POV TAMA
Akhirnya aku kembali kerumah Ini sebagai Tamu terhina seperti ini, rencana ibuk semula gagal yang ingin mengelabui Arum menjual rumah dan sebidang tanah itu. Aku tidak menyangka dia benar-benar bergerak cepat. Aku lupa aku jatuh cinta kepadanya dulu karna kesigapan dan ketangguhannya, wanita pendaki pertama yang begitu anggun dimataku. Aku mencintai jiwa pemberaninya. Walau naluri seorang istrinya terpancar saat kami sudah menjalani rumah tangga. Ternyata dia tetaplah Arum yang tegas. Penakluk bukit dan gunung itu. Jujur aku menyesal, tapi semua telah terlanjur. Aku mencintai Luna juga begitu Arum. Keturunan adalah hal yang terpenting sekarang. Mengingat aku sulung dan putra ibuk satu-satunya.
"Coba bik, bagusan yang mana coba?" tanya Arum pada bik Iyem dengan sesekali menatap layar ponsel.
"Ini non, bagus!" tunjuknya. Arum menoleh pada Bik iyem meyakinkan.
"Bibik suka?"
"Bagus, sih warnanya."
"Yo wes kita masukin keranjang."
Percakapan mereka sepertinya begitu hangat. Hingga aku datang menyelip.
"Bik, bisa tolong bikinkan sereal untuk geby? Mamanya lagi dikamar mandi," pintaku, Arum tampak melirik, dengan sedikit alis terangkat.
"Bibik Iyem libur kerja! Selama tiga hari! Lagian aku baru saja didatangi pekerja baru. Istrimu itu bisalah mas kalo cuma untuk bersih-bersih dan bikin sereal!" jelasnya. Aku mendegup.
"Kalau cuma bikin sereal aku rasa tidak keberatan?" timpalku
"Tiga hari, libur kerja. baik itu yang berat maupun yang ringan. Kapan lagi tugas bibik di gantikan Luna ya kan? Atau ibukmu kalo sanggup tak apa lah ya? Itung-itung senam," ujarnya, membuatku geram. Delapan tahun aku membina rumah tangga dengan Arum baru kali ini ia berani merendahkan dan menghina ibuku. Sebelumnya dia begitu santun lagi sopan.
"Tak usah saja, Arum! Aku tidak menyangka kamu begitu picik juga ternyata!" geramku menyeret geby. Putri semata wayang Luna dari pernikahan sebelumya. Ibuk dan resti begitu menyayangi Geby. Istriku keduaku dia bukannya wanita pengangguran hanya saja ia sekarang tengah vakum dari karir modelingnya karna fokus buat ngerawat geby. Aku yakin badai ini akan cepat berlalu. Aku akan temui pekerja'an yang baru, dan Luna akan kembali menjadi model. Hanya saja sekarang aku harus bisa mencari tempat secepatnya sebelum terusir oleh Arum.
**********,**********************
"Mas! Kamu dari mana sih?" sambut Luna di gerbang, aku terengah-engah berjalan menghampirinya. Setelah seharian aku capek mencari rumah kontrakan yang bayarannya bisa belakang walau terdengar mustahil. Aku coba saja berusaha .
"Aku cari rumah kontrakan Na, kali aja ketemu. Sayangnya tidak ada," ucapku terengah-engah beranjak masuk. Luna berdecih menghampiriku.
"Mas, ngapain mau pergi! Kita sudah disini ini saatnya kita rebut dari wanita itu mas! Apa kamu berpikir keluar begitu saja dari rumah ini?" tanya Luna, aku berdecih kesal mendengar celotehnya itu.
"Luna! Aku gak mau buat masalah lagi! Kamu dengar! Arum benar, ini semua miliknya, aku bukan siapa-siapa sebelumnya.
"Maksudmu aku menikah denganmu hanya untuk mendengar ungkapan konyol ini apa? Kamu menikah denganku menginginkan anak? Lalu bagaimana dengan anakku, apa kamu bakal kasih makan dia dengan rasa penyesalanmu?!" bentaknya, aku mengusap wajah gusar. Luna juga benar, aku membawanya masuk dalam kehidupanku dan malah mengabaikannya begini. Luna akan melahirkan anakku. Bahkan sekarang aku tidak punya uang sepersenpun untuk masa depannya. Lama aku menatapnya nanar.
"Mas! Apa kamu menikahiku hanya untuk jadi babunya Arum?" Aku mendekat lalu merangkulnya erat.
" Maaf Luna, Aku bingung. Kita tidak akan menang dari Arum," desisku mengelus pundaknya.
"Arum...dia begitu sombong mas! Kamu lihat bagaimana perlakuannya pada ibuk?"ucapnya. Sejenak aku diam. Luna ada benarnya juga. Tapi bagaimana untuk menjinakkan Arum, aku sungguh belum paham maksud Luna membalas Arum seperti apa.
***************
Pagi ini Arum sudah siap dengan baju kantornya, sengaja dia tolak semua tawaran Risa bekerja di perusaha'anya karna dia ingin fokus memajukan perusaha'an kecil yang sudah aku kelola enam tahun yang lalu.
" Arum kita harus bicara?"ujarku, membuyarkan fokusnya saat berberes di depan cermin.
"Apa? Katakan saja mas! Aku gak punya banyak waktu. Ini hari terakhir..." sungutnya. Dia terlihat sangat sibuk. Arum menghentikan tangannya yang sedang memasangkan anting dan melirik padaku.
"Kamu mau izin pergi? Silahkan. Oh ya, dapet kontrakan dimana? Nyaman gak? Ibukmu kan gak biasa susah semenjak jadi mertuaku," ujarnya sedikit meledek. Aku geram ini entah keberapa kali ia singgung-singgung tentang ibuku.
"Aku tau, kamu sangat sakit hati padaku. Tapi bukan berarti seenaknya kamu merendahkan ibuku begini!" bentakku sedikit meninggi, Arum melirikku sembari menaikan sedikit alisnya.
"Gak ada yang salah kok mas dengan ucapanku! Sekarang aku tanya, kamu ngapain kesini? Kalo mau pergi, pergi aja," singkatnya dengan santai. Sedikit aku coba mengatur nafas dan meredam amarahku. Tadinya aku mau minta pekerja'an padanya. Gak seharusnya aku terpancing emosi tadi.
"Arum, aku datang mau minta kerja'an kali aja, aku punya tempat di kantor kita. Aku tak mungkin terlantarkan Resty, Luna, Geby dan ibukku!" ucapku berat lagi tertekan. Wanita itu seakan tak peduli dengan ungkapanku yang begitu lirih.
"Lucu ya? Saat kalian bersatu membuat masalah ini aku tak di ikut sertakan, lah kenapa saat kalian menderita aku keciprat sialnya? Aku mau kamu pergi jauh dari hidupku mas! Aku tak peduli mau kalian kelaparan kedinginan ataupun mati sekalipun! Aku tak peduli!" Arum berdiri melirikku gemetar.
"Arum... bayangkan jika kita tetap bersama. Hidup kita akan sangat membosankan seumur hidup. Andai kamu bisa menerima Luna dan Geby. Kebahagia'an kita akan lengkap," jelasku. Arum gemetar menatapku tajam.
"Oh.. Begitu, Kamu begitu sangat menunggu anakmu mas.., okeh aku beri waktumu 3 bulan. Jika w************n itu mengandung. Aku akan berikan lagi perusaha'an ini padamu. Aku harap kamu jangan terkejut dengan hasilnya," ujarnya sambil berlalu pergi.
"Itu persyaratan yang gampang kali!" desisku, segera bergegas menemui Luna di kamar.
*****************
"Sayang kamu tau? Apa kejutan hari ini dari Arum? Katanya kamu harus hamil dalam tiga bulan ini, jika tidak dia mengusir kita. Kalaupun benar kamu mengandung dia akan berikan lagi perusaha'anku," jelasku pada Luna. Sontak saja Luna girang.
"Ah yang benar mas?"
Aku mengangguk, lalu mendekap tubuh istriku itu dengan erat.
"Dasar wanita bodoh! Hanya dia wanita yang tidak berguna di dunia ini!" desis Luna dalam dekapanku.