" Tuan Brandon.." kata seorang pria muda mendekati Brandon yang sedang menyandarkan kepala di kerusi.
Pria tua itu tampak lagi melamun jauh, entah memikirkan apa.
" Ada apa?" Tanyanya tanpa menoleh kearah asistennya.
" Tuan Kim berkunjung ke rumah lama tuan Dylan.."
Brandon tersenyum sinis sambil memutar kerusinya. " Habisi anak itu.."
Tanpa mereka sadar di balik pintu itu seseorang mendengar perbualan mereka.
***
" Jadi... Tuan.. tuan sudah tahu.." tanya gadis itu waspada.
Dylan hanya tersenyum misterius tanpa menjawab.
" Tuan?"
" Ya sayang.."
" Apakah tuan akan membunuhku dan anakku.."
Pertanyaan itu membuat Dylan terdiam sebentar, dia serba salah..
Ternyata wanita itu melarikan diri karena coba menyelamatkan anak dalam kandungan Sarah dan juga diri wanita itu sendiri.
" Iya.. kalau kamu coba coba pergi lagi dariku.."
" Tidak tuan.." jawab Sarah singkat.
Dylan mengelus rambut gadis itu lalu mengambil spons mandi. " Aku akan mandi kan kamu ya.."
Sarah tak bersuara sehingga pria itu memintanya untuk memutar tubuhnya.
" Hari ini kita akan kembali ke rumah utama, kamu mau kan.." kata pria itu sambil menggosok belakang Sarah dengan spons tersebut.
" Kemana harus kembali kesana, bukannya rumah ini rumah tuan juga.."
" Ya.. tapi rumah ini menyimpan begitu banyak kenangan pahit dan aku tak sanggup mengingat masa itu.."
Sarah terdiam, rasanya dia tak mau lagi kembali ke rumah itu.
" Kamu mau kan kembali bersamaku.." tanya pria itu karena Sarah hanya mendiamkan diri.
" Atau kamu belum memaafkan ku?"
Mendengar suara dingin pria itu, Sarah terus gelagapan. " Tidak.."
" Tidak apa... Itu hak kamu kalau kamu masih marah, dan itu wajar aku faham.."
Dylan membuang spons ke depan Sarah sambil menghela nafas berat.
" Tapi...."
Sarah segera waspada mendengar kata tapi dari bibir pria itu.
" Mau tidak mau.. aku akan memaksamu ikut denganku kembali ke rumah utama.."
Sarah menoleh ke belakang ingin protes namun melihat tatapan tak bersahabat pria itu, dia memilih diam, jangan sampai pria itu berubah fikiran dan akan membunuhnya.
Setelah selesai mandi, Dylan mengambil ponselnya di atas meja, lalu mengirim pesan kepada anak buahnya untuk menghantar makanan kesana.
" Kenapa masih berdiri disana.." kata Dylan sambil menoleh kearah Sarah yang berdiri di bingkai pintu kamar mandi.
" Pakai bajumu, kita akan sarapan sebentar lagi.."
" Urm.. tuan.."
Sarah memandang pria itu, tanpa melanjutkan ucapannya.
Apakah Dylan tak menyadari jika dia hanya sering memakai baju yang sama dari awal dia di culik pria itu.
" Ada apa?"
" Saya tidak ada pakaian ganti, Tuan.." lirih gadis itu sambil memandang hujung kakinya.
Dylan terdiam.
Dia mengambil ponselnya di atas meja lagi, lalu dia mengirim pesan pada anak buahnya.
Kemudian Dylan mengambil jubah handuk di atas ranjang lalu melangkah mendekati Sarah.
" Untuk semantara kamu pakai ini dulu.."
" Terima kasih.."
Sarah memandang wajah Dylan yang begitu dekat dengannya. Seandainya dia terus seperti ini. Fikir gadis itu.
" Rapikan di atas meja.." perintah Dylan saat ini mereka sudah di dapur menunggu makanan yang Dylan order sampai.
" Baik, Tuan.." jawab anak buahnya itu takut takut, apalagi saat melihat tatapan mata Dylan yang terlihat dingin.
Pria itu mengeluarkan semua makanan dari paper bag dan menghidangkan di hadapan tuannya.
" Sudah, Tuan.." kata pria itu sambil menundukkan kepala, dan tanpa sengaja sekilas matanya melihat kearah Sarah yang sedang tertunduk malu di atas pangkuan Dylan.
Dylan yang melihat itu, tiba tiba matanya memanas melihatnya, dia tak terima gadisnya di lirik, walaupun itu hanya sekilas.
Dia mengambil pistol yang terselip di pinggangnya dan menodongkan kearah pria tak tahu diri itu karena sudah berani memandang gadisnya.
Dor!
" Arghhh!" Teriak Sarah saat mendengar suara tembakan itu.
" Bawa mayatnya keluar dari sini.." perintah Dylan karena ada beberapa anak buahnya masuk ke dapur mendengar suara tembakan tadi.
" Baik, tuan.."
Mereka segera membawa pria malang itu keluar dari ruangan itu.
Pria itu mati dengan luka tembak di kepala dan mata terbuka.
" Kenapa tuan menembaknya?" Tanya Sarah sambil berusaha turun dari pangkuan pria itu.
" Apa kau menyukainya?" Dylan bertanya balik dengan lirikan mata tajamnya kearah Sarah.
" Tidak, bukan begitu tapi apa kesalahannya sehingga tuan mem—"
" Dia membuatku cemburu.." sela Dylan sambil membenamkan wajahnya di leher gadis itu, dan menghidu aroma yang sangat dia sukai disana.
" Tapi tuan tidak harus—"
" Tidak bisakah kau tidak membelanya?" Dylan kembali memotong ucapan Sarah.
" Ingat saat ini kamu sedang mengandung anakku, dan aku tak mau kamu memandang pria lain.."
Sarah terdiam, sepertinya dia menemukan lagi sisi lain dari pria itu.
Dia terlalu posesif dan muda cemburu.
***
" Sial.." Kim memukul setir mobil, saat melihat mobil Dylan masih ada di kawasan rumah itu.
Bagaimana dia masuk, kalau Dylan masih ada di dalam sana?
" Sebaiknya aku pergi,nanti saja kembali kalau Dylan sudah pergi dari rumah itu.." Gumamnya pada dirinya sendiri.
Dia mulai memundurkan mobil, dan pergi dari sana.
Seharusnya Dylan tak betah berada disana, apalagi rumah itu adalah tempat kematian kedua orang tuanya.
Seharusnya dia trauma, bukan malah berlama lama dirumah itu.
" Sialan.. kukira dia akan segera kembali ke markas dan menghabisi Jackson namun ternyata.. Aargh!"
Pria itu memukul setir berulang kali, untuk melepaskan kesal.
Jangan sampai Nick dan yang lain menyadari sesuatu, atau Jackson membuka mulut, bisa gagal rencanaku membuat Dylan membunuh adiknya sendiri.
Pria itu menggigit bibir bawanya sambil berfikir bagaimana caranya agar Dylan segera menghabisi Jackson sebelum pria tua itu membuka mulut.
Sehingga pandangan Kim tertuju ke spion mobil, ada dua motor dan satu mobil mengikuti mobilnya dari belakang.
" Ternyata pak tua itu ingin bermain main denganku.."
Kim menambah kelajuan mobil, sesekali dia melihat ke spion mobil.
Dia yang sedang mengenderai mobil dengan cukup laju, tanpa dia sadar ada truck di depan, dan menabrak mobilnya.
Kim yang terlambat menyadari itu, memutar setir sehingga mobilnya menabrak pembatas jalan, lalu jatuh ke dalam jurang.
Tak berselang lama, terdengar suara letupan.
Seorang pria keluar dari mobil, lalu melihat kearah jurang itu dengan senyuman sinis.
Kemudian dia merogoh ponsel dalam saku celananya untuk melaporkan berita baik itu pada bosnya.
" Tuan.. misi berjalan lancar.."
Semantara itu yang di hubungi tersenyum lebar, akhirnya dia berhasil juga menyingkirkan pemuda sombong itu.
" Kim, Kim kau salah besar berurusan denganku, sedangkan mereka yang bersaudara bisa aku membuat mereka saling membenci dan membunuh, ini pula kau yang hanya tikus kecil.."
Pria itu meraikan kemenangan dengan bahagia, dia menuang wine dalam gelas dan kembali tertawa terbahak bahak.
" Sepertinya kejadian dua puluh tahun lalu, akan berulang kembali.. "
Pria memandang foto di atas meja yang telah di robek robeknya.
" Seandainya kau berlaku adil sejak dulu, kejadian ini tidak akan terjadi, tapi karena aku anak angkat, kau pinggirkan aku.."
Pria itu memandang foto itu penuh dendam, dendamnya akan segera terbalas jika Dylan sudah berhasil membunuh adik dan pamannya itu.
Dan melalui Kim, semua rencananya berjalan mulus, apalagi Kim juga punya dendam peribadi pada Dylan sehingga begitu muda ia menghasut pria muda itu.
" Hanya Kim yang mengetahui semua kebenaran tapi sekarang dia sudah tidak ada.."
Pria itu kembali tertawa, tampaknya inilah hari yang paling bahagia dalam hidupnya.
~ Bersambung ~