67. Kau Apakan Adikku

1520 Kata
" Kita akan menjalankan misi jam berapa.." tanya Lee dengan kikuk ketika memasuki dapur. Dan saat itu juga semua mata langsung tertuju kearahnya. Hanya ada Brian, Natasha dan Abigail disana, teman temannya yang tak begitu suka ikut campur urusan orang lain, apalagi menyangkut masalah peribadi. " Sudah Dylan info kan di group Kau sudah membacanya, bukan? Bahkan kau juga sudah meresponnya.." Lee semakin kikuk saja, bahkan basa basi untuk memecahkan keheningan telah di sindir Brian dengan halus. " Oh ya.. lupa.." pria itu kemudian melangkah ke kulkas dan mengambil air dingin di sana. Brian tersenyum melihat tangan Lee yang gemetaran memegang botol air, namun dia tak memberi komentar apa apa. " Yang lain kemana.." Lee duduk di sisi Abigail sambil membawa gelasnya. " Mereka masih istirahat.." jawab Natasha sambil bergelanyut manja di atas pangkuan suaminya. " Diam, Honey.." Brian menarik pinggang wanita itu, lalu mengaitkan dagunya di pundak sang istri. Lee melirik kearah Brian dan Natasha yang sibuk bermesraan. Semantara Abigail juga sibuk dengan laptopnya, mereka tak berkelakuan aneh, bahkan mereka tampak biasa saja, apa mungkin hanya perasaan Lee saja yang mengira mereka mengetahui tentang kegiatan panasnya dengan Delia tadi. " Aku kamar dulu.." kata Lee dan saat yang sama Aaron memasuki dapur " Eh ada Lee.." pria berusia dua tahun lapan tahun itu menaikkan alisnya sengaja mau menggoda Lee. " Mau kemana, buru buru sekali.." Kemudian Nick dan Natalie juga masuk ke dapur itu bersamaan. " Aku harus ke kamar.." kata Lee yang menyadari teman temannya itu mengetahui sesuatu. " Buru buru sekali, eh itu air buat... siapa tu namanya.. lupa aku.." Lee tak menanggapi ucapan Aaron dan terus meninggalkan dapur. " Kasihan gadis itu sampai kehausan.." kata Aaron sambil tertawa terbahak bahak. Dan saat itu juga terdengar gelak yang begitu meriah, Lee menutup mata rapat rapat, ini benar benar memalukan. " Pasti dia malu.." ucap Nick sambil duduk di sebelah Abigail. " Pasti itu.." jawab Aaron disertai tawanya. *** Delia melangkah keluar dari kamar itu dengan langkah tertatih, bahkan sesekali dia meringis sakit. Dia mau mencari Lee, dia takut di tinggalkan Lee, bagaimana kalau pria psikopat itu membunuhnya. Tanpa dia sadar sepasang mata tajam sedang melihat kearahnya. " Benarkah dia adikku.." Gadis itu dengan kaos kebesaran itu berjalan sangat pelan, hal itu membuat Dylan menggeram, Lee apakan gadis itu sebenarnya? " Cristal.." Panggil seseorang dari arah belakang Dylan. Gadis itu menoleh ke belakang dengan senang hati dan melihat Lee, namun senyuman itu pudar saat melihat Dylan sedang berdiri tak jauh darinya. Lee melangkahkan kaki, berniat mau melewati Dylan begitu saja. Namun tiba tiba Dylan mencengkam kerah kemeja dengan tatapan mata tajamnya. " Kau apakan dia?" " Apa maksudmu?" Tanya Lee tak faham. " Lepaskan aku, Lan.." Delia maju berniat mau memisahkan kedua orang itu namun Dylan terus melarangnya mendekat. " Berdiri di tempat.." Mendengar kata kata posesif Dylan, Lee membulatkan mata, sejak kapan seorang Dylan berubah posesif seperti itu? " Kenapa kau tak menjawab?" " Lan.. kau—" " Jawab..!" teriak Dylan dengan penuh amarah. " Kau apakan adikku, sialan..!!" *** " Hey kalian! mana pak tua itu.." tanya Kim pada pengawal yang menjaga pintu ruang kerja Brandon. " Dia sibuk, dan tidak ingin di ganggu.." jawab salah satu dari empat pengawal depan pintu itu dengan berani. " Aku ingin menemuinya.." kata Kim tanpa mahu di halang. Dan detik kemudian menebus masuk, namun ruangan itu kosong. " Apa kalian sedang menipuku?" Tanya Kim sambil membalikkan tubuh. Namun ada satu hal tak terduga saat pukulan keras dari pengawal mengenai wajahnya. " Hanya itu.." tanyanya sambil mengelap darah di tepian bibirnya. " Sial.." Ke empat pengawal itu menyerang Kim bersamaan, karena mereka tahu Kim bukanlah orang biasa yang mudah di kalahkan. Dan terbukti tak sampai sepuluh menit, mereka semua sudah tak berdaya di buat Kim. Kim menjilat darah di tepi bibirnya, dan tersenyum sinis. " Mana orang tua itu?" Tanyanya sambil menginjak pengawal yang terbaring tak berdaya di lantai. " Akh!" Kim tak peduli rintihan kesakitan itu, dia memandang sekeliling ruangan itu, sehingga pandangan tertuju kearah pintu. Dia melangkah mendekati pintu dan dengan santai menolak daun pintu yang memang tidak di kunci. Kim menggertakkan giginya melihat pria itu sedang menindih tubuh seseorang. Dengan santai dia mendekat lalu menepuk pelan bahu pria tua itu. Brandon menoleh ke belakang dan sudah siap memaki karena ada yang berani menganggu kesenangannya. Namun belum sempat dia berbicara, tiba tiba pukulan keras mengenai mulutnya. " Akh!" Brandon terbanting sehingga jatuh dari atas ranjang. Kim memandang wajah gadis yang hampir di nodai Brandon, gadis itu menangis ketakutan. Pantas dia mencari gadis itu tadi di dapur tidak ada ternyata ada di ruangan Brandon. " Bangun.." kim melepaskan jaketnya lalu memakaikan ke tubuh gadis itu yang sudah hampir telanjang. " Kamu duduk dulu disini, aku ingin memberi sedikit pelajaran pada pria tua itu.." Kim menuntun gadis itu duduk di sofa. " Terima kasih.." Kim memandang tangan Mia yang bergetar di tangannya. " Terima kasih.." ucap Mia lagi, dia merasa tertolong, bagaimana nasibnya seandainya Kim tak datang tepat waktu. Kemudian pandangan gadis itu jatuh ke pinggang pria itu yang bernoda merah. Di sebabkan t-shirt Kim berwarna putih jadi Mia melihat jelas darah di pinggang pria itu. Itu pasti luka waktu Kim kecelakaan yang di sebabkan Brandon. Kim datang mencari Brandon karena ingin menuntut balas pada pria itu, bukankah rencananya sudah berantakan? Jadi, tidak ada guna lagi mempertahankan Brandon, dia akan segera melenyapkan Brandon. Namun ketika pria berusia dua puluh lapan tahun itu berbalik, tiba tiba ada benda dingin menembus perutnya. " Aarrghh!" Teriak Mia saat melihat darah segar mengalir dari lengan Kim karena menahan pisau tersebut. " Ada satu hal yang mau aku sampaikan padamu, Kim.." kata Brandon dengan gigi memerah karena darah, Kim tadi memukulnya pas mengenai mulutnya. " Yang membunuh adikmu adalah aku.." Mata kim membulat, apa dia tak salah dengar. " Kaget kamu.." Brandon terkekeh melihat wajah terkejut Kim. " Ya.. aku orangnya.." Brandon masih tertawa puas. " Aku fikir kamu pintar, Kim." Sekilas memori masa lalu menari di benak Brandon. Brandon sedang bersembunyi di balik pintu dan tidak ada yang menyadari kehadirannya disana. Dia lihat Jackson menekan butang di bawa meja, lalu satu ruangan terbuka dan memperlihatkan seorang gadis yang terikat atas kerusi. " Sonya?" Gumam Dylan melihat keadaan temannya. Gadis itu sama sekali tidak ada pergerakan, bagaimana tidak, Brandon telah menyuntik sesuatu pada tubuh gadis itu, tanpa di mengetahui Jackson. " Bagaimana?" Tanya Jackson sambil menodongkan pistol kearah Sonya. Dan saat itu Brandon juga mengeluarkan pistol, lalu di arahkan pada Sonya. " Jangan kau berani—" Namun belum sempat Dylan menghabiskan kata katanya, Jackson sudah menembak kearah kearah Sonya. Dan saat yang sama Brandon juga melepaskan tembakan dan mengenai batang leher gadis itu. Brandon tersenyum puas melihat wajah Kim yang sangat shock mengetahui yang sebenarnya terjadi. " Adikmu tidak akan meninggal hanya karena tembakan dari Jackson, yang tidak bisa menggunakan senjata itu.." Kemudian mendekatkan bibirnya ke telinga Kim. " Kau bodoh! Sama seperti Jackson!" Pria itu tertawa bagaikan orang gila. " Seandainya Jackson bisa menggunakan pistol dengan baik, mesti temanmu yang bernama Brian Samuel itu sudah tidak ada sekarang.." Pria itu kembali terkekeh geli. " Kau di butakan dendam sehingga kau tak bisa melihat kebenaran.." Brandon yang tertawa penuh kemenangan, tiba tiba tersentak kaget ketika tangan Kim yang menahan tangannya agar pisau tersebut tak benar benar menebus perut Kim. Di tepis Kim dengan penuh kebencian,dan menendang Brandon hingga terpelanting ke atas lantai. Kim mencabut pisau yang sudah separuh masuk ke dalam perutnya sambil meringis kesakitan. " Tuan, Mafia dari kumpulan Red Dragon datang menyerang.." kata seorang anak buah Brandon datang ke ruangan itu. " Apa?!" Teriak Brandon sambil beranjak berdiri. " Kau.." Brandon telunjuk ke wajah Kim dengan geram. Kim tersenyum sinis, sepertinya Dylan sudah melihat video yang di kirimnya, namun dia menggunakan nombor orang lain. Rumah lama guru Davian yang berada di pulau, memang ada CCTV camera tersembunyi, namun Kim menyalin video tersebut dan memadam rakaman waktu guru Davian terbunuh. Dylan yang terlambat datang kerumah itu kehilangan jejak, namun Dylan terus berusaha mencari tahu, walaupun semua usahanya sia sia. Dan Kim bukankah manusia tak tahu berterima kasih, ketika dia merasa rencananya sebentar lagi akan berhasil. Dia mengirim video itu pada Dylan, agar Dylan bisa membalaskan dendamnya pada Brandon, pamannya. " Kau pengkhianat?!" Kim menekan kuat luka di perutnya agar darah berhenti mengalir, lalu memandang kearah Brandon sambil tersenyum sinis. " Aku akan membunuhmu nanti.." Brandon bergegas keluar dari ruangan itu. Kim yang berusaha kuat di depan Brandon, akhirnya jatuh juga ketika Brandon juga tidak ada di depannya. " Tuan.." Kim tersenyum kecil memandang wajah cantik gadis itu, namun kemudian pandangannya mulai buram. " Maafkan aku, Lan.." kata Kim tak jelas dan airmata mengalir dari sudut mata pria itu. " Tuan.." Mia menepuk nepuk pipi Kim yang berbaring di pahanya. " Tuan.." Samar samar Kim masih mendengar suara gadis itu, namun semakin lama kegelapan itu semakin terasa, sehingga akhirnya dia tak mendengar apapun lagi. " Tuan.." Tak terasa air mata di kedua mata gadis itu mengalir, saat menyadari sudah tidak ada pergerakan sama sekali. Dia mendekatkan telinganya ke d**a pria itu, kemudian memeriksa denyut nadi Kim. " Oh tidak! Tolong!!" ~ Bersambung ~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN