Gadis itu mengetapkan bibirnya sambil menggeliat dalam tidurnya.
Tak lama kemudian berubah menjadi isakan halus keluar dari bibirnya. " Hiks.. Hiks.."
Dia terus bergerak gelisah, gadis itu tampak sedang bermimpi buruk.
" Jangan!" Teriak gadis itu dan saat yang sama seseorang seperti sedang menarik tubuhnya.
" Hey Bangun..."
Gadis itu terus beranjak duduk, dengan keringat membasahi wajahnya, nafasnya juga sampai sulit teratur.
Ternyata dia hanya bermimpi buruk.
" Minum.." orang yang membangunkannya itu memberikan dia segelas air.
" Terima kasih.."
gadis itu yang ternyata adalah Sarah mengusap airmata di kedua pipinya.
Setelah Sarah lebih tenang dia melihat sekitar kamar itu.
" Kamu akan tinggal disini.." kata pria itu sambil beranjak dari duduknya.
" Saya akan kembali ke rumah utama pagi ini, karena ada hal yang harus saya uruskan."
Setelah itu pria itu meninggalkannya begitu saja.
Sarah menaruh gelas itu atas meja lalu merangkak turun dari atas ranjang.
" Ini dimana.."
Dia keluar dari kamar, untuk melihat dimana ia di bawa oleh sang penolong.
Ternyata rumah itu tak kalah mewah dari rumah megah pria psikopat itu, hanya saja rumah ini tidak ada lift.
Setibanya diruang tamu, dia melihat foto keluarga yang terpampang jelas di dinding.
" Mungkin pemilik rumah ini.." Gumam gadis itu.
Dalam foto tersebut, terdapat suami istri yang sedang tersenyum, lalu di samping kanan pria itu terdapat dua anak laki laki, dan di samping sang ibu pula, ada satu anak laki dan perempuan sedang berpegangan tangan.
Terlihat jelas mereka adalah keluarga bahagia.
" Seandainya aku memiliki keluarga seperti ini kelak.."
Sarah mengelus lembut perutnya, rasanya itu mustahil, karena saat ini dia sedang bersendirian, dia tersenyum masam.
***
Dylan kembali ke markas dengan buru buru, dia terus menuju kamarnya dan mengambil buku berwarna merah mudah.
Saat membuka halaman pertama buku itu, sudah ada tertulis. “Quin sarah”
Jantung Dylan berdebar laju melihat nama itu.
Dia membuka bab kedua dengan tangan bergetar.
Terlihat tulisan dalam buku itu tak rapi dan tampak berantakan.
Dylan membuka bab demi bab, tak terasa air mata pria itu mengalir di kedua pipinya.
Di setiap bab ada saja noda merah dan tulisan yang berantakan, Dylan tahu kenapa tulisan itu rosak dan tampak berantakan, karena yang sedang menulis dalam buku itu sedang menangis.
Dan setiap titisan airmata jatuh ke tulisan tersebut, itu kenapa jadi rosak dan berantakan.
" Argh! Bodoh!"
Dylan memukul kepalanya sendiri sambil membanting buku tersebut.
Setiap tulisan dalam buku itu begitu berbekas dalam fikirannya.
Bab 1 :
Aku Quin Sarah, aku tak tahu apa akan jadi padaku kedepannya, namun aku terdoa pada tuhan, semoga aku menemukan titik terang dalam hidupku..
Bab 2:
Hari ini adalah usiaku yang ke lapan tahun!
Aku bahagia ternyata keluarga yang ku anggap kejam selama ini bisa juga begitu perhatian di hari ulang tahun ku.. namun, di tengah bahagiaku mereka seperti memberi sebuah tamparan hebat padaku!
Aku baru tahu ternyata aku bukan anak kandung kedua orangtuaku, dan ini amat sakit.
Lalu siapa ibu bapaku yang sebenarnya? Sekarang aku tak perlu bertanya lagi, kenapa aku di perlakukan tak adil.. ternyata ini jawabannya... Aku bukan anak kandung mereka!
Dylan melihat jelas di bahagian bab itu yang tulisannya terlihat sangat buruk dan ada bahagian juga yang robek,
Dylan dapat merasakan kesedihan yang mendalam di usia baru lapan tahun gadis itu, seperti mana dirinya kehilangan keluarga di usianya yang baru lapan tahun.
Dan bab berikutnya, Sarah tinggal menulis cerita di buku itu, tentang dia mulai berkerja di restoran sambil belajar karena tidak ada yang membiayai sekolahnya.
Dylan tersenyum kecil saat membaca di dalam diary gadis itu, juga tertulis tentang dirinya walaupun tak di sebutkan nama, tapi Dylan tahu dia itu.
Hari ini aku hampir saja di jual oleh ibuku namun untungnya ada seorang pria tampan telah menyelamatkanku.. mereka membawa pria jahat itu, dan kalung ini yang aku pakai,
Dari dia..
Seandainya aku bertemu dia lagi...
Senyuman pria itu hilang mengingat perlakuan buruknya selama ini pada gadis itu.
Dia teringat dengan permintaan tolong gadis itu padanya, bawa dia sedang mencari ibu bapa kandungnya.
Setiap kali dia mengancam ingin membunuh gadis itu, selalu saja kata kata yang keluar dari bibir gadis itu.
" Jangan bunuh aku, aku mau ketemu mama.."
Dylan menghela nafas, ini bukan saatnya dia bersedih.
Mata yang tadi kelihatan begitu lembut dan sayu, kini sudah berubah dengan pandangan tajam dan dingin.
" Aku yang mengajarimu selama ini.."
Dia tersenyum lebar, lalu beranjak dari duduknya. " Aku harus selesaikan masalah ini secepat mungkin.."
" Setelah itu aku akan minta maaf pada gadis itu.."
***
Cristal memandang makanan di depannya dengan helahan nafas berat.
Entahlah, namun dia tiba tiba teringat dengan ayah kejamnya.
Apa kabar pria tua itu saat ini?
" Seharusnya aku tak memikirkannya.." gumamnya sambil menggelengkan kepala.
" Kau membunuh kakak dan adikku, lalu sekarang kau minta ampun?!"
Dengan penuh kebencian pria itu menendang kepala ayahnya tanpa perasaan.
" Aku akan membuat anak semata wayangmu itu menjadi p*****r peribadi anak buahku.."
Dia tersenyum devil sambil menjauhi pria itu dan mengambil sesuatu yang tajam atas meja yang telah di siapkan anak buahnya.
Mengingat pandangan tajam pria itu, Cristal tiba tiba ketakutan sendiri.
Cristal mengingat jelas wajah pria itu, dan dia tak mau bertemu dengannya.
Dia beranjak dari duduknya sambil menundukkan kepala, sehingga dia tak sadar Lee sudah memperhatikannya sejak tadi.
" Apa seharusnya aku menjadi seperti yang dikatakan pria itu saja.." gumamnya sambil memegang lilitan handuk di tubuhnya.
" Ehem.."
Gadis itu mendongak saat mendengar seseorang berdeham.
" Tuan.."
Cristal menghampiri pria itu, dan Lee automatik mundur ke belakang.
" Diam di tempat.." perintah Lee dengan suara berat, dia tak mau membuat kesalahan.
Melihat tubuh mulus gadis itu, tiba tiba ruangan apartment itu yang di lengkapi AC mendadak terasa panas.
" Aku ingin melupakan masalahku.." kata Cristal yang terus maju menghampiri pria itu.
" Apa kau bisa mengabulkannya?"
Kedua mata gadis itu sudah berkaca kaca, dan Lee melihat jelas dari kedua mata gadis itu tampak memiliki banyak masalah, dan juga tertekan.
" Kalau kamu ada masalah kamu bisa cerita jangan seperti ini.."
Cristal menulikan telinganya, dia membuka ikatan handuknya, lalu ia menurunkan benda itu sehingga menampilkan tubuh polos gadis itu.
Lee yang untuk pertama kali melihat tubuh seorang wanita hanya bisa meneguk salivanya.
" Apa kamu bisa memberiku kenikmatan?"
Cristal membawa tangan pria itu ke salah satu aset miliknya.
" Remas, Sayang.."
Tanpa di minta kedua kali, pria itu meremas benda lembut dan mungil itu, dan pas di genggaman tangannya.
" Shh.. hmm.."
" Apakah ini mimpi?" Gumam pria itu masih tak percaya.
~ Bersambung ~