah. Gue bikinin makan malam.” Agas memasukkan kedua tangan ke saku celana. “Ogah.” Ngeloyor keluar dari dapur. “Agas!” teriak Milly dengan mulut manyun. Yang punya nama noleh. “Apa lagi, sih?” berlagak kesel, padahal pengen lama-lama sama Milly. “Temenin bentar.” Pintanya. “Emang napa?” “Gue masaknya Cuma bentar, Cuma bikin ommelet sayur doang kok. Lo doyan kan?” “Nggak!” jawabnya ngasal. Beda sama hati. Menuruti permintaan istrinya. Dia duduk di sofa ruang teve. Melirik Milly yang serius di dapur dengan kesibukanya. Menunduk, mengulas senyum. Kembali tersenyum menatap Milly yang mengusap keringat dipelipis. Lalu mengalihkan pandangan ketika Milly menoleh kearahnya. Mengeluarkan ponsel, kembali tersenyum membaca omelan El dan Reon karna dia ingkar. Gegara nganterin Milly tadi, dia nggak jadi ke club. Beberapa menit berlalu, milly sudah selesai masak. Membawa sepiring makanan, duduk tepat di samping Agas. Menepuk lengan cowok yang fokus sama game di ponsel. Ah, itu Cuma pura-pura fokus sih. “Gas, cobain deh.” Menyodorkan sepiring omellet sayur daging buatannya. Agas meliriknya sebentar. “Ogah.” Kembali fokus sama ponsel. Jadi posisi si Agas ini tiduran di sofa, nah si Milly duduk tepat disampingnya, mepet pinggiran sofa gitu. “Iissh, gayaan nggak mau.” Menyendok omellet, lalu menyodorkan didepan mulut Agas. Tatapan keduanya bertemu. Milly tersenyum, berharap Agas mau mencicipi masakannya. Dengan rasa yang berdebar, Agas membuka mulut pelan. Masuklah sepotong omellet ke mulutnya. Berusaha sekuatnya untuk tak membuat wajahnya memerah karna rasa menggebu. Mengunyah makanan pelan. Mengalihkan pandangan karna Milly terus menatapnya. “Gimana? Enak nggak?” tanya Milly, menanti pendapat Agas. ‘enak banget.’ Jawabnya dalam hati. Milly kembali nabok lengan Agas. “Enak nggak? Asin apa pedes?” tanyanya lagi. “Nggak berasa.” Jawaban yang keluar dari mulut Agas. Milly mengerutkan kening. “Coba lagi deh.” Kembali menyodorkan sepotong. Mengamati Agas yang mengunyah pelan. “Udah berasa belum.” “Hhmm.” “Gimana?” “Biasa aja.” “Iissh, gitu doang?” Agas ngangguk. “Emang mau jawaban apa? Masa’ nggak enak gue bilang enak?” “Agas, iih!” kembali nabok lengan Agas. Membuat Agas sedikit beringsut. “Lo demen banget nabokin gue sih!” kembali mangap saat Milly menyodorkan sendok. Milly tertawa kecil, kembali menyodorkan sendoknya. “Uumm, Gas, cowok paling suka dikasih hadiah apaan sih?” tanyanya kemudian. Agas menatapnya heran. “Mau kasih hadiah ke siapa?” kembali mangap. “Jawab dulu deh.” Menatap Agas dengan binar bahagia. Agas mengedikkan kedua bahu. Natap ponselnya, kembali main game. “Jam tangan suka nggak? Atau topi? Atau apa ya?” menerawang, berfikir jauh. Agas membuang nafas kasar, bangkit dari tidurnya. “Gue mau pulang.” Berjalan menuju pintu depan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN