05. Psikopat

1619 Kata
Natasha memperhatikan Brian yang begitu fokus menatap buku di tangannya, dan sesekali mengurut pelipisnya, dia tampak sudah lelah. " Bae.." Brian mendongak, dan matanya membulat melihat gadis itu yang semakin berani saja. " Jangan sekarang. Honey.." cegah Brian saat Natasha menghampirinya hanya mengenakan handuk separas paha. " Jangan apanya?" Tanya Natasha pura pura polos dan terus duduk di pangkuan Brian. " Astaga!" Brian sampai menahan nafas saat gadis itu mencium bibirnya sekilas sambil memeluk manja di leher Brian. " Besok aku akan ke Italia maka dari itu malam ini, aku ingin menghabiskan masa dengan kamu.." " Tapi aku lagi banyak ker—Ahh!" Brian mendesah tertahan, saat tangan mungil gadis itu mengurut pusaka kebanggaannya yang entah sejak kapan sudah di keluarkan Natasha dari dalam celananya. " Honey, jangan laku— shhh!" Natasha tak memberikan Brian kesempatan untuk bicara, dia terus mengurut bahkan kini kedua tangannya sudah berkerja dibawa sana. " Hmm.." wajah Brian memerah karena ghairah yang sudah terpancing. " Ahh!" " Honey.. aku...hmph!" Natasha membungkam mulut pria itu yang terbuka dengan mulutnya sendiri. " Terus, Honey.." kata Brian saat Natasha sudah melepaskan pautan bibir mereka. Hingga akhirnya Brian mencapai puncaknya, dia menggeram tertahan, kemudian mencium bibir Natasha sekilas. " Ayo bercinta.." ajak Natasha sambil tersenyum nakal. " Aku sudah tidak tahan.." Natasha menggerakkan pinggulnya dengan nakal memancing gairah Brian. " Kamu benar benar nakal.." geram Brian sambil mengusap permukaan milik Natasha yang telah basah. " Kamu sudah sangat siap ternyata." " Yeah!" Jawab Natasha semangat. " Tapi nanti ya.. ini sebentar lagi siap.." Natasha yang sudah di puncak gairah, tak memperdulikan kata kata Brian, dia sedikit mengangkat pantatnya sambil menggigit bibir bawanya saat milik Brian menyentuh clitnya. " Ahh! Shhh!" Brian sendiri hanya terdiam menyaksikan kenakalan Natasha. " Ini benar benar enak, Bae.." Natasha mulai menggerakkan pinggulnya. " Aahh!" Lama kelamaan, Natasha membuka handuknya lalu menarik kedua tangan Brian ke dadanya. " Remas dadaku, sayang.." Brian menurut, dia meremas yang sebelah dan menghisap yang sebelahnya lagi. " Aku mau keluar!" Jerit Natasha. " Aahhh!" Brian yang menyadari itu, terus mengambil alih, dia memegang kedua pinggang Natasha dan dia mengayun pinggulnya dari bawa dengan sangat brutal. " Aaah!" Natasha sampai memeluk erat tubuh pria itu ketika dia mencapai puncaknya. Tubuhnya bergetar hebat, dengan mata terpejam. " Aku tidur dulu ya.." katanya setelah bisa mengatur nafasnya. " Kalau begitu turun.." Brian menolak pelan tubuh gadis itu. " Honey.." tapi Natasha tidak ada gerakan sama sekali. Brian menghela nafas ketika mendengar dengkuran halus dari bibir gadis itu. Dia mengusap pelipisnya yang berkeringat dan jangan pula bahagian bawa mereka yang masih menyatu dengan sempurna. Brian mengambil handuk dan melilitkan di tubuh gadis itu tanpa melepaskan penyatuan mereka dan melanjutkan kerjanya yang sempat tertunda karena gadis nakal—nya. *** Mata Nicky yang semula di manjakan oleh keindahan markas itu, tapi ketika dia turun ke lorong bawa tanah mengikuti langkah Natalie. Matanya terbelalak dengan mulut yang berbuka, dia lihat banyak sekali alat alat penyiksaan di ruangan itu. Bau menyengat juga sangat kuat didalam ruangan tersebut, Nicky tak tahan sehingga dia memuntahkan semua isi dalam perutnya melihat ada mayat dalam kandang singa. " Oh tuhan!" Natalie melihat pria itu sekilas lalu memberi isyarat pada pengawal untuk membuang mayat itu. " Ini ulah siapa, Nona.." tanya Nicky sambil melihat mayat itu yang bisa di bilang tinggal tulang. " Oh tuhan!" Lututnya mendadak seperti jeli melihat kepala mayat itu sudah hampir putus dari badannya. Mayat tersebut adalah, mayat Mark Chua yang di siksa Dylan. Pengawal tersebut hanya menyeret mayat itu seperti binatang keluar dari ruangan itu. " Itu adalah perbuatan, Dylan.." " Dylan?" " Iya pemilik markas ini, dia adalah mafia.." Entahlah, tapi melihat mayat itu yang mati mengenaskan, dan alat siksa dalam ruangan itu, bagi Nicky, Dylan lebih cocok di panggil psikopat daripada mafia. " Apa yang kau fikirkan? Dylan lebih cocok menjadi psikopat daripada mafia, bukan?" Nicky terperanjat kaget mendengar kata Natalie, tapi tebakan itu tepat sekali. " Dia memang psikopat jadi kamu harus berhati hati dengannya.." Kata Natalie dengan suara dingin. " Kamu tunggu saya disini, saya ke ruangan bawa tanah dulu.." " Tunggu, Nona.." Natalie menghentikan langkahnya. " Ada apa lagi.." tanyanya tanpa memandang lawan bicaranya. " Bukankah kita sudah di ruang bawa tanah.." Natalie hanya tersenyum misterius dan melanjutkan langkahnya. Setelah Natalie keluar dari ruangan itu, dia menuju lift. Nicky hanya memandang kepergian gadis dengan penuh tanda tanya. Natalie keluar dari lift, dan melangkah menyusuri lorong tersebut, hingga tiba tiba tanpa sengaja dia melihat seorang pengawal keluar dari ruangan perbuatan obat obatan dengan gerakan mencurigakan. " Hey kau! Berhenti.." Pengawal itu melihat kearah Natalie sebentar sebelum dia berlari. " s**t!" Natalie mengejar pengawal tersebut, banyak barang barang yang di lewati orang itu di rebahkan agar mengganggu pengejaran Natalie. Natalie berhenti berlari sebentar sambil melihat ke kiri, dan terus dia berlari masuk. Pengawal itu yang melihat Natalie tak sudah mengejarnya merasa senang. Sehingga tiba tiba sebuah tendangan pas mengenai kepalanya. Pengawal itu membelalakkan mata melihat Natalie sudah ada di hadapannya. Dia berdiri, dan menyerang balas, karena itu adalah jalan satu satunya. Tapi dia bukanlah lawan gadis itu sehingga dia dengan mudah di kalahkan. " Katakan siapa yang menyuruhmu.." tanya Natalie sambil mengunci kedua tangan pria itu dari belakang dengan lututnya yang di rapatkan ke belakang pengawal tersebut. Tangan kanannya berada di rambut pria itu memaksanya untuk mendongak semantara sebelah tangan mencekik leher pria itu. " Siapa!" Tetapi pengawal itu tak menjawab pertanyaan Natalie. " Rupanya kau lebih suka kekerasan.." Natalie membanting tubuh pengawal itu di susuli tendangan keras ke kepala pengawal itu sehingga pingsan. *** " Lan.." panggil Lee sambil memasuki ruangan Dylan. " Maaf mengganggumu malam malam seperti ini.." " Bagus kalau kau tahu.." ketus Dylan sambil memandang Lee yang masih lengkap dengan jas mahalnya. " Kau seperti burung hantu, ini sudah tengah malam tapi kau masih berjas.." " Lagi ada masalah di markas satu dan markas dua.." " Lalu?" Tanya Dylan langsung tak ambil peduli dengan bisnes gelapnya itu. " Karena masalah ini kau sampai mengganggu kesenanganku.." Lee mengerutkan dahi, mengganggu kesenangan apa yang di maksud? " Ini.." Lee menyerahkan chip pada Dylan. " Chip? Apa isinya?" " Lihat saja sendiri.." Dylan tak bersuara lagi, perlahan dia memasukkan chip memory tersebut ke dalam flashdick dan menghubungkannya dengan komputer. " Awas saja kalau ini tidak penting lagi.." Lee hanya tersenyum penuh arti, dia tak yakin Dylan tak menyukai berita penting itu apalagi ada hubungannya dengan Jackson. Beberapa saat kedua menunggu, mengamati proses loading itu dengan wajah serius, hingga akhirnya video itu mulai berputar. Dylan mengerutkan dahi memperhatikan komputer, semantara Lee terbelalak kaget. " Lah kok ini?" Tanya Lee panik, terlihat dalam video tersebut Mr Bean sedang menyuapi anak patungnya. " Sial!" Lee terus mengambil ponselnya. " Lagi lagi kau menganggu kesenanganku, Lee.." " Chipnya di tukar, Lan..." " Kenapa chip yang sebelumnya apa isinya?" Lee tak terus menjawab karena Abigail yang di hubunginya telah mengangkat panggilan. " Siapa pengawal yang menghantar chip itu, Abi.." " Dia belum kembali, Lee.." jawab Abigail di hujung talian dengan suara serak, gadis itu tampak sudah tertidur tapi terbangun karena panggilan dari Lee. " Chip itu di tukar, Abi.." " Apa?!" Abigail terduduk karena kaget. " Tapi tak mungkin, Lee, aku sudah melihat isi rakaman itu." " Buktinya video itu hanya cartoon Mr Bean!" Teriak Lee marah. " Tangkap orang itu dan dapatkan kembali chip itu.." " Ada apa ini?" Tanya Dylan ketika Lee sudah mematikan talian. " Isi chip itu ada hubungannya dengan Jackson.." *** Seorang pria yang terduduk di sofa di kelilingi wanita sexy, melirik arloji mahal yang melingkar pada pergelangan tangannya. Dia tersenyum sinis sambil mematikan talian setelah dia mendapat perintah dari bossnya. " Rick, siapkan motor.." Dia adalah Aaron, salah satu anak buah kepercayaan Dylan tapi dia tak begitu dekat dengan yang lain karena itu dia mengasingkan diri. Dia sudah memiliki club sendiri, atas bantuan Dylan karena itu setiap pria itu meminta pertolongan darinya, dia tak pernah menolak. Penampakan club itu, sama seperti club pada umumnya, tapi lantai bawa club itu terdapat tempat pelelangan dan transaksi jual beli narkotika dan bisnes ilegal lainnya. " Bukankah Brian memiliki jutaan anak buah? Kenapa Dylan minta tolong padaku? Ada apa ini?" Dia kembali melihat arloji mahalnya, sudah pukul empat subuh. " Motornya sudah siap, Tuan.." kata seorang pengawal menghampirinya. " Ayo berangkat.." *** " Mana Nicky.." tanya Nick pada pengawal saat memasuki ruangan penyiksaan. " Itu, Tuan.." jawab pengawal sambil menunjukkan kearah Nicky yang sedang ketakutan di pojok sana. " Ck!" Nick berdesis kesal. " Mana kakinya?" Tanyanya sambil melihat pria yang di tangkap Natalie tadi sudah tiada sebelah kakinya. " Disana, Tuan.." tunjuk seorang pengawal. " Nick." Panggil Kim yang baru memasuki ruangan itu. " Dylan ingin singanya di beri makan jantung manusia.." Nick tersenyum sambil melihat pria yang tinggal kaki sebelah pria itu. " Dia saja masih segar.." " Kalian benar benar psikopat.." teriak Nicky dengan wajah pucat, dia juga menggigil ketakutan. Nick tertawa geli. " Dengan senang hati.." kata Nick sambil menghampiri pria yang sudah tak berdaya itu. " Pisau.." dia meminta pisau pada pengawal. " Hentikan.." teriak Nicky, Nick benar benar tiada hati kemanusiaan. Nick sambil tertawa menusuk d**a pria itu dengan pisau, dia semakin tertawa mendengar teriakan ketakutan Nicky. " Arghhh!" Pria tak berdaya itu berteriak kesakitan, Nick tak peduli dan menulikan telinganya, dia menarik pisau itu hingga perut. " Pasti si comel menyukainya.." Nick meletakkan pisau dan membuka lebih lebar belahan perut pria yang kini sudah tak bernyawa itu. Kim dan Natalie hanya menyaksikan Nick mengeluarkan semua isi isi dalam perut pria itu, dan terakhir sekali, dia menarik jantung pria itu. " Comel ini sarapan pagimu." " Argh! Psikopat gila!" Teriak Nicky. " Apa kau mau bernasib seperti dia.." tanya Nick dengan senyuman sinis di bibirnya. —Bersambung—
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN