42. Pemilik Kalung Yang Sebenarnya

1111 Kata
" Aduh.. aku lelah.." keluh Aaron sambil merebahkan tubuhnya di atas rumput. Kim, Nick dan Lee yang sama sama sudah botak melihat tajam kearah Aaron yang sedang berbaring. " Cepat tolong kami, Aaron, ini semua gara gara kau.." teriak kim dengan kesal. " Tidak ada yang memaksa kalian untuk mengikutiku.." jawab Aaron dengan geram, kenapa harus dia saja yang disalahkan semantara dia hanya mengajak mengambil coklat bersama tanpa ada paksaan. Dari kejauhan Dylan melihat ke empat murid Grandpa-nya itu yang sedang menerima hukuman untuk mencabut rumput di halaman rumah satu persatu. " Kamu Dylan, Ya?" Tanya seorang anak laki laki yang berdiri di sisi Dylan. " Okay aku pergi.." lanjutnya karena tidak ada jawaban dari Dylan. Anak laki laki itu menghampiri Aaron dan yang lain. " Apa yang kalian lakukan.." " Apa kau tidak melihatnya?" Ketus Kim sambil melemparkan rumput kearah Aaron yang sedang tengkurap di atas rumput. " Tidak, maksudku rambut kalian kok—" dia tak melanjutkan ucapannya saat melihat wajah Aaron. " Alis kamu— Hahahah.." dia memegang perutnya yang terasa sakit karena terlalu ketawa. " Bray.. kamu sejak kapan pulang.." Tanya Lee sambil melihat Dylan sekilas. " Baru saja.." jawab Brian sambil menoleh ke belakang untuk melihat Dylan. " Itu Dylan cucunya guru, bukan?" " Iya.." jawab Nick sambil memperhatikan adik kembarnya yang sedang berbicara dengan Dylan. Kemudian terlihat Dylan mengikuti gadis itu. " Jinak merpati juga dia kalau sama perempuan." Kata Aaron sambil tersenyum kecil. " Aku harus mengikuti mereka.." lanjutnya sambil beranjak dan berlari mengejar langkah Dylan dan Natalie. " Aaron!" Teriak kim, lalu mengejar Aaron yang sudah jauh. Di ikuti Nick, Kim dan Lee dari belakang. Brian yang kebingungan turut mengejar mereka. " Hey.. Lalu kerja kalian itu bagaimana?" " Kau saja yang selesaikan.." jawab Nick berteriak. Brian berdesis kesal sambil terus berlari mengejar mereka. *** Dylan yang semula tak mau mengikuti anak gadis itu, akhirnya menurut melihat bibir gadis itu bergetar menahan tangisan. Dan saat ini mereka sudah berada di sebuah rumah kecil, tepatnya di belakang rumah tersebut. " Ini tempat apa?" Tanya Dylan tak dihiraukan gadis kecil itu. Dia menarik tangan Dylan masuk ke dalam rumah kecil itu. " Wow!" Natalie tersenyum ternyata Dylan menyukai rumah kecil itu. " Saat pertama kali aku masuk kerumah ini, hatiku terus tenang.." Ucap gadis itu sok dewasa sambil menarik lagi tangan Dylan untuk duduk di sebelahnya. Dari sana terlihat jelas ladang sawah sang kakek, dan dari sana juga mereka melihat tempat yang menjadi tempat mereka berlatih. Dan dari kejauhan suara ombak pantai Terdengar, Dylan menyepitkan mata melihat pantai yang tak jauh dari rumah kecil itu. " Kalau kamu sedih karena mama papamu sudah tidak ada, aku juga dan Nick pernah merasakannya sebelum ini, bahkan sampai sekarang aku masih sedih, tapi lemahkan tidak boleh.. karena kalau kita lemah berarti mereka yang menindas kita itu akan merasa senang.." kata Natalie bijaksana. Tak lama kemudian, Sonya dan dua orang temannya masuk ke rumah kecil itu. " Hey.. Ini Natasha, Abigail dan Sonya.." kata Natalie memperkenalkan Dylan pada teman temannya itu. " Kami sudah berkenalan sebelum ini, Nata.." kata Sonya sambil tersenyum pada Dylan. Dylan memandang gadis yang di kenalkan sebagai Abigail tadi, anak itu terlihat lebih kecil dari Natasha dan Sonya. " Abigail adalah yang termudah antara kita, dia baru umur empat tahun.." kata Natasya saat melihat tatapan mata Dylan tertuju pada Abigail. " Kalian disini.." kata Kim sambil menarik tangan Sonya ke sebelahnya, dia terlihat begitu posesif pada gadis itu. " Mereka kakak adik.." kata Lee. Dylan masih terdiam. " Dan ini adik sepupuku.." kata Aaron pula tak mau kalah sambil merangkul tubuh kecil Abigail, lalu memainkan alisnya yang botak. Dylan terus membuang muka, sambil tersenyum kecil. Yang lain turut tertawa kecil. *** Satu tahun sudah berlalu, Dylan sudah mengikuti jejak yang lain untuk belajar bela diri dan menggunakan senjata tajam. Dylan begitu kagum melihat Nick dan Natalie yang begitu mahir dalam menggunakan senjata tajam, mereka hanya butuh satu tahun untuk belajar. Abigail yang saat ini sudah berusia lima tahun, turut belajar bela diri perlahan pelan, dia juga sudah mulai sekolah. Lee yang tak begitu menyukai belajar menggunakan senjata tajam, hanya mengikuti saat latihan karate. Kim yang terkenal kelam dan tenang mengikuti keduanya, latihan karate dan belajar menggunakan senjata tajam. Natasha dan Sonya yang sudah berusia enam tahun juga telah mulai belajar. Brian si paling misterius juga sudah mulai rapat dengan Dylan, kedua banyak berkongsi tentang kepandaian satu sama lain, Dylan yang sudah pandai dalam seni bela diri mengajari Brian begitu pula sebaliknya. Hanya Aaron yang tak begitu peduli dengan latihan itu, katanya lelah, pulang dari sekolah terus belajar, namun bukan berarti dia tak pandai sama sekali. Di pulau itu Dylan mulai terbiasa, walaupun terkadang merasa ada yang kosong dan merindukan mereka.... Keluarganya! *** Dua tahun berlalu... Tahun kedua Dylan berada di pulau itu dia sudah bisa berbagi cerita dengan yang lain. Saat ini, mereka sedang berada di sekolah, dari kejauhan Dylan memperhatikan Sonya yang seperti sedang menunggu seseorang. Dia menghampiri gadis berusia tujuh tahun itu. " Sonya.." Panggilnya. Sonya membalikkan tubuh dengan wajah cemberut. " Kamu kenapa?" " Aku lagi tunggu anak kecil itu.." Dylan mengerutkan dahinya. " Bukannya kamu juga anak kecil ya.." " Aku serius Dylan..." Dylan tertawa kecil. " Aku juga serius." " Ya sudah.." " Memangnya kenapa kamu tunggu dia.." " Kemarin dia kesini seperti lagi mengemis begitu, tapi di usir sama pak security.." jelas gadis itu dengan wajah sedihnya. " Lihat.. nah, kalung dia sampai jatuh, kasihan dia.. makanya aku tunggu disini, siapa tahu saja dia datang lagi.." Dylan menghela nafas sambil melihat sekilas kalung di tangan Sonya. " Ada huruf nama kamu ini.." kata Dylan sambil memegang loket kalung itu. " Tapi bukan punyaku, Lan.." gadis itu meliarkan pandangan dengan wajah cemas. " Tapi kalau dia tidak datang lagi kesini, ya sudah kamu punya saja.." Baru saja gadis itu ingin protes tapi dia lihat dari kejauhan tampak yang lain sudah menunggu mereka. " Ayo pulang.." teriak Aaron. " Tapi—" " Ayo.. Sonya.." Kim yang menghampiri mereka terus menarik tangan sang adik. Sonya sempat ingin protes namun pada akhirnya tetap mengikuti Kim. Karena terlihat wajah Sonya yang begitu sedih, Dylan tampak memperhatikan sekitar sana sebelum menyusul yang lain. " Itu talung aku jatuh disitu.." terdengar suara seorang anak kecil dengan logat cadelnya. Dylan membalikkan tubuh dan melihat anak perempuan yang di dorong oleh security menjauhi area sekolah. Jika dulu melihat ada kekerasan begitu Dylan langsung menolongnya maka beda hal dengan sekarang. Bagaimana kakak, adik,ibu bapanya dibunuh dengan kejam, membuat Dylan menutup mata untuk menolong anak kecil itu. Sebelum Dylan melangkah pergi, sempat anak kecil itu melihat kearahnya sambil terisak isak. " Dylan.." teriak Aaron dari kejauhan. ~ Bersambung ~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN