Lee mengusap wajahnya dengan kasar, saat ini dia sedang menuju kerumah utama untuk menemui Dylan.
Dia baru saja dari markas namun, Nick mengusirnya dengan alasan atas perintah dari Dylan untuk melarangnya masuk.
Karena Lee tak ingin membuat masalah dia meninggalkan markas sambil menahan geram.
Nick sama sekali tak mau mendengar alasannya, bagi Nick apapun alasannya, dia tetap tak akan benarkan Lee masuk.
" Sialan kau Nick.." geramnya sambil memukul setir melepaskan kesal.
" Dylan harus tahu kebenarannya.." gumam pria itu sambil menambah kelajuan mobil.
Dia akan menceritakan semua pada Dylan, karena sejak tadi dia menghubungi pria itu, tapi sama sekali tak di angkat.
" Sialan, kemana dia?"
Semantara itu dirumah lama Dylan, pria itu sedang menuntun miliknya untuk membela celah antara kedua yang berkedut nan hangat itu.
" Aahh.." desah Dylan sambil menggesekkan pusakanya di antara dua belahan wanita itu.
Sarah mencengkam erat kedua bahu pria itu, ini rasanya sangat geli dan nikmat bersamaan.
Karena kegelian gadis itu reflek menutup pahanya, namun tak bisa karena Dylan sedang berada di tengah tubuhnya.
" Tuan.. stop!"
Dylan menulikan telinganya, sambil terus menggesek miliknya, kadang juga menepuk clit gadis itu dengan pusakanya dan hal itu membuat Sarah menggeliat seperti cacing kepanasan.
" Aahh! Tuan.."
" Kenapa sayang? Kamu berubah fikiran ingin aku masukan.."
Dia bahagian bawa sana sudah semakin basah, Sarah melenguh dan mendesah tak teratur.
" Tidak, Aahhh.."
Sarah sebenarnya ingin namun, dia harus mempertahankan egonya.
" Okay.." Dylan dengan nakal menekan separuh miliknya itu masuk, Sarah terus mendesah panjang.
Namun Dylan terus mencabutnya, hal itu membuat Sarah sangat frustrasi.
" Kenapa?" Tanya Dylan tanpa dosa.
Sarah dengan geram menjambak rambut pria itu.
" Aargh! Hey lepaskan.." pria itu pura pura kesakitan, dia merasakan tangan gadis itu bergerak menggenggam pusakanya.
Sarah mengumpat kesal dalam hati, ini benar benar memalukan, namun mau bagaimana lagi, dia sudah tak tahan.
Dia melebarkan pahanya sambil menuntun milik pria itu ke dalam liangnya.
" Aahh.."
Dylan menekan miliknya itu hingga masuk sepenuhnya. " Enak sayang.."
Mendengar godaan itu Sarah terus memukul bahu pria itu.
Dylan sambil tertawa kecil, mencengkam kedua paha Sarah, menahannya agar mengangkang lebar, dia memperhatikan penyatuan mereka itu sebelum memulakan gerakan.
Semantara Sarah memandang pria itu dengan geram karena pria itu masih terdiam, dia mau protes namun malu.
" Kenapa, Sayang.."
Dylan mengangkat wajah memandang Sarah, gadis itu seperti mau mengatakan sesuatu namun suaranya tak keluar.
" Katakan, Sayang.. ada apa?"
" Kau menyiksaku.." geram gadis itu, dan untuk pertama kalinya juga dia tak menggunakan kata –tuan– atau anda.
" Jadi kamu mau bagaimana? Seperti ini?" Tanya Dylan sambil mengayun pinggulnya namun hanya seketika.
" Tolonglah jangan berhenti.." hilang sudah rasa malunya, yang ada saat ini hanyalah gairah semata.
" Apa, Sayang.." Dylan masih mau menggoda gadis itu.
Sarah menarik nafas dalam, Buat apa berbohong kalau dia menikmatinya.
" f**k me, please.."
Dylan tersenyum sinis, lalu memeluk kedua paha gadis itu, detik kemudian mengayunkan pinggulnya dengan brutal.
Kedua mata Sarah membulat merasakan milik pria itu rasanya sampai di perutnya.
" Kau suka seperti ini? Ya? Suka.."
" Ya suka, ya suka.. Aahh!" Sarah mencengkam erat hujung bantal, dia rasanya melayang kenikmatan itu dia tak dapat menggambarkan dengan kata kata.
" Aaaah!"
" Kau sangat cantik sayang saat bergairah.."
Sarah tak mampu menjawab karena yang keluar dari mulutnya hanyalah mendesah.
Dan permainan itu terus berlanjut.
Ponselnya pria itu yang berbunyi sejak tadi tak di pedulikan, dan yang menghubunginya itu adalah Lee.
***
" Apakah artinya sekarang kita sudah resmi pacaran.." tanya Aaron yang sedang bergelanyut manja di lengan Natalie.
" Tapi Nick tidak akan merestui hubungan kita.." jawab gadis itu sambil menundukkan wajah.
" Alah.. tenang saja.." Aaron menghentikan langkahnya lalu memegang kedua bahu gadis itu. " Bagaimana kalau kita buatkan dia keponakan yang lucu lucu.."
Idea pria itu membuat mata Natalie membulat, yang benar saja.
" Memangnya tidak ada idea lain.."
" Untuk saat ini, hanya itu sih yang akan dalam fikiranku.." jawab pria itu dengan enteng.
" Tidak mau.."
" Ya sudah.. tidak perlu marah.." pria itu kembali memeluk lengan gadis itu dan melangkah masuk ke dalam rumah.
Suasana rumah itu sangat sepi, sepertinya di antara teman mereka belum ada yang pulang padahal itu sudah lewat malam.
" Ini kesempatan.."
" Kesempatan apa?" Tanya Natalie tak faham.
" Kamu kenapa?"
Pria itu tiba tiba menolak tubuh gadis itu hingga terjatuh atas sofa. " Aaron!"
" Ayo bercinta.."
" Kamu gila.." gadis itu terus menendang perut Aaron yang ingin menindih tubuhnya.
" Arghhh!" Aaron terbanting ke lantai dengan posisi tengkurap.
" Kamu memang tidak bisa di ajak romantik ya.."
" Bodoh.."
Pria itu meringis sambil beranjak, dia memandang kesal pada Natalie yang tak merasa berdosa sama sekali.
" Mana Dylan.." tanya Lee dengan santai, dia sudah sejak tadi berdiri di ambang pintu memperhatikan kelakuan Aaron.
Kadang dia tertanya tanya bagaimana Nick mau merestui hubungan mereka, semantara kelakuan Aaron sering membuat orang lain naik darah.
" Mana ku tahu.." jawab Aaron sambil beranjak berdiri, pria yang dulu gendut dan pendek, kini sudah sama tinggi dengan Lee.
" Aku ada urusan dengannya.."
" Nah.. terus.."
Lee menghela nafas panjang sambil melangkah meninggalkan Aaron dan Natalie.
Menghadapi Aaron hanya membuatnya naik darah.
***
Abigail memperhatikan Cristal yang sedang memeluk lututnya di atas ranjang.
Bahu gadis itu bergetar karena sedang menangis.
" Ehem."
Mendengar ada orang berdeham, Cristal mengangkat wajahnya dengan mata sudah membengkak karena terus menangis sejak tadi.
" Kamu.."
Abigail hanya membuat wajah biasa saja, karena dia sudah mendapatkan informasi dari anak buah Brian bawa gadis itu adalah yang di tolong Lee dan yang lebih tak bisa di percaya lagi bagaimana gadis itu bisa ada di apartment Lee tanpa di sadari Lee bawa gadis itulah yang di cari cari selama ini.
Mata Cristal membulat melihat gadis di depannya itu. " Kamu temannya tuan Lee, bukan?"
Abigail tak menjawab, dia hanya memperhatikan wajah gadis yang katanya anak tunggal Jackson, dia seakan tak percaya kalau gadis yang tampak polos itu adalah anak Jackson.
" Kenapa kalian menangkapku.." tanya Cristal sambil beranjak dari duduknya.
" Apa salahku pada kalian?"
" Kamu mungkin tidak salah tapi ayahmu punya hutang nyawa pada seseorang dan hanya bisa di bayar dengan nyawamu."
" Apa?"
" Kamu anak tunggal Jackson, bukan?"
Mata Cristal terbelalak kaget. " Jadi—"
" Sepertinya kamu sudah mengerti kenapa kamu disini.."
Cristal menggelengkan kepala, dia tak mau mati hanya karena ayahnya, dia tak mau!
" Tapi saya tidak terlibat.."
" Sayangnya karena kamu anak Jackson dengan terpaksa kamu harus di hapuskan."
" Aku mohon ampunkan aku.."
Gadis itu memberanikan diri mengangkat wajahnya, dan saat ini posisi mereka sudah sangat dekat.
Abigail yang untuk pertama kali melihat wajah Cristal dari dekat, menyepitkan mata.
" Kenapa terlihat sangat mirip?"
~ Bersambung ~